Hari ini Tari dan Juleha pergi untuk membeli keperluan seserahan. Sementara Cantika dan Soleh pergi ke Puskesmas untuk membuat surat keterangan kesehatan, sebagai salah satu persyaratan untuk memasukan berkas mereka ke KUA.
Di halaman Puskesmas mereka bertemu beberapa warga kampung. Termasuk ibunya Very.
"Cantika"
"Eeh Tante"
"Tumben ke Puskesmas, sama Soleh lagi, ada apa?" Tanya Ibu Very menyelidik.
"Enghh ... tidak apa-apa Tante, cuma kurang enak badan saja" jawab Cantika. Ia enggan berterus terang, karena Abbanya pasti belum memberitahu orang tua Very soal suami pilihannya.
"Kurang enak badan?"
"iya, eeh maaf Tante, saya harus masuk" pamit Cantika. Soleh mengikuti langkah Cantika masuk ke dalam.
Ibu Very menatap mereka dengan rasa penasaran di dalam hatinya.
"Kenapa bohong?" Tanya Soleh.
"Kalau Cantika jujur, nanti pasti ibunya si Very heboh, Abba pasti belum sempat memberitahu kalau lamaran Very ditolak"
"Tapi tidak perlu bohong juga sayang, harusnya tadi bilang saja mau bikin surat kesehatan untuk suatu keperluan" bisik Soleh.
"Sudah terlanjur gimana dong? Masa Cantika harus cari ibunya Very terus melarat ucapan Cantika"
"Meralat sayang"
"Iya itu, Paman Soleh"
"Ya sudah, tidak usah, ayo masuk"
--
Raka sudah menghubungi satu persatu orang tua dari para pelamar Cantika.
Ia juga mengatakan bahwa Soleh, yang menjadi suami pilihan Cantika.
Untungnya para Ayah pelamar Cantika bisa menerima apa yang sudah diputuskan.
Raka menarik napas lega, apa yang menjadi harapannya akan menjadi kenyataan. Mempunyai menantu yang akan meneruskan untuk mengurus sawah, kebun, juga peternakan, dan usahanya yang lain juga. Selama ini Soleh yang membantunya mengurus semua itu. Karena Arka sudah dipastikan akan menetap di Jakarta untuk mengurus perusahaan warisan dari kakek Tari.
Siapa yang paling tahu seperti apa Cantika, selain Soleh.
Siapa yang paling sabar menghadapi Cantika selain Soleh.
Selama ini Raka hanya menyimpan harapannya. Karena ia tidak ingin jika ia yang meminta Soleh jadi menantunya, Soleh akan merasa tidak enak jika menolaknya.
"Assalamuallaikum" suara salam dari luar membuat Raka terbangun dari lamunannya.
"Walaikum salam" Raka membuka pintu, ternyata Soleh dan Cantika yang datang.
"Sudah?"
"Sudah Abba"
"Sudah foto juga?"
"Sudah Abba, nih!" Cantika memperlihatkan foto untuk keperluan kelengkapan pengajuan berkas nikah mereka ke KUA.
"Kalau begitu, kita langsung saja ke KUA sekarang"
"Iya Abba. Amma, nenek, dan kakek belum pulang ya?"
"Belum, Soleh kamu yang bawa mobilnya ya"
"Iya kak Raka"
"Abba!" Seru Cantika dan Raka berbarengan.
"Ya itu" sahut Soleh.
"Hahahaha ... Soleh tertular virus Cantika juga rupanya" ujar Raka tertawa.
"Ummm Abba, masa Cantika dibilang virus" rungut Cantika.
"Hmmm jangan marah dong sayang, nanti cantiknya hilang, iyakan Soleh" ujar Raka.
Soleh hanya tersenyum saja.
Mereka tiba di KUA. Setelah menyerahkan berkas untuk mengurus surat nikah, mereka kembali pulang ke rumah.
Tari pulang dari berbelanja sendirian. Orang tua Soleh sudah diantar Tari ke rumah Soleh
"Mana belanjaannya Amma?"
"Di rumah Soleh"
"Umm Cantika ingin lihat Amma"
"Nanti juga lihat"
"Ngintip sedikit aja, boleh ya"
"Tidak boleh sayang"
"Sayang, aku sama Soleh mau ke kebun sebentar. Sebelum ashar nanti aku sudah pulang"
"Iya Aa"
"Soleh, pulang dan ganti bajumu dulu, setelah itu baru kita ke kebun"
"Iya kak, eeh Abba"
Cantika mengantarkan Soleh sampai di pintu depan.
"Aku pulang sebentar ya" pamit Soleh.
"Ikut" rengek Cantika manja.
"Ikut? Aku cuma mau ganti baju sayang"
"Ikuuut!"
"Hhhh ... ayolah, pamit dulu sama Abba" Soleh akhirnya menyerah juga.
"Tunggu, jangan ditinggal!"
"Iya sayang" sahut Soleh lembut.
Cantika masuk kembali ke dalam.
"Amma, aku ikut ke rumah Paman Soleh ya"
"Mau apa ke sana?"
"Cantika masih kangen sama kakek dan nenek Amma"
"Alasan, pasti mau ngintip barang seserahannya kan!"
"Tidak Amma, Cantika nggak bakal ngintip, boleh ya?"
"Ya sudah, pergi sana"
"Terimakasih Amma, assalamuallaikum"
"Walaikum salam"
Cantika kembali menemui Soleh yang sudah duduk di atas motornya. Ia langsung naik dan duduk di belakang Soleh.
"Sudah pamit?"
"Sudah, ayo jalan!"
Soleh menjalankan motornya.
"Kenapa ingin ikut ke rumah segala?"
"Kangen sama nenek dan kakek"
"Ibu dan Bapak, sayang"
"Ehmm iya, ibu dan bapak"
"Kangen ibu dan bapak, atau tidak mau jauh dari aku?"
"Kangen nenek eeh ibu dan bapak!" Cantika mencubit pinggang Soleh.
"Aduuh, sakit sayang"
"Umm tahu nggak Paman Soleh"
"Tahu apa?"
"Sayangnya Paman Soleh sekarang berasa beda kedengarannya di telinga Cantika"
"Sama saja, sayangnya berasal dari lubuk hatiku"
"Tahu, tapi nada sayangnya itu yang beda"
"Oh ya, beda bagaimana?"
"Sayangnya genit!"
"Genit bagaimana?"
"Ya genit, seperti ingin mencubit"
"Itu gemes, bukan genit sayang"
"Ya seperti itulah"
"Masa sih?"
"Iya, yang dengerkan Cantika"
'Cantikaku yang cantik, biasanya tidak sepeka ini tentang hal-hal seperti ini, tapi kenapa sekarang bisa berubah jadi lebih peka ya?'
Mereka tiba di rumah Soleh, disambut oleh orang tua Soleh.
Cantika sudah asik mengobrol dan bermanja dengan ibu Soleh. Sementara Soleh sudah kembali ke rumah Raka, untuk pergi ke kebun bersama.
--
Cantika mengambil ponselnya dari atas meja. Karena ada yang menelponnya.
"Assalamuallaikum Nul"
"Walaikum salam Cantika cantik"
"Ada apa Nul, mau ngajakin rujakan lagi?"
"Enggak, ada yang mau aku ceritakan sama kamu"
"Apa?"
"Tapi kamu jangan marah ya"
"Ada apa sih, cerita aja Nul"
"Begini, ehmm aku tadi siang habis dari pasar"
"Terus!"
"Ehmm di pasar ibu-ibu pedagang lagi bergosip"
"Iih itukan sudah biasa kalau mereka suka gosip"
"Tapi ini gosipnya menyangkut kamu Cantika"
"Aku!?"
"Iya"
"Aku digosipin apa?"
"Kamu jangan marah ya kalau aku cerita"
"Iya, bilang aja Nul"
"Mereka bilang, kamu..ehm...kamu...aku nggak tega ngomongnya Cantika. Ini fitnah yang keji banget!"
"Ada apa sebenarnya Nul? Siapa yang difitnah?"
"Kamu yang difitnah Cantika!"
"Aku!? Mereka bilang apa tentang aku?"
"Mereka bilang ... mereka bilang, kamu hamil"
"Apa!?" Cantika langsung terlonjak bangun dari duduknya.
"Siapa yang menyebarkan gosip fitnah itu Nul?"
"Aku sudah mencoba mencari tahu, tapi tidak ada yang mau bicara, mereka malah menghinaku"
"Katakan, mereka itu siapa Nul?"
"Ibu-ibu yang punya toko di pasar"
"Siapa diantara mereka yang kamu kenal?"
"Acil Ita"
"Aku harus ke sana sekarang, aku harus tahu siapa yang sudah memfitnah aku, dan menyebarkan gosip ini Nul"
"Aku temani ya, jemput aku di rumah"
"Ya, aku akan jemput kamu"
Cantika meraih kunci motornya, lalu lari menuruni tangga.
"Amma, Cantika mau ke pasar sebentar ya"
"Mau apa sayang"
"Ada janji sama Nul, assalamuallaikum Amma"
"Walaikum salam, hati-hati Cantika!"
Cantika mengeluarkan motornya dari garasi. Lalu memacu motornya menuju rumah Nur.
'Siapapun yang sudah menyebarkan berita fitnah ini, harus mendapat pelajaran, jangan dipikir karena badanku kecil dan aku dimanja lalu bisa difitnah semena-mena! Fitnah yang sangat keji! Pegangan sama cowok saja tidak pernah, bagaimana bisa hamil? Eeh pernah, pegangan sama Paman Soleh, tapi cuma peluk dan cium kepala.
Apa sih maunya penyebar fitnah ini? Ada dendam apa sama aku? Aku ini baik, cantik, sopan, tidak pernah punya masalah dengan siapapun, lalu kenapa orang itu mencari masalah denganku?'
Pikiran Cantika terus bekerja, berusaha mengingat kesalahan apa yang sudah ia buat. Sampai harus menerima fitnah super keji seperti ini.
***BERSAMBUNG***