11|| AKU MERINDUKANMU

2138 Kata
Shoera menenteng kantong belanjaannya keluar minimarket, menyusuri jalanan menuju kost-an Azura. Langkahnya terhenti di depan tiang listrik. Selembar brosur lowongan kerja tertempel di sana. Ia membacanya, besar kemungkinan bekerja di kantoran sudah tidak ada harapan untuknya. Sementara ia dan Sky dituntut harus hidup. Shoera merogoh ponsel dari saku celana untuk mengambil gambar lowongan itu. Baiklah Shoera pekerjaan apapun kau harus ambil demi hidupmu dan putramu. Sekalipun menjadi tukang cuci. Jangan berkecil hati, sarjana pertanian saja bekerja di bank. Karena apa? Tuntutan hidup. Benak Shoera kemudian ia melanjutkan langkahnya pulang. “Sky,” Shoera mengetuk kemudian mendorong pintu masuk. Ia melihat putranya duduk di depan tv sambil menggambar. “Hai Mami,” ujar Sky masih sibuk dengan gambarnya. Shoera meletakkan barang belanjaannya di atas meja, melihat jus sayuran yang ia buatkan untuk putranya masih tersisa banyak. "Sky, kenapa tidak menghabiskan jus mu?" tanyanya. “Tidak enak Mi,” Sky mengeluh. “Sky ….” Shoera memasang wajah cemberut. “Pahit,” “Mami sudah bilang bahwa jus itu lebih baik dari obat yang kamu minum setiap hari.” “Baunya juga tidak enak, Mi.” Sky melirih. Shoera menghela nafas panjang, “Ini salah satu syarat pulang dari dokter, kalau sampai dokter mengetahui kau melanggarnya. Dokter akan memintamu kembali ke rumah sakit dan menginap disana.” “Mami….,”Sky berdecak malas, ia berhenti menggambar lalu menghampiri meja tempat jusnya berada. “Jangan diminum lagi.” larang Shoera, mengambil minuman jus dari tangan putranya. “Kenapa, Mi?” “Mami pikir jus ini sudah tidak bagus untuk diminum. Kelamaan dibiarkan terbuka.” Shoera membawanya menuju wastafel lalu membuangnya disana. “Maaf, Mami tidak marah kan?” tanya Sky, dengan raut sesal. Shoera berbalik melihat putranya. “kali ini Mami maafkan, besok kalau masih begini lebih baik kita kembali ke rumah sakit,” ucapnya bernada ancaman. Sky langsung mengangguk patuh, berjalan mendekati Ibunya lalu memeluknya. “Putra Mami harus patuh. Kau sayang sama Mami kan?" Tanya Shoera mengusap lembut kepala putranya. "Sayang, Mi," "Mami juga sangat menyayangimu." Shoera mengecup kepala putranya, ia mengingat tentang Elang. “Sky, Mami mau bicarakan sesuatu,” lirih Shoera, nadanya terdengar ragu. Sky mendongak masih memeluk Ibunya. “bicara apa?” “Ini mengenai Papi,” Sontak Sky melepas pelukan Ibunya, wajahnya seketika murung dan berlalu menuju depan tv. Duduk dan mulai sibuk dengan gambar-gambar nya. Shoera menghampiri, mengambil posisi duduk di sisi Sky. “kau masih marah pada Papi?” tanya Shoera. Sky diam, sibuk mewarnai pohon rimbun yang ia gambar. “Mami tidak sengaja bertemu Papi, dia bertanya tentangmu.” sambung Shoera. “Mami pasti mengatakan kalau Sky sakit?” sahut Sky, bertanya dengan nada marah. Shoera bergeming. “Benar kan?” tanya Sky memastikan, sebab ibunya terdiam. “Tidak. Mami tidak mengatakan apapun. Baiklah, jangan marah. Kita tidak perlu bicara tentangnya.” Shoera memeluk anaknya. Untuk sesaat mereka terdiam. “Dia sudah pergi dari hidup kita, Mi. ” lirih Sky dalam dekapan Shoera. *** “Apa tidak ada pekerjaan yang lain, Sho?” tanya Azura. Sahabatnya itu memutuskan melamar pekerjaan di rumah laundry. “Untuk sementara saja, aku tidak memiliki apapun saat ini.” kata Shoera membuka lemari pendingin. “Tapi kerja disini tuh berat, kau tidak terbiasa melakukan pekerjaan sulit seperti ini.” “Lebih sulit kerja di meja operasi Zura,” Shoera membawa dua minuman kaleng dan memberikan satu untuk Azura. “Ck, kau ini.” Ia membuka tutup kaleng kemudian meneguk minuman soda itu. “kau tidak berniat menerima tawaran Elang?” tanyanya kemudian. Shoera mengedikkan bahunya. Melihat Azura dengan seksama kemudian berujar dengan nada kecil. “Zura, Elang ngajak balikan.” Azura tersentak sampai tersedak minumannya sendiri. “Apa? Wah, dasar pria sialan. Lalu apa tanggapanmu?” tanya Azura, meletakkan kaleng minumannya di meja dengan keras. Shoera bergeming menelan ludah yang tercekat di tenggorokan, melihat ekspresi Azura yang tampak begitu marah ia ragu mengatakan yang sesungguhnya. Bahwa dia ingin kembali pada Elang demi Sky. “Yak, jangan bilang kau setuju, hah?” tanya Azura setengah berteriak. Shoera segera menggelengkan kepala. Salahnya menceritakan masalah ini pada Azura. “Dia memang asshole, memintamu kembali saat dia masih memiliki wanita lain.” Azura mendengkus. “jangan pernah mau kembali padanya. Mengerti?” Ia menggeram kesal. Shoera mengangguk, pelan-pelan membuka tutup kaleng minumannya. “Aku tidak melarangmu menerima bantuan darinya, seperti membantumu mendapatkan pekerjaan. Tapi untuk rujuk bersamanya? Jika sampai kau setuju, jangan harap berteman denganku.” tegas Azura. Shoera kembali mengangguk pelan. “Kau harus menolaknya.” “Baiklah aku akan menolaknya,” ucap Shoera mengangguk pasti. *** Shoera akhirnya bekerja di rumah laundry, ia ditempatkan di posisi setrika pakaian. Walau upahnya tidak besar namun, Shoera terlihat sangat bahagia. Setidaknya, ia tidak perlu bingung untuk biaya makan mereka. Shoera melakukan pekerjaannya dengan sangat hati-hati. Orang yang mengenakan jasa mereka dari kalangan elite. Satu lembar pakaian harganya diatas gaji mereka perbulan. Ia tidak ingin mengambil resiko dan berakhir di pecat. “Shoera, kau mahir membaca Gps?” tanya atasannya, menghentikan wanita itu melakukan pekerjaannya. “Mahir bu,” seorang pegawai lain mengambil alih pekerjaan Shoera. “Kalau begitu gantikan Timo mengantarkan pakaian ini.” wanita tambun memberikan tiga lembar jas yang telah dibungkus rapi dalam plastik. Shoera menerimanya dan membaca alamat pemilik jas. “Jas ini harus tiba disana tepat waktu. Ini kunci mobil.” kata wanita itu. “Baik, bu. bagaimana dengan pembayarannya?” “Client kita melakukan p********n lewat transfer. Kau cukup mengantarnya.” “Baik, bu.” Shoera membawa jas menuju mobil di halaman ruko tempatnya bekerja, meletakkan pakaian di bagian penumpang. Ia kemudian masuk bangku kemudi dan menghidupkan mesin mobil. Mencari lokasi rumah pemilik pakaian dalam Gps ponselnya, setelah menemukan titik lokasi. Shoera mengemudi kesana. Mengambil jalan pintas untuk segera tiba. Mobil Shoera berhenti di gapura perumahan untuk diperiksa security yang bertugas di sana. Setelah pemeriksaan selesai ia mengemudi masuk ke dalam perumahan dan mencari alamat sesuai yang tertulis di pada tanda terima barang. Shoera keluar dari mobil, mengambil jas dari bangku penumpang belakang. Membawanya menuju pintu masuk. Shoera menekan bel, sembari menunggu, ia menyiapkan dirinya untuk menyapa customernya. Pintu rumah terbuka dari dalam, “selamat pagi, bu. saya dari Laundry__” Shoera tertegun melihat wanita di hadapannya itu. Sama seperti Shoera, wanita itu menunjukkan raut terkejut. Namun, detik kemudian air mukanya berubah sombong. Ia menarik sudut bibirnya menatap Shoera dengan cemooh. “Lama kita tidak bertemu, apa kabar Shoera? Tentu kau masih mengingatku bukan?” tanya wanita itu. Ia mengambil pakaian dari tangan Shoera. Shoera mengangguk. “Kabar baik. Tolong berikan tanda tangan anda Nyonya,” Shoera menyerahkan tanda terima pada Vivian. “Kenapa buru-buru? Kita bisa duduk bersama dan minum teh. Elang juga ada di dalam, dia pasti terkejut melihatmu.” ajak Vivian. “Terima kasih Nyo__” “Shoera, kita seumuran, atau mungkin kau justru lebih tua. Kau bisa bicara santai denganku, tidak perlu formal.” katanya. Shoera kembali mengangguk, “saya membutuhkan tanda tangan anda.” ucap Shoera masih mengulurkan tanda terima pada Vivian. Vivian mengambil tanda terima lalu menggoreskan tanda tangannya disana. “aku akan menyampaikan komplain lewat telepon kalau ada masalah dengan pakaian ini.” katanya mengembalikan tanda terima pada Shoera. “Silahkan, kami tunggu.” ucap Shoera, kemudian mengundurkan diri dari tempat itu. “Shoera,” panggil Vivian menghentikan langkah Shoera. “Ramahlah pada pelan'ggan jangan tunjukkan wajah burukmu. Apa kau tidak mendapatkan pelatihan menghadapi customer sebelum diterima menjadi pegawai disana? Atau kau memang sengaja menguji kesabaranku.” ujar Vivian dengan tatapan pongah. Shoera meniup nafas pelan lalu berbalik dan mengulas senyum manisnya pada Vivian. “maaf. Mungkin saya terlalu terkejut dengan pertemuan kita ini. Itu sebabnya wajahku tampak buruk di hadapan Nyonya.” “Vivian! Kau cukup memanggilku dengan sebutan itu.” Vivian jengkel, dipanggil nyonya oleh Shoera membuatnya merasa sangat tua. “Baiklah, Vivian.” “Kau pasti sengaja datang kemari, benar bukan?” tukasnya. Shoera meletakkan kedua telapak tangannya di wajahnya. Ia menghela nafas lelah. “Bos memintaku menggantikan kurir yang tidak masuk bekerja. Aku tidak mengetahui bahwa pakaian ini milikmu.” jawab Shoera menjelaskan. Vivian mendengkus,” Namaku jelas-jelas tertera di sana.” ketusnya. Shoera mengulum bibirnya, rasanya ingin melempar wanita angkuh itu dengan ludahnya, sialnya dia harus menahan diri, ”Di dunia ini bukan hanya kau yang bernama Vivian.” ucap Shoera berusaha tetap ramah. Vivian tertawa, “kau benar, baiklah Shoera. Aku senang kita bertemu. Mengetahui kau bekerja disana, aku pastikan menjadi pelanggan setia Laundry kalian.” Shoera masuk ke dalam mobil tanpa menimpali ucapan Vivian. Ia tahu Vivian hanya membual dan menertawakannya dalam hati. Itu sudah pasti. Dan seperti dugaan Shoera. Vivian tergelak menuju kamar menertawakan pertemuannya dengan Shoera. Shoera seperti lelucon yang menggelitik. Wanita itu masih tetap payah. Ia berhenti tertawa begitu tiba di depan kamar. Membuka pintu dan masuk dengan langkah pelan. Ia menggantung jas di lemari pakaian milik suaminya. Pria yang selalu dingin padanya. Vivian melangkah pelan menuju ranjang, disana suaminya masih berbaring tidur. Begitu nyenyak seperti tanpa ada beban. Vivian mengingat bagaimana frustasinya Elang ketika Shoera menghilang dari hidupnya. Pria itu bahkan menamparnya, meluapkan kebenciannya padahal Vivian tidak pernah meminta Shoera pergi. Elang menyalahkannya, hanya karena Vivian mengakui dirinya sebagai pemilik cafe tempat Shoera bekerja. Kenapa wanita itu begitu istimewa, apa yang kurang dari dirinya hingga Elang tidak sedetikpun meliriknya sebagai wanita sampai saat ini. Apa yang akan kau lakukan jika melihatnya kembali, Elang? Vivian tersenyum miring mengamati wajah Elang di ranjang. “tetaplah mencintainya sampai usiamu berakhir. Aku berjanji tidak akan melepasmu sampai kapanpun. Hingga cintamu padanya berakhir sia-sia.” ucapnya dengan tatapan dingin. Kemudian meninggalkan kamar itu. *** “Zura, aku hanya ingin memastikan mereka baik-baik saja.” Elang terus mengikuti langkah Azura di lorong rumah sakit. Pria itu menginginkan alamat kost tempat Shoera tinggal. Azura berdecak kesal dan berbalik tiba-tiba sehingga Elang nyaris menabraknya. “aku mohon Zura.” Mohon Elang. “Elang sebenarnya apa yang kau harapkan dari Shoera? Kembali padanya?” Elang mendesah panjang, “baiklah, jujur aku menginginkannya kembali. Sangat.” katanya menekan pada kata terakhir. “Kau benar-benar gila. Dulu kau meninggalkannya demi wanita lain dan sekarang kau kembali sementara wanita itu masih bersamamu.” “Apa yang harus aku lakukan saat ibuku memohon Zura?” Elang menggeram marah. “Astaga, aku mengerti sudah melukai hati Shoera, tapi itu semua terjadi bukan karena inginku Zura.” sambungnya menekan jari-jemarinya di kepalanya. Berkali-kali ia harus menjelaskan masalah itu sampai ia merasa bosan. Azura menghela nafas panjang, “aku tidak mengijinkan kamu bertemu dengannya di kost- an aku . Telepon Shoera dan ajak dia bertemu di tempat lain. “ “Ya ampun, Zura. Kalau saja Shoera mengangkat telponku, untuk apa aku mengejarmu kesini.” sahut Elang, satu minggu setelah pertemuan mereka di rumah sakit. Elang tidak melihat wanita itu, Elang sudah mencoba menghubungi tapi, Shoera terus menerus mengabaikannya. Ia gila dan tidak tahan sehingga mendatangi Azura dan sialnya gadis di hadapannya ini menolak untuk memberitahu tempat tinggalnya. “Aku share lokasi tempat kerja Shoera. Kau bisa menemuinya disana.” Azura mengalah, ia merasa pusing di ganggu Elang. “Baiklah, itu pun tidak masalah. Terima kasih, Zura.” Elang berlalu meninggalkan Azura. “Ck, menyebalkan.” Gumam Shoera kembali melanjutkan langkahnya seraya merogoh ponsel dari saku jas putih yang ia kenakan. Mengirim apa yang ia janjikan pada Elang. Lokasi tempat kerja Shoera. Elang mengemudikan mobilnya ke luar parkiran rumah sakit, ia memeriksa notifikasi pesan. Senyumnya terbit begitu mendapatkan lokasi Shoera. Ia menginjak pedal gas mobilnya menuju lokasi. Tidak memakan waktu lama kini ia memasuki halaman parkir ruko. “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” resepsionis menyambutnya. “Saya mau bertemu dengan pemilik laundry, ” ujar Elang, mengeluarkan kartu nama dari dompet lalu menyerahkan pada resepsionis. “Mohon ditunggu saya panggil beliau.” Elang duduk menunggu pemilik laundry datang. tidak lama kemudian seorang wanita tambun mendatanginya. “Selamat siang, pak. Saya Mona, pemilik Laundry.” Mona mengenalkan dirinya. “Elang.” “Silahkan duduk,” Mona meminta Elang kembali duduk setelah berdiri menyambutnya. “Terima kasih, saya kesini untuk menemui karyawan anda yang bernama Shoera.” “Shoera?” “Benar, aku dengar dia pegawai baru.” Mona mencoba mengingat nama itu, “Oh, dia pegawai baru. Ada perlu apa pak?” tanya Mona penasaran. “Privasi. Jika anda berkenan saya akan membayar waktunya untuk dua jam.” ujar Elang. Mona tampak memikirkannya, “tidak perlu membayar waktu pegawai saya. Anda memintanya dengan baik.” Mona mengalihkan tatapannya pada resepsionis. “Panggil Shoera kemari.” perintah Mona. Tidak lama menunggu, Shoera datang menghampiri. Ia terkejut melihat Elang berada disana. Sementara pria itu sumringah melihatnya. “Bu,” sapa Shoera pada Mona. “Kau mengenalnya?” Shoera mengangguk. “Baiklah, anda bisa bicara dengannya.” ujar Mona pada Elang dan beranjak dari tempat itu. “Kau kenapa datang kemari?” tanya Shoera, ia tersentak lantaran Elang menariknya menuju pelukannya. "Aku merindukanmu, Sho. Kenapa tidak mengangkat telponku"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN