Miya dibesarkan dengan kasih sayang yang minim—ayahnya sibuk bekerja sementara sang ibu lebih banyak berbaring di ranjang rumah sakit. Leukimia membuat sosok wanita lembut yang memiliki sorot mata sehangat Mentari pagi, harus kalah dan meninggalkan Miya di usia yang masih belia. Kendati begitu, ada satu pelajaran penting yang ibunya tinggalkan bagi Miya; sikap keras kepala dan tak mau mengalah apalagi saat direndahkan.
Maka itulah yang Miya lakukan sekarang. Meski rasa sesak di hatinya besar sekali—seolah bisa meledak sewaktu-waktu, tapi langkah Miya terayun dengan mantap. Menghampiri pria yang menjadi kekasihnya, serta mengabaikan gadis gila yang baru saja memancing emosinya. Lantas …
PLAK!
Satu tamparan keras Miya beri pada Rhett. Saking kerasnya, wajah pria yang sebenarnya Miya cintai itu memerah dan sudut bibirnya terluka.
“Kau!” pekik Rhett dengan sorot tak terima. “Apa yang kau lakukan?” Ia pun bersiap menerjang Miya. Tamparan yang Miya beri membuat sebagian teman kampusnya memberi perhatian dan Rhett tak suka hal itu.
Akan tetapi, Miya tak peduli. Kali ini langkahnya kembali mendekat pada gadis yang menatap Miya dengan sorot agak gelisah. “Kau marah karena aku mengatakan kejujuran?” tanya Vero sembari melipat tangannya di d**a. Tatapan matanya masih berusaha untuk memandang rendah Miya. Bagi Vero, keberadaan Miya di kampus ini adalah saingan utamanya.
Terutama memperebutkan perhatian Rhett, yang kini berpaling padanya. Vero merasa sangat senang dan akan terus membuat Miya merasa tersudut apalagi dengan keadaan hidupnya sekarang. Ayolah, kesempatan yang sangat langka membuat nama Miya Ashton tercoreng dan buruk di mata orang lain.
“Tidak,” sahut Miya dengan tenangnya. Ia sudah berada di depan Vero, menatap lawan bicaranya dengan seringai tipis. “Kau menyukai kekasihku, kan? Karena apa yang aku alami, kau merasa kau lebih pantas ada di sisinya?”
Vero mendongak dan tersenyum remeh. “Oh, Miya Ashton mengakui jika mengalami kebangkrutan? Aku tak sabar melakukan donasi siapa tahu kau butuh uang banyak untuk memenuhi hidupmu.”
Tangan Miya terkepal kuat tapi ia berusaha tenang. “Kau tak menjawab pertanyaanku, Bitch.” Tanpa peduli jika nanti ia akan terlibat masalah yang lebih besar, tangan Miya menarik kencang rambut panjang Vero. Membuat gadis itu memekik kesakitan dan berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman gila milik Miya.
“Kau gila! Lepaskan aku, Miya Sialan!”
“Enak saja.” Miya terkekeh. “Ini balasan karena kau menyulut emosiku. Aku tak peduli jika kau merebut Rhett dariku. Lagi pula pria itu tak ubahnya seperti pria murahan, yang pantas bersanding dengan gadis murahan juga seperti dirimu.” Miya menyeringai penuh kemenangan. Tapi itu tak berlangsung lama, lantaran Vero dengan sekuat tenaga memberi serangan balasan.
Pergulatan di pagi hari, dengan drama yang terlihat seperti memperebutkan seorang pria, serta banyak hinaan yang keluar dari mulut Vero, disaksikan banyak orang. Serta fakta yang mengejutkan terdengar oleh mereka yang menonton dan menyoraki keributan itu. Sebagian mendukung Miya, sebagian lagi ada di sisi Vero.
Hal itu membuat keributan yang cukup besar sampai …
“Mau sampai kapan kalian bergulat seperti itu? Perlu saya siapkan ring tinju?”
***
Miya meringis perih lantaran kapas yang dibasahi alcohol, mengenai lukanya. Sudut bibirnya terluka, pipinya terdapat luka lebam yang kebiruan, belum lagi tangan serta kakinya terdapat banyak goresan kuku Vero yang sialannya, cukup tajam. Tapi setidaknya, hal yang sama juga Vero rasakan. Penampilan gadis murahan itu tak lebih buruk dari Miya. Karena itu juga, Miya menyeringai puas.
“Lihat?” Vero menuding sudut tempat Miya mendapatkan pengobatan. Ia masih tak terima dengan semua perlakuan yang didapatkan karena Miya. “Gadis sialan itu benar-benar butuh diberi pelajaran! Aku tak akan tinggal diam! Akan kubuat Miya Ashton membayar semua hal ini!”
Salah seorang guru yang mendampingi Vero hanya bisa menghela pelan. “Kau bisa tenang dulu? Lukamu harus segera diobati.”
“Tidak perlu,” cegah Vero segera. “Aku akan mendatangi rumah sakit dan melakukan visum. Aku juga akan menuntut Miya dengan pengacara terbaik di negeri ini dan kupastikan, gadis berengsek itu memohon ampun padaku.”
“Kau yakin?” sela Miya sembari terkekeh. “Meski aku seperti yang kau katakan, aku tak mungkin tinggal diam dengan tingkahmu yang murahan, b***h!”
“Kau!” Vero kembali merangsek mendekat pada Miya yang duduk santai ditemani Tessa, sahabatnya. Mau tak mau Tessa harus melerai mereka. Ia pun berdiri di tengah keributan yang mungkin sebentar lagi akan terjadi. Jika tak dicegah, pergulatan di ruang rector ini akan terulang seperti beberapa saat lalu.
“Apa kalian tak bisa tenang?” Tessa berkata dengan suara cukup lantang.
“Duduk, Verocina Lodge!” Suara itu juga berasal dari guru yang mendampingi Vero dan mengobatinya. “Jangan berbuat onar atau hukumanmu bisa lebih besar dari apa yang kau kira.”
Vero berdecih tak suka, sementata Miya hanya terkekeh meski hatinya mendadak tak keruan. Ucapan Ms. Thompson ada benarnya. Hukuman besar akan menanti mereka apalagi keributan dan pergulatan di koridor pagi tadi, dipergoki langsung oleh pemilik universitas ini; Pak Victor.
Seorang pria yang bisa dibilang terlalu muda untuk menjabat sebagai salah satu rector penting dan pemilik Universitas Hillarious yang tersohor. Rambutnya cokelat gelap dengan manik mata yang serupa, tubuhnya tinggi tegap dengan proporsi yang sempurna. Namun ketampanan yang dimiliki seorang Victor Wyatt tak berbanding lurus dengan perilakunya.
Victor terkenal sebagai salah seorang pengajar kelas ekonomi menengah yang sangat disiplin. Tak menoleransi mahasiwa yang belum mengerjakan tugas. Senang sekali membuat hukuman tak masuk akal agar siswanya paham, jika sudah berada di lingkungan sekolah, mereka harus patuh dan tunduk pada aturan. Serta … dia pemilik sekolah yang sangat dingin dan kaku.
Karena hal ini pula, bulu kuduk Miya meremang. Membayangkan hukuman apa yang akan ia terima akibat keributan tadi. Meski ia bisa membela diri, tapi … pantauan serta banyak orang yang akan setuju dengan pernyataan Vero mengenai siapa yang lebih dulu menyerang. Tanpa sadar, Miya menghela penuh frustrasi.
“Kau kenapa?” tanya Tessa yang kembali memfokuskan dirinya pada Miya. “Lukamu belum sepenuhnya aku obati. Diamlah sebentar. Kau ini terlalu bar-bar.”
“Yang memulai pertengkaran itu bukan aku,” sungut Miya tak terima. Tapi matanya kini menatap lantai yang ia pijaki. “Aku … takut sebenarnya.”
Tessa mau tak mau tertawa meski kecil agar tak mengundang kecurigaan orang lain terutama Veronica yang masih menggerutu serta berusaha menjelaskan apa yang terjadi. Lengkap dengan berita kebangkrutan Grup Ashton. Sepertinya berita itu benar-benar membuat Veronica sangat senang.
“Jika kau beruntung, hanya diskorsing selama satu bulan.”
“Kau membuat takutku semakin besar,” dumel Miya. “Bicara denganmu tak menyelesaikan masalah.”
“Tapi aku salut, kau sangat berani.” Tessa mengacungkan jempolnya. “Dan kurasa satu kampus akhirnya tahu reputasi Rhett seperti apa.”
“Cih!” Miya berdecih tak suka.
Namun obrolan itu terhenti begitu sosok Victor Wyatt memasuki ruangannya. Hal itu juuga membuat Tessa serta Ms. Thompson undur diri dan berdoa, Miya juga Vero baik-baik saja menghadapi kemurkaan sosok Victor yang penuh intimidasi ini.
“Baiklah, apa yang bisa aku dengar dari kalian?” Victor menarik salah satu kursi yang ada di tengah ruangan. Di sisi kanannya, ada Veronica yang terus menatap sisi lainnya dengan kemarahan yang besar. Sisi satunya, Miya Ashton tampak berusaha untuk tenang. Wajah mereka berdua dihiasi plestes karena pergulatan yang terjadi pagi tadi.
“Dia yang memulai lebih dulu, Pak Victor. Dia menyerangku, menamparku, menjambakku—” Dan Veronica terus bicara tanpa jeda. Sesekali meringis kesakitan disertai isak tangis, sesekali juga ucapannya mengisyaratkan jika ia adalah korban dari kekejaman Miya.
Miya tau ia belum boleh bicara, ia hanya mendengarkan semua keluhan Vero dengan napas yang menderu. Wajahnya memerah menahan emosi karena banyak kejadian yang dibuat berlebihan oleh Veronica. Sialan!
“Dan aku tak akan tinggal diam, Pak Victor. Anda tahu keluarga Lodge memiliki pengaruh cukup penting di bidang hukum, kan? Aku sudah meminta orang tuaku menuntut ganti rugi serta balasan yang setimpal dari Miya. Aku tak terima dia memperlakukanku seperti samsak tinju!” seru Veronica dengan nada berapi-api. Ia merasa, dirinya pasti akan memenangkan pertarungan ini. apalagi kondisi Miya tak memungkinkan untuk bisa membela diri.
Keluarga yang sudah bangkrut, tak akan sanggup membayar pengacara untuk membela dari tuntutan yang akan Veronica berikan.
“Jika kau sudah puas bicara, silakan keluar Nona Lodge,” tunjuk Victor pada pintu ruangannya yang tertutup rapat.
“Tapi, Pak—”
“Urusan Miya dan hukumannya, pihak sekolah yang akan memutuskan.”
“Saya tetap tak terima jika Miya ha—”
“Keluar sekarang.” Victor melirik sinis pada gadis cantik yang menyebalkan itu. Apa yang Viktor lalukan membuat Vero merengut tak terima tapi tak bisa membantah keinginan pemilik sekolah ini. Akhirnya dengan berat hati, ia melangkah keluar.
Kendati begitu, Veronica yakin Miya tak akan semudah itu lolos dari hukuman. Dan ia juga akan bertindak lantaran tak akan menerima perlakukan Miya yang seenaknya ini.
Sementara itu, Miya merasa atmosfer di ruang Viktor Wyatt mendadak dingin. Sampai membuat bulu kuduknya berdiri semua. Miya sampai menelan ludah berkali-kali, gelisah dan takut menunggu datangnya hukuman untuknya. Yang paling parah … ia tak bisa lagi bersekolah di sini! Astaga, Miya tak pernah membayangkan jika sampai hal itu terjadi. Ini adalah semester terakhirnya sebelum ia meraih gelar sarjana.
“Maafkan aku, Pak Victor,” kata Miya dengan nada yang sangat pelan.
“Oh … kau mengakui kesalahanmu?”
Miya mengangguk sembari semakin tertunduk.
“Tak ada asap jika tak ada api. Iya, kan, Miya?”
“Saya … “
“Saya yakin ancaman Nona Lodge bukan perkara main-main. Sementara saya juga tahu, apa yang baru saja terjadi dengan keluargamu. Saya tak suka basa basi, Miya. Mungkin dua hari ke depan, kau berada dalam kesulitan yang tak bisa dihindari. Selain tentu saja, kau harus menghadapi hukuman dariku.”
“Tapi, Pak … jika bukan karena Vero yang memulai, saya tak ingin terlibat masalah.” Miya berusaha untuk berani menatap lawan bicaranya, meski setelah menatap sekilas manik mata cokelat terang milik Victor, Miya kembali menunduk. Apa-apaan tatapan itu! Sangat mengerikan!
“Satu-satunya kesalahanmu adalah kau tak sabaran. Kau selalu menggunakan emosimu untuk menyelesaikan masalah. Yang akibatnya … inilah yang terjadi.”
Miya kembali menunduk. “Maaf.”
“Apa maafmu bisa menyelesaikan masalah?” Victor mengetukkan jemarinya di meja. “Kau diskorsing sebulan. Tak boleh ikut kelas tambahan apa pun yang diselenggarakan pihak sekolah. Dan saat masuk kembali, kau harus presentasi hasil test akhirmu padaku. Bukan tim penguji lainnya.”
Miya menggigit bibir bawahnya dengan cukup keras. “Ba-baik, Pak.”
“Dan pihak sekolah tak akan ikut campur jika kau tersandung urusan hukum yang melibatkan Nona Lodge.”
Ini scenario terburuk dari apa yang terjadi di hidup Miya.
“Kecuali … “ Victor menyeringai tipis. Karena ucapannya ini, membuat Miya mendongak dan beradu pandang dengannya.
“Kecuali apa, Pak?”
“Kau mau menuruti apa permintaanku.”
Kening Miya berkerut. “Permintaan Anda?”
“Termasuk mengembalikan seluruh asset yang disita, membungkam keinginan Nona Lodge untuk menjatuhkanmu, serta … kembali kuliah dengan normal.”
“Bisakah itu terjadi?” tanya Miya dengan herannya. “Anda … bercanda?”
“Tidak.” Victor bangun dari duduknya, melangkah ke meja kerjanya yang tak jauh dari posisi tadi. Lantas membuka salah satu laci dan mengeluarkan satu map biru. Menyerahkannya pada Miya sembari berkata, “Baca baik-baik apa yang tertera di sana. Jika kau menyanggupi, duniamu akan baik-baik saja.”
Miya segera membuka berkas yang diberikan oleh Victor dan hal yang pertama kali tertangkap oleh matanya adalah; Geheime Vertrag.
“Geheime Vertrag?” gumam Miya tanpa sadar.
“Kontrak rahasia,” kata Victor pelan, berbisik tepat di telinga Miya. “Antara kau dan … Tuan Damian Sawyer.”
Bola mata Miya serasa lepas dari cangkangnya. “Da-damian Sawyer?”
“Kau tentu mengenalnya, kan?”
“Tidak!” Miya langsung menutup berkas itu. “Aku tak akan mau terlibat dengan pria itu.” Lantas Miya segera menyambar tas yang ada di dekatnya. “Terima kasih sarannya, Pak Viktor. Hukumannya akan segera saya jalani.”
Viktor tersenyum maklum, sudah bisa menduga jika hal ini akan terjadi. “Kembalilah jika kau berubah pikiran,” katanya sebelum Miya meninggalkan ruang kerjanya.
Sementara Miya? Bersungut-sungut tak terima. “Adakah yang lebih gila dari ini semua?”