***Soleh***
Aku membaringkan tubuh, di atas ranjang yang tidak terlalu besar. Aku teringat saat dimana aku menyadari perasaan sayangku pada Cantika berubah menjadi cinta.
Empat tahun lalu, saat Cantika pergi berlibur keliling Eropa bersama keluarga Omanya, satu bulan kami tidak bertemu. Dan itu adalah perpisahan paling lama di antara kami.
Perpisahan yang melahirkan kerinduan luar biasa, mendatangkan kegelisahan yang baru pertama aku rasakan. Saat itulah aku menyadari, aku sudah jatuh cinta kepadanya.
Perasaan yang seharusnya tidak boleh ada, tidak pantas ada, karena aku sadar sepenuhnya, aku tidak pantas untuk Cantika.
Rasa ini akan tetap aku jaga, seperti aku akan terus menjaganya. Sampai dia menentukan pilihan hatinya.
Pilihan pada pria yang akan menjadi suaminya.
Aku ikhlas untuk melepasnya, aku akan pergi setelah hari pernikahannya. Agar dia tidak lagi bergantung padaku, sudah waktunya ia bergantung pada suaminya.
Ya Allah
Aku memang mencintai Cantika.
Tapi aku hanya ingin mencintainya, tidak ingin memilikinya.
Cantika pantas mendapatkan yang lebih dari aku.
Dia gadis baik, dari keluarga baik.
Pantas mendapatkan yang paling baik.
Ya Allah
Tolong jaga ketulusanku.
Jaga cintaku agar hanya aku dan KAU yang tahu.
Jaga hatiku, jaga tutur kataku, jaga sikapku, jaga akhlakku agar tetap dalam ridhoMu, aamiin.
--
**Author**
Cantika sudah mengeluarkan mobilnya dari garasi.
Ia bersiap untuk pergi ke kantornya. Kantor tempatnya bekerja adalah kantor cabang perusahaan batu bara milik kakeknya.
Kantornya berada di pusat kota Banjarbaru. Hanya beberapa belas menit perjalanan dari tempat tinggalnya.
"Cantika!"
"Ya Amma"
"Sebelum pergi, mampir dulu ke rumah Paman Solehmu ya"
"Ada apa Amma?"
"Berikan ini pada Paman Solehmu" Tari memberikan bungkusan yang cukup besar pada Cantika.
"Apa ini Amma"
"Ikan asing telang, sepat, dan garih haruan"
"Untuk apa Paman Soleh dikasih ini?"
"Dia mau pergi ke Jawa, ada acara pernikahan saudara sepupunya. Amma titip itu untuk nenekmu (ibu Soleh), kemaren Amma telpon, nenek minta dibawakan apa, katanya minta itu"
"Kok Paman Soleh tidak cerita kalau mau pergi!?"
"Dia lupa barangkali, antar itu ya"
"Iya Amma"
Cantika masuk lagi ke dalam rumah untuk berpamitan pada Raka dan Tari. Baru menjalankan mobilnya ke rumah Soleh yang hanya terpisah beberapa rumah dari rumah orang tuanya.
"Assalamuallaikum" Cantika langsung masuk karena pintu yang terbuka.
Tidak ada sahutan, ia masuk lebih ke dalam.
"Assalamuallaikum, Paman Soleh!"
Cantika sudah berada di ruang tengah. Dilihatnya ada amplop tergeletak di atas meja ruang tengah.
Nama perusahaan besar di Jakarta tercetak di atas amplop itu.
Cantika tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka isi amplop itu. Diletakan titipan Ammanya di atas meja, diambil lalu dibukanya amplop itu dengan rasa penasaran luar biasa.
Panggilan wawancara.
'Apa maksudnya? Apa Paman Soleh akan bekerja di Jakarta?"
"Cantika!" Seru Soleh yang sudah berada di dekatnya.
"Apa maksudnya ini Paman?"
"Itu, aku akan menyusul Soleha ke Jakarta, aku..."
"Paman ingin pergi! Paman ingin meninggalkan aku!? Paman tidak sayang lagi sama aku!?"
"Itu baru panggilan untuk wawancara Cantika. Belum tentu juga aku diterima"
"Tapi ini artinya Paman sudah berniat untuk pergi, berniat meninggalkan aku sendirian!"
"Kamu tidak akan sendirian, ada Abba dan Ammamu"
"Kalau Paman pergi siapa yang akan mengantarkan dompetku yang ketinggalan, siapa yang akan mengantarkan bensin saat aku lupa mengisi bensin mobilku, siapa yang akan menjagaku!" Seru Cantika dengan berurai air mata.
"Kamu akan segera menikah sayang, kamu akan punya suami. Dia yang akan menjagamu nanti, dia yang akan menggantikan Paman untuk mengantar dompetmu, mengantar bensin untuk mobilmu, Paman ... Paman ... juga ingin punya kehidupan Paman sendiri Cantika" kalimat terakhir Soleh diucapkannya dengan terbata, karena ini kebohongan pertamanya pada Cantika.
"Apa maksud Paman dengan kehidupan sendiri!?"
"Aku ... aku ... aku juga ingin memiliki keluargaku sendiri ... aku ... aku ingin menikah juga Cantika, jadi tidak mungkin kamu bergantung selamanya pada Paman" ujar Soleh masih dengan terbata. Sekuat tenaga ia menahan air matanya.
"Jadi Paman benar-benar ingin meninggalkan aku!?"
"Ya, tapi tidak sekarang Cantika. Aku akan menunggu sampai kamu menikah, aku ... Cantika ... Cantika!" Soleh berusaha mengejar Cantika yang lari ke luar rumah. Cantika membawa mobilnya menjauhi rumah Soleh, tidak dihiraukannya panggilan Soleh.
Air mata membuat pandangannya sedikit buram. Cantika menepikan mobilnya. Ia menangis dengan wajah menelungkup di atas setir mobilnya.
"Paman Soleh jahat! Paman Soleh keterlaluan! Kenapa ingin pergi dariku, apa sudah bosan dengan kemanjaanku? Apa sudah bosan menjagaku? Apa sudah tidak menyayangiku? Jangan pergi Paman, kalau Paman pergi aku ditemani siapa makan di luar, Abba tidak akan mengijinkan aku ke luar malam tanpa ditemani Paman, kalau Paman pergi, siapa yang bisa mengantarku ke mall, jalan-jalan. Karena Abba tidak mengijinkan aku pergi tanpa Paman Soleh, lebih baik aku tidak menikah dari pada kehilangan Paman Soleh"
Cantika terus menangis, pikiran polosnya tidak bisa memahami apa sesungguhnya yang dirasakan Soleh kepadanya.
Tok ... tok....
Suara ketukan di kaca mobil membuat Cantika mengangkat kepalanya.
Soleh berdiri di sisi mobilnya, memberi isyarat agar Cantika membuka kaca mobilnya.
Bukannya membuka kaca mobil, Cantika justru menyalakan mobilnya, lalu meninggalkan Soleh yang berdiri diam termangu.
Soleh merasa hatinya seperti diremas-remas.
Sakit.
Lebih sakit dari pada saat ia menyadari, kalau ia tidak pantas memiliki cinta Cantika.
Sakit.
Karena ini untuk pertama kalinya Cantika semarah ini padanya.
'Cantikaku sudah dewasa, kemarahannya bukan lagi ngambek biasa seperti saat dia kecil. Saat kecil, ngambeknya akan hilang begitu dibawa jalan-jalan naik motor, tapi sekarang, entah bagaimana aku bisa meredakan kemarahannya. Hhhh ... aku harus terbang hari ini, besok hari pernikahan saudara sepupuku, lusa aku akan terbang ke Jakarta untuk wawancara, kita akan berpisah untuk sementara Cantika. Aku berharap saat aku pulang kemarahanmu sudah menghilang'
Soleh kembali ke motornya yang tadi ia parkir di belakang mobil Cantika.
Dua titik air di sudut matanya ia seka dengan cepat.
'Dia akan baik-baik saja Soleh, dia pasti akan baik-baik saja'
***BERSAMBUNG***