"Siapa bilang Paman tidak sayang Cantika" Soleh kembali duduk di tempatnya. Jarak mereka cukup jauh. Meskipun hubungan mereka sangat dekat. Tapi Soleh selalu berusaha untuk tidak menyentuh Cantika sejak Cantika sudah beranjak remaja.
"Kalau Paman sayang, kenapa Paman berniat pergi dari sini?"
Soleh menarik napasnya dengan berat.
"Kalau Paman tidak pergi, kasihan nanti suami Cantika. Pasti ia merasa perhatian Cantika terbagi untuknya juga untuk Paman"
Cantika menatap Soleh dengan tatapan polosnya.
"Kata Amma, kalau Cantika menjatuhkan pilihan pada pria yang tepat, maka Paman tidak akan pergi dari sini, sekarang katakan, Paman ingin Cantika pilih yang mana, biar Paman tidak pergi dari sini" ujarnya dengan wajahnya yang masih tanpa senyuman.
Soleh mengerjapkan mata, pikirnya kenapa Tari berkata begitu pada Cantika. Ada apa sebenarnya?
"Paman! Tuh kan Paman tidak mendengar Cantika bicara apa, ya sudah Paman pulang sana, Cantika tidur aja, habisnya dicuekin!" Cantika merentak berdiri dari duduknya. Tanpa sadar Soleh menggapai lengan Cantika.
"Jangan pergi!" Ucapnya spontan, ucapan yang keluar dari lubuh hatinya yang paling dalam.
Cantika menatap pergelangan tangannya yang digenggam erat oleh Soleh.
"Maaf" cepat Soleh melepaskan pegangannya.
Keduanya jadi terlihat salah tingkah. Mereka berdua kembali duduk seperti semula. Soleh menggaruk kepalanya, ia merasakan suasana yang tidak biasanya terjadi diantara dirinya dan Cantika.
"Kenapa diam? Cepat jawab Paman!?"
"Eeh jawab apa? Apa pertanyaannya?"
"Tuh kan, aku bicara tidak didengarkan, enghh Paman Soleh melamunkan Tante Niken ya?"
"Eeh siapa? Niken siapa?" Tanya Soleh bingung.
"Iiih sok nggak kenal, padahal Foto bareng waktu di Jakarta!"
"Foto bareng di Jakarta? Oooh ... sepupunya Mas Guntur, kok Cantika tahu kalau Paman foto bareng? Cantika punya teropong ajaib Doraemon ya?"
"Nggak lucu tahu! Cepat jawab pertanyaan Cantika tadi!" Desaknya dengan wajah cemberut.
"Pertanyaannya yang mana sayang, boleh tidak Cantika cantik ulang pertanyaannya" pinta Soleh dengan wajah dan suara lembutnya.
"Paman minta Cantika pilih siapa jadi suami Cantika. Kata Amma kalau pilihan Cantika tepat, Paman tidak akan pergi"
'Kalau kamu memilih aku, aku pasti tidak akan pergi Cantika. Tapi sayangnya aku bukan bagian dari yang harus dipilih, aku berada di luar arena pertarungan, aku hanya mampu menjadi penonton saja, penonton yang akan melihat sang pemenang membawamu ke mahligai pernikahan'
"Pamaaaan!!"
"Eeh apa?"
"Kenapa sih melamun terus, sudah pulang sana. Cantika mau tidur aja"
"Jangan marah dong sayang, Paman sedang mengingat-ingat siapa saja yang melamarmu"
"Jawab sekarang!"
"Eeh ... bukan Paman Soleh yang harus menjawab, tapi hati Cantika yang menentukan pilihan, seperti Amma bilang, jangan terpaku pada nama-nama yang sudah kamu tuliskan" ujar Tari yang muncul bersama Raka dengan masing-masing membawa 2 piring nasi goreng.
"Ummm Amma"
"Sudah jangan cemberut, nih makan dulu" Tari menyerahkan nasi goreng pada Cantika. Begitupun Raka menyerahkan satu piring nasi goreng pada Soleh.
"Umm ... kalau begini, aku merasa semakin tua Aa"
"Kenapa Yank?"
"Ada putri kita, umm ... anggap Soleh menantu kita, ti.... "
"Uhuuk, uhuukk, uhukkk!" Soleh tersedak nasi gorengnya demi mendengar ucapan Tari.
"Paman, makannya pelan-pelan dong!" Cantika menyerahkan air kepada Soleh.
"Tinggal cucu yang belum ada" sambung Tari, seakan ia tidak tahu kalau Soleh sudah tersedak karena ucapannya.
"Cantika, waktumu untuk menentukan pilihan tinggal 2 minggu lagi. Sholat istikharah ya sayang, minta petunjuk Allah yang mana yang terbaik menurut Allah" ujar Raka.
"Iya Abba" Cantika melirik ke arah Soleh, tepat saat Soleh juga tengah menatapnya.
Tari senyum dikulum melihatnya.
Tari tahu, kalau Cantika tidak menyadari perasaannya. Tapi Tari yakin Soleh memendam cinta mendalam untuk Cantika. Cinta tulus dari lubuk hatinya, itu terlihat jelas dari sorot matanya.
'Hhhhh kenapa aku baru menyadarinya sekarang, aku pikir perasaan mereka tidak akan berkembang seiring bertambahnya usia mereka. Tapi ternyata ... ya Allah semoga Cantikaku bisa memahami pada siapa sesungguhnya cintanya kini berlabuh, aamiin'
Tari kembali melayangkan pandangan secara bergantian antara Soleh dan Cantika.
---
"Assalamuallaikum, Paman di mana?"
"Walaikum salam, Paman baru selesai sholat Ashar sayang"
"Cantika tunggu di depot es teler di depan"
"Es teler, Cantika kamu ti..."
Sambungan terputus. Soleh menarik napas panjang.
Cepat ia menuju depot es teler depan dengan menaiki motornya.
"Ada apa? Dompet Cantika ketinggalan?"
"Tidak, Cantika mau bicara penting sama Paman"
"Bicarakan bisa di rumah sayang, kenapa di sini. Cantika makan es teler lagi. Nanti batuk flu mu kambuh"
"Di rumah ada Amma, ntar Amma nguping!"
"Ada apa sih?"
"Minum apa Soleh?" Tanya Acil depot es teler.
"Jus alpukat saja" jawab Soleh.
"Ada apa?" Soleh mengulangi pertanyaannya, ia mengambil sebungkus kacang goreng dari dalam toples di atas meja.
"Soal yang suami pilihan Cantika, Paman"
"Maksudnya?"
"Menurut Paman, siapa yang harus Cantika pilih?"
"Pilihlah sesuai dengan kata hatimu sayang, Cantika sudah sholat istikharah belum?"
"Sudah"
"Lalu"
"Bayangan Paman nih mengganggu Cantika terus, gimana bayangan calon suami Cantika bisa kelihatan!"
"Uhuukk...uhuukk...uhuukk!" Soleh tersedak kacang yang tengah dimakannya.
Cantika menyodorkan sendok berisi air es dari es telernya, karena jus alpukat Soleh belum siap.
"Iih kenapa sih Paman tersedak terus, pasti ada yang lagi kangen sama Paman nih. Huuh pasti Tante Niken genit itu deh yang kangen sama Paman. Paman di Jakarta ngapain aja sama Tante genit itu, pegang-pegangan ya, awas loh! Cantika bilangin Abba nanti. Kata Abba, bukan muhrimkan dilarang pegang-peganganan. Hayo ngaku Paman ngapain sama Tante Niken, iiih Paman mulai genit-genit ya sama cewek, baru sehari tinggal di Jakarta sudah berani pegang cewek, bagaimana kala satu minggu di sana!?" Cerocos Cantika seakan bibirnya tidak lelah berkata-kata.
Cantika tidak tahu kalau saat ini jantung Soleh tengah berpacu cepat. Hatinya berdesir kuat. Efek dari ucapan Cantika tentang bayangannya yang mengganggu dan menghalangi Cantika untuk menentukan suami pilihannya.
'Ya Allah..
Aku takut berharap...
Aku takut meminta...
Aku takut...
Tapi jika takdirMU memutuskan, kalau Cantika adalah jodohku.
Maka
Akan kujaga dia.
Akan kucintai dia.
Akan kusayangi jiwa dan raganya, dengan seluruh jiwa dan ragaku.
Itu janjiku, aamiin'
"Pamaaann!! Iih apa sih melamun terus, jawab dong!"
"Ehmm jadi wajah siapa yang sering terbayang?"
"Wajah Paman, tadikan Cantika sudah bilang"
"Tidak ada wajah yang lain?"
"Gimana bisa terbayang wajah yang lain. Wajah Paman segede gaban begini"
"Ehmm kalau nama seseorang, nama siapa yang sering terlintas?"
"Ya nama Pamanlah, kan nama Paman yang setiap hari aku panggil, Paman Soleh...Paman Soleh..Paman Soleh...!"
"Owhh begitu ya"
"Iya begitu! Jadi bagaimana?"
"Bagaimana apanya?"
"Iiih, jadi siapa yang harus Cantika pilih Pamaaaan!"
"Amma bilang, boleh memilih yang tidak ada di daftar pelamarkan?"
"Iya, terus!"
"Ehmmm"
Soleh di terjang badai kebimbangan, ia tidak ingin seperti mempergunakan kepolosan Cantika untuk memilikinya.
'Ya Allah
Tolong jaga hatiku, jaga hatiku, jaga hatiku, jangan biarkan nafsu menguasaiku, aamiin'
"Paman Soleh, terus apa!"
"Cantika cerita saja sama Amma nanti apa yang Cantika ceritakan ke Paman, soal bayangan dan nama yang terngiang itu ya. Amma pasti tahu jawabannya"
"Iih kenapa jadi harus tanya Amma sih, hhhh ya sudahlah, Cantika pulang duluan. Cantika lupa bawa dompet, bayarin ya hehehehe, assalamuallaikum Paman Soleh sayang" ujar Cantika sembari tertawa sebelum menuju motornya.
"Eeh Acil, yang bayar Paman Soleh ya!" Serunya.
"Iya" jawab Acil depot es teler.
Soleh memandangi Cantika sampai hilang dari pandangannya.
"Walaikum salam, Cantika cantikku tersayang" gumam Soleh akhirnya.
"Siapa yang tersayang Soleh?"
"Eeh Acil, adalah hehehe" jawab Soleh tersipu.
***BERSAMBUNG***