Intinya cowok yang sayang sama kamu, adalah cowok yang melakukan apapun demi kebaikan kamu"
***
"Ganti baju kamu!" ucap Erlangga dingin, cowok itu ikut masuk kerumah Qiana. Dan sekarang ia duduk di sofa. Tanpa membantah, gadis itu segera naik ke kamarnya dan mengganti bajunya dengan piyama berlengan panjang, dan celana panjang.
"Mana baju yang tadi? " tanya Erlangga lagi, ketika Qiana sudah turun ke bawah.
"A-aku simpan. Mau di cuci besok" jawab Qiana gugup.
"Sini... "
"Aku mau cuci be..."
"Aku bilang Sini! " Qiana memejamkan kedua matanya. Erlangga masih saja marah padanya. Lantas tanpa membantah, ia kembali ke atas untuk mengambil dress yang di kenakannya tadi.
"Ini..." Qiana menyimpan dress itu di atas meja. Lalu Erlangga mengambilnya, dan di bawa ke pekarangan belakang rumahnya Qiana.
"Lang mau di bawa kemana? " tanya Qiana. Gadis itu mengikuti Erlangga.
"Lang..." tanya nya lagi, karena cowok itu sama sekali tidak menghuraukannya.
"Lang jangan please... " gadis itu hendak merebut dress di tangan Erlangga ketika cowok itu hendak membakarnya.
"Diem!" ucap Erlangga dingin.
"Aku enggak akan pake lagi. Aku janji enggak akan pake dress itu lagi, tapi jangan di bakar Lang, jangan... Itu kenangan dari Wiwi, please jangan... " gadis itu hampir menangis.
"Memangnya aku peduli ini kenangan dari siapa! Ini baju bawa malapetaka buat kamu! Buat apa di simpen, enggak ada gunanya!" cetus Erlangga. Ia mulai membakar baju itu,
"Jangan... Hik... Hik... " gadis itu mulai terisak . Merasa sedih, karena baju kenangan dari sahabatnya itu kini perlahan menjadi abu. Gadis itu sama sekali enggak bisa menyelamatkannya karena Erlangga menahannya kuat.
"Kamu tega banget... Kamu tega Lang..." Qiana hendak mengambil baju yang sudah terbakar setengah itu. Namun Erlangga segera menarik gadis itu dan memeluknya erat, membiarkan gadis itu melepaskan emosinya di sana.
"Itu kenangan dari Wiwi... Itu huhu... " gadis itu tak bisa melepaskan dirinya. Hanya bisa melihat baju pemberian Wiwi terbakar habis, dan kini menjadi abu,
Demi apapun, Erlangga tak tega melihat gadisnya menangis perih seperti itu. Tapi kembali lagi, ini semua ia lakukan demi kebaikan Qiana. Tidak menutup kemungkinan, gadis itu akan kembali memakai dress tersebut, jika Erlangga tidak membakarnya.
Gadis itu lemas, karena tenaganya yang terkuras ketika berontak dan menangis tadi. Perlahan Erlangga melepaskan pelukannya. Merangkup wajah cantik itu begitu lembut, menatap kedua matanya yang sembab dan bengkak karena ulahnya.
"Aku bisa belikan berpuluh-puluh baju, untuk menggantikan baju itu. Aku bisa memberikan apapun, yang kamu mau. Ini demi kebaikan kamu. Aku sayang kamu". Erlangga mengusap airmata yang kembali merembes di kedua mata cantik itu.
Qiana menggeleng. "kamu enggak paham, Lang. Kamu enggak ngerti. Ini bukan soal apa yang kamu punya, dan apa yang bisa kamu beri." gadis itu menunduk. Airmatanya kembali berkeroyok.
"Ini tentang siapa yang memberi, dan untuk apa sesuatu itu di berikan. Itu kenangan... Itu... " gadis itu kembali terisak.
"Kami... " Qiana menggeleng, di teruskan malah semakin membuat tangisnya meluap. Lantas ia segera berbalik dan berlari menuju kamarnya. Erlangga menarik napas frustasi, apa ia lagi-lagi salah. Ia hanya ingin melindunginya, menjaganya, bukan niat untuk menyakitinya. Ia sangat cemas, ia takut kalau karena baju itu, akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan seperti yang di pikirkannya.
Maafkan aku...
_Lana_
"Mau makan apa sayang? " tanya Erlangga, saat ini mereka sedang istirahat di kantin. Qiana masih diam. Tidak! Sudah lima hari ini Qiana memang mendiamkannya. Mereka berangkat bersama, makan bersama, tapi Qiana tetap mendiamkannya. Dan Erlangga tidak tidak keberatan untuk itu. Ia akan melihat sampai mana gadisnya itu kuat marah padanya.
Ia tidak merasa bersalah, toh apapun yang di lakukanya. Hanya untuk kebaikan gadis itu.
"Hmmm... Kayanya makan bakso setan yang pedes enak nih, " celoteh Erlangga, membuat Qiana membuang tatapannya ke arah lain. Ia tahu cowok itu sedang memancingnya. Tentu saja itu akal bulusnya Erlangga, agar ia kembali seperti biasanya, secara bakso setan itu adalah bakso kesukaannya.
"Mmm... Apa lagi ya? Ah, iya rujak. Wihh! Kayanya seger jam segini makan rujak, " celoteh Erlangga lagi. Membuat Qiana menelan salivanya. Mendengar rujak membuat bibirnya sedikit tertarik ke samping. Demi apapun, rujak itu memang sangat menggoda bagi cewek itu.
Melihat tingkah absurd Erlangga. Ke empat sahabatnya hanya menggeleng saja.
"Yon, abang beliin rujak sama bakso setan Yon. Yang pedes Yon" ujar Erlangga dengan tatapan tak lepas dari wajah cantik yang saat ini masih cemberut menunduk.
"Siap! Laksanakan! " Dion berdiri sambil memberi hormat pada Erlangga laksana pemimpin upacara yang sedang memberi penghormatan ke pada pembina upacaranya.
Lantas segera pergi, lantas sepuluh menit kemudian cowok itu datang dengan membawa nampan yang di atasnya ada semangkuk bakso setan yang sudah di belah-belah, dan buah-buahan segar yang sudah di bubuhi sambal rujaknya yang sangat menggiurkan. Membuat Qiana menggigit bibirnya sendiri, menahan air liur yang hampir menetes di bibirnya itu.
"Wahhh! Seger banget bos. Ini buah ko, bisa seger kaya gini ya. " celoteh Zio,
"Ini bakso nya ya ampun. Wangi wuihhh! Sembriwing, heran ko, bisa ya bakso se-enak ini." celoteh Dion, seakan tidak peduli pada gadis yang kini tengah menatap bakso itu dengan penuh minat.
Erlangga senyum geli. Lihat saja, gadis itu sebentar lagi pasti merengek padanya menginginkan bakso dan rujak itu.
"Nyobain dong Yon? " Sean meraih sendok di tangan Dion, s****n! Teman-teman Erlangga memang s****n, mereka pasti se-kongkol buat manas-manasin Qiana.
"Wah! Rasanya gila, enak banget. Jeruk nipisnya pas banget, pedasnya, gurihnya, beuuhh Mantaappp!" celoteh Sean dengan wajah merem melek sambil mengunyah bakso tersebut.
Ihh, Qiana kesal bukan main. Perutnya mulai keroncongan. Masa iya harus merengek pada Erlangga, ikhh enggak banget, ingat dia sedang marah. Jadi, dia harus kuat. Gadis itu membuang tatapannya ke arah lain, dengan wajah muramnya. Namun sudut matanya tetap melirik pada Sean, Zio dan Dion. Yang tengah menikmati bakso setan dan rujak segar itu.
Entah kenapa perlahan tapi pasti kedua matanya basah. Perasaan marah, sedih, dan lapar menjadi satu. Iya sedih karena ingat bajunya yang di bakar Erlangga, ia kesal karena cowok itu enggak peka. Kalau saat ini ia benar-benar sedang lapar.
Tanpa gadis itu sadari Erlangga terus memperhatikannya. Ia senyum kecil, lalu ia memberi isyarat pada ke empat sahabatnya untuk meninggalkan meja itu, lantas beberapa menit kemudian datanglah seseorang mengantarkan bakso dan jus buah segar dan di simpannya di depan Qiana. Rupanya tadi Dion memang sudah memesan itu untuk Qiana karena suruhan Erlangga lewat pesan rahasianya.
Erlangga berjalan ke arah depan Qiana, dan berjongkok di bawah gadis itu. Menatapnya lembut dan hangat.
"Masih marah? " tanya nya. Qiana tak menjawab, tapi airmatanya merembes di kedua pipinya.
"Eh, malah nangis..." Erlangga merangkup wajah cantik itu, mengusap airmatanya lembut.
"Makan gih baksonya. Nanti keburu masuk" Erlangga merapihkan anak rambut gadis itu kebelakang telinganya, dengan begitu lembut.
Lalu tanpa menjawab, Qiana segera mencicipi bakso itu, dengan lahap. Erlangga mengacak rambut gadis itu.
"Aku sayang kamu"
Qiana tak menjawab. Ia menikmati, baksonya tanpa harus pusing-pusing menatap cowok menyebalkan yang sudah merusak bajunya itu.
Erlangga kembali duduk di sambing gadis itu, menatapnya senang. Bahwa gadis itu menikmati makan siangnya, meski belum mau bicara dengannya.
"Pulang Sekolah ajak Wiwi!" ucap Erlangga, membuat Qiana menatap padanya.
"Ajak Wiwi pulang Sekolah bareng kita. Kita ke Toko baju ke-sukaan kamu. Beli baju samaan lagi, tapi ingat yang sopan bajunya. "
Seakan tak percaya. Gadis itu menatap Erlangga lebih lama, apa benar cowok itu mengijinkannya pergi bersama Wiwi. Mengingat sudah lima hari menjadikan dirinya tahanan. Ia tidak bisa ber-interaksi bebas bersama sahabatnya itu, kecuali di waktu belajar. Dan tentu saja itu sangat susah, mengingat Erlangga sengaja membuat gadis itu datang telat ke kelas, dan pulang langsung di jemput lebih cepat. Sehingga tidak ada waktu untuk mereka mengobrol.
"Bener? " ucapan pertama setelah lima hari, membuat Erlangga berpesta ria di hatinya.
"Iya sayang. Nanti pulang sekolah, ajak Wiwi kita kesana bareng. Kalian pilih baju yang kalian mau. Tapi ingat yang sopan bajunya, jangan yang kaya kemaren" Qiana senyum dengan kedua matanya yang berbinar. Lantas ia mengangguk, dan melanjutkan makannya dengan lahap.
***
"Whatt! Sumpah lo, si kunyuk ngajak gue belanja baju. Demi apa lo? "decak Wiwi, seakan tak percaya dengan apa yang di katakan Qiana. Setelah hampir seminggu sahabatnya itu menghindarinya.
"Iya soalnya dress yang waktu itu lo beliin di bakar!" ucap Qiana dengan pelan, merasa tak enak pada sahabatnya itu.
"Whatt! Di bakar? Si kunyuk yang bakar baju yang gue beliin? " Qiana mengangguk pelan.
"Ihh, dasar tuh anak. Awas aja nanti" kesal Wiwi.
"Tapi nanti di ganti jadi lo jangan marah ya, Erlangga bilang dressnya enggak sopan. Kependekan, jadinya ia bakar. Lo jangan marah ya, please... "
Wiwi seyum misterius.
"Gue enggak akan marah. Tapi lihat aja, gue bakal bikin pacar lo bangkrut hihi..."
Senyum Wiwi membuat Qiana bergidik. Iya yakin sahabatnya itu akan menguras habis isi dompet Erlangga nanti. Waduh! Qiana enggak bisa bayangin gimana kekinya Erlangga nanti. Tapi bodo amat, ia juga kesal pada cowok itu. Anggap saja ini sebagai pembalasan karena sudah membakar baju kenangan yang sudah di belikan Wiwi untuknya.