Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama.

1093 Kata
Duk! "Akh!" pekik Zivaa ketika dia menabrak punggung kokoh lebar seorang pria didepannya hingga file di pelukannya jatuh karena kecerobohannya. Duk! "Ouch!" "Uh!" Bersamaan Zivaa maupun pria itu mengaduh menahan sakit sembari memegang kening mereka masing-masing. Hendak mengambil File yang jatuh malah beradu kening dengan pria itu yang berniat sama dengannya. Zivaa tersenyum canggung campur malu. Pasalnya, ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki kuliah di universitas ini tapi malah terjadi tragedi yang memalukan. "Ma-maaf, Mas, Sa-saya buru-buru karena hampir telat jam pertama mata kuliah," ucap Zivaa. "Bagaimanapun juga kamu harus hati-hati, Mba," sahut pria itu. Zivaa mengangguk, "Iya, Mas. Maaf sekali lagi, permisi," pamit Zivaa. Kemudian dia pergi. Masih dengan langkah tergesa-gesa membuat pria itu geleng kepala melihatnya. Beberapa menit sebelum kejadian, Bekerja sambil kuliah itu berat bestie ... bangun pagi, bersiap berangkat ke kantor, menempuh perjalanan yang selalu macet, sampai kantor pekerjaan menumpuk karena boss selalu kasih kerjaan terus menerus tanpa rasa iba sedikitpun. Jam kantor selesai, Zivaa harus gerak cepat keluar dari gedung perkantoran berganti tempat ke gedung kampus yang jaraknya sebenarnya dekat, itu pun kalau tidak macet. Zivaa Brianna, gadis berusia 22 tahun ini menjalani kehidupannya dengan sangat keras, dia harus bekerja di pagi hari dan kuliah khusus eksekutif di malam harinya guna menunjang kariernya. Jika kariernya bagus otomatis gaji yang dia dapat pun besar, karena dia juga tulang punggung keluarganya di kampung. Ibu dan adiknya yang masih sekolah berharap padanya sejak ayahnya meninggal lima tahun lalu. Mata kuliah pertama jam setengah tujuh, selesai sholat magrib. Zivaa buru-buru mengambil file dan tas-nya di kursi sebelahnya. Kemudian keluar dari mobilnya dan dia berjalan cepat sesekali berlari kecil takut terlambat mengikuti mata kuliah pertamanya di hari pertamanya juga di kampus ini. Karena terburu-buru mahasiswi tahap akhir itu tidak sengaja menabrak tubuh kekar seorang pria dari belakang, kejadian beradu kening pun tidak terhindari saat keduanya sama-sama berniat mengambil file milik Zivaa yang jatuh. Menghela napas panjang lega sambil menjatuhkan bokongnya di kursi, akhirnya Zivaa sampai di kelas tepat waktu. Sebelum kelas di mulai dan dosennya pun belum datang. Kedua matanya menyisir setiap sudut kelasnya yang baru. Kalau bukan karena patah hati Zivaa tidak akan sampai pindah kampus di akhir semesternya yang hanya tinggal sedikit mata kuliah dan skripsi ini. "Hai, gua Rara." Seorang wanita cantik mencolek pundak Zivaa kemudian mengulurkan tangannya ketika dia menoleh kebelakang. "Oh, iya. Gua Zivaa," balasnya. Keduanya berjabat tangan. Tidak hanya satu orang, akhirnya Zivaa berkenalan dengan seisi kelas karena dia mahasiswi baru sangat amat kentara sekali dan semuanya ingin berkenalan dengannya. "Ehem!" Suara dehaman seorang pria membuat seisi kelas terdiam seketika dan duduk rapih seperti anak SD begitu juga dengan Zivaa. "Selamat malam semuanya," salam sang dosen sembari menatap satu persatu mahasiswanya dengan tatapan yang dapat membuat mahasiswi klepek-klepek jika dipandang oleh Shaka. Arshaka Mahawirya. Dosen mata kuliah Public Speaking, status duda beranak dua, usia 45 Tahun. Pesonanya tiada tara, idola para mahasiswi karena penampilannya yang 'Hot' kata mereka kaum hawa. Padahal, Shaka sendiri merasa biasa saja dia sendiri bingung apa yang ada di dirinya yang terlihat 'Hot'? Deg! Shaka menatap seorang mahasiswi yang baru saja menabrak dirinya di lobby gedung fakultas beberapa menit yang lalu. Bersamaan dengan itu Zivaa pun menatapnya. Wanita itu tersentak. Dia tidak menyangka ternyata pria yang dia tabrak di lantai bawah itu ternyata seorang dosen. Dia kira seniornya. Penampilan Shaka tidak seperti pria seusianya, dia terlihat muda di usianya yang sudah kepala empat bahkan hampir kepala lima. "Ada mahasiswi baru di sini?" tanya Shaka tanpa melepas tatapannya dari Zivaa. Mau tidak mau Zivaa mengangkat tangannya. "Saya, Pak." Kalau tadi dia memanggil 'Mas' pada Shaka itu karena dia belum tahu status pria itu adalah dosennya. "Boleh maju ke depan?" pinta sang dosen yang diangguki oleh Zivaa. Wanita itu berdiri dan maju ke depan, menghadap ke semua mahasiswa yang duduk dan menatapnya penuh harap. Berharap mendapat informasi status lajang atau tidak mahasiswi baru tersebut. "Silahkan perkenalkan diri," sambung Shaka, sontak Zivaa melotot karena tidak menyangka ada tradisi seperti ini di kampus yang terbilang elit dan ternama. 'Seperti anak TK saja,' gerutu Zivaa dalam hatinya. "Selamat malam, Semuanya. Perkenalkan nama saya Zivaa Brianna, kalian bisa memanggil saya dengan nama kecil saya Zivaa, saya mahasiswi pindahan dari Universitas Ryu. Saya juga bekerja di salah satu perusahaan swasta di ibu kota ini. Saya pindah ke sini karena suatu hal yang tidak bisa saya beberkan di sini, saya berharap kedepannya kita bisa belajar bersamaan, skripsi sama-sama dan wisuda bareng." Kalimat Zivaa langsung mendapat ucapan 'Amin' dari beberapa orang di kelas ini. Selama Zivaa berdiri di depan dan memperkenalkan dirinya, Shaka terus memperhatikan mahasiswi barunya itu. "Apa ada lagi, Pak?" tanya Zivaa seraya menatap Shaka dengan lekat karena sedari tadi dosen itu intent memperhatikannya. "Good, terima kasih, Zivaa ...." "Zivaa Brianna, Pak," seru beberapa Mahasiswa membantu sang dosen. "Yup, Zivaa Brianna, kamu bisa kembali ke kursi kamu." Shaka mengulurkan tangannya mempersilahkan sang mahasisiwi kembali duduk. Kemudian Shaka menatap kepada para mahasiswanya dengan kening menyernyit. "Kenapa kalian diam? Tidak ada yang memberi apresiasi tepukan tangan?" Sontak semua langsung bertepuk tangan mendengar ucapan Shaka. "Saya meminta Zivaa maju ke depan untuk memperkenalkan diri bukan hanya karena dia mahasiswi baru yang patut kita kenal, di sini sejak tadi saya memperhatikan bagaimana cara dia berkomunikasi, saya ingin tahu sampai sejauh mana ilmu yang dia dapat dari universitas sebelumnya. Intonasi bicara dia bagus, penyusunan kata juga bagus, hanya kurang di interaksi dengan audience, dia tidak bertanya apakah yang diucapkannya sudah cukup jelas atau tidak, atau dia bisa melempar pertanyaan pada kalian 'Apa ada pertanyaan?' Seperti itu interaksi komunikasi yang baik," tutur Shaka panjang lebar memberikan ilmunya sebagai dosen mata kuliah public speaking. Shaka menarik napas dalam sebelum dia melanjutkan ke ilmu berikutnya. *** Beberapa saat kemudian, Jam pertama mata kuliah public speaking akhirnya selesai, Zivaa menghela napas lega, dia langsung merapihkan file dan alamat tulisnya ke dalam tas. Zivaa sibuk dengan dirinya sendiri, sementara ketika jam mata kuliah itu selesai beberapa mahasiswi langsung menghampiri Shaka dengan alasan ada materi yang tertinggal jadi minta sang dosen menjelaskannya lagi nanti lewat telpon, ada juga yang terang-terangan mengajak dosen itu makan siang. Banyak cara para mahasiswi cantik di sana merayu Shaka. Tapi dari semua mahasiswi yang mendekatinya, mata Shaka tiba-tiba tertarik menatap ke arah Zivaa. Bersamaan dengan wanita itu pun menoleh ke arahnya. Tatapan mata keduanya saling mengunci beberapa saat hingga Zivaa yang lebih dulu memutus tatapannya menoleh ke arah belakang karena ada seseorang yang menepuk pundaknya. "Zi, gua boleh minta nomer ponsel loe?" tanya seorang mahasiswa. Melihat interaksi mahasiswi dan mahasiswanya membuat hati Shaka memanas seketika dia sendiri merasa aneh sama dirinya sendiri. Ada apa dengan hatinya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN