Di Perjalanan
Lambok melihat wajah Lita yang dari tadi ditekuk. Tangannya bersedekap. Atala dan Vita diam saja. Mereka takut Papanya marah.
"Ada apa Lita? Kok dari tadi wajahnya ditekuk begitu?" Lambok melihat dari kaca spion.
"Papa ngapain sih bicala sama Mami Emily?" Ketus Lita.
"Loh memang nya kenapa, Sayang?" Tanya Lambok pelan. Lambok tetap fokus menyetir.
"Lita gak suka. Mami Emily jahat." Kata Lita yang mengerucutkan bibirnya.
Lambok meminggirkan mobilnya. Lambok memutar tubuhnya melihat ke arah Lita yang matanya sudah berkaca-kaca.
"Mami Emily jahat kenapa, Sayang?" Lambok mengulurkan tangannya pada Lita.
Lita berdiri dan memeluk Lambok. Lita menangis. "Ssstttt... Jangan nangis ya, kan ada Papa di sini. Kamu boleh cerita apa saja sama Papa."
Lita menggeleng. Mengusap airmatanya dengan kedua tangannya.
"Ada apa Kak Atala?" Tanya Lambok yang membahasakan Kakak untuk Lita dan Vita.
"Itu Pa...." Atala nampak ragu. Dia takut Papa nya marah.
"Katakan Nak, Papa gak akan marah. Papa akan melindungi Kalian. katakan sejujur nya sama Papa." Pinta Lambok lembut.
"Tadi waktu Aku dan Twins makan di Kantin, Mami Emily menghampiri Kita. Terus Lita baca doa makan seperti Mama mengajari Atala dulu. Kata Mami Emily, baca doa Kita salah. Mama mengajari Kita yang tidak benar." Atala mengusap matanya yang berkaca-kaca.
Lambok menghela nafas. "Benar begitu, Sayang?" Tanya Lambok pada Lita.
Lita mengangguk. "Hu uuhh..." Lita masih terisak.
Lambok mengusap rambut Lita yang tergerai panjang. "Kalian gak usah dengerin apa yang Mami Emily bilang ya." Kata Lambok lembut.
"Mama kalian gak akan mengajari Kalian hal yang tidak benar." Kata Lambok.
"Mama Kalian Hamba Allah yang sangat baik dan taat pada Allah. Jadi Mama Kalian tidak mungkin mengajari yang tidak benar pada Kalian." Jelas Lambok.
Atala dan Twins mengangguk.
Lambok mengecup kening Lita. "Sekarang, Sayang duduk lagi, ya. Papa sudah lapar ini. Bagaimana kalau Kita makan di Mall?" Ajak Lambok.
"Asyiiik...." Kata Twins dan Atala. "Papa baik sekali." Kata Mereka bertiga.
"Ok kalau begitu, Berangkat...!!" Canda Lambok yang segera menghidupkan kembali mesin mobilnya. "Bismillaah..."
Tak lama Mereka sudah tiba di parkiran Mall yang dituju Lambok. Adzan dzuhur berkumandang.
"Alhamdulillaah... Kita shalat dulu ya." Ajak Lambok.
"Siap Papa." Kata Atala dan Twins.
Lambok mengambilkan peralatan shalat untuk anak-anaknya di dalam mobil dan bergegas ke Musholah parkiran.
Tak lama Mereka sudah selesai melaksanakan shalat. Lambok memasukan kembali peralatan shalat Mereka ke dalam mobil. Tas sekolah Twins dan Atala pun ditinggal di dalam mobil.
Atala, Lita dan Vita sangat senang jalan-jalan dengan Sang Papa. Lambok mengajak Mereka ke foodcourt.
Lambok memesan beberapa menu kesukaan Mereka. Pesanan pun datang.
"Ayo jangan lupa baca doa." Kata Lambok. Atala memimpin doa makan. Adik-adiknya mengikuti. "Aamiin..." Serempak Mereka ucapkan dan mengusap wajah Mereka.
*******
Nindi masih asik menyantab makan siang nya di kantin Rumah Sakit.
Sebuah tangan kekar melingkar ke lehernya dan mengecup pucuk kepala Nindi.
Nindi hanya tersenyum. Dan menepis tangan itu pelan. Marcel langsung duduk di sebelah Nindi.
"Kenapa Kamu tak menjawab semua telponku? Kenapa Kamu menghindariku? Apa Kamu tak mencintaiku lagi?" Marcel mencecar Nindi dengan banyak pertanyaan.
Nindi tersenyum. Nindi tak menjawab pertanyaan Marcel. Nindi malah menyuapkan makanan pada Marcel. Marcel menerimanya dengan senang hati.
"Hhhmmm... Enak." Kata Marcel yang seakan lupa dengan protesnya tadi.
"Apa ini Kamu yang membuatnya?" Tanya Marcel yang baru mencoba masakan itu.
Nindi mengangguk dan menyuapkan kembali hingga makanan di kotak nasi nya habis tak tersisa.
Nindi meminum airnya. Marcel pun demikian.
"Kenapa Kamu tak menjawab pertanyaanku?" Marcel kembali protes.
"Aku tak menghindarimu. Aku hanya lelah berdebat denganmu. Aku masih sangat mencintaimu. Dan Aku sangat merindukanmu. Kalau Aku menghindarimu, Aku tak akan mau menerima tugas di Rumah sakit ini." Nindi menghela nafas. Nindi tersengal-sengal karena menjawab pertanyaan Marcel dalam satu tarikan nafas.
"Puas?" Tanya Nindi.
"Lalu kapan Kita menikah?" Tanya Marcel.
Nindi menghela nafas. "Apa Kamu sudah setuju dengan syaratku?" Kata Nindi.
Marcel diam tak menjawab. Nindi membereskan peralatan makannya dan bergegas meninggalkan Marcel yang masih terdiam.
Nindi segera ke ruangannya dan langsung mengambil air Wudhu. Tak lama Nindi melaksanakan Shalat dzuhur.
Marcel duduk memperhatikan gerakan shalat Nindi. Ternyata Marcel menyusul ke ruangan Nindi.
Nindi mengucap salam. Kemudian Nindi berdoa, Meminta pada Yang Maha Pencipta nya agar selalu dilindungi dirinya dan keluarganya dimana pun mereka berada.
Banyak permohonan yang Nindi minta Pada Allah SWT.
Nindi merapikan peralatan shalatnya dan bergegas kembali bekerja tapi langkahnya tertahan melihat Marcel ada di dalam ruangannya.
"Ada apa lagi?" Tanya Nindi.
"Aku merindukanmu." Marcel menghampiri Nindi dan memeluknya erat. Marcel mencium telinga Nindi dan itu membuat Nindi merinding. Jantungnya berdebar. Rasa itu masih ada.
Nindi tak membalas pelukan Marcel. Nindi takut akan terluka. Nindi tak mau menangis seperti yang Kakak-kakaknya lakukan.
"Maaf... Aku harus kembali bekerja." Kata Nindi yang melerai pelukan Marcel.
"Nanti sore Aku ke rumah Kakakmu." Kata Marcel sedikit teriak melihat Nindi yang berlalu.
Nindi hanya memberikan jempolnya sebagai tanda Nindi mengijinkannya.
*******
Lambok sedang menemani anak-anaknya menonton Tivi.
Sesekali ada tawa dari ketiga anaknya karena acara tivi yang mereka tonton sangat lucu dan cocok untuk Mereka tonton sesuai usia Mereka.
"Assalamu alaikum...." Salam Nindi.
"Wa alaikumussalaam... Aunty Nindi..." Atala, Vita dan Lita setengah berlari menghampiri Nindi.
"Eh ada Uncle Marcel." Kata Atala.
Lambok menoleh ketika mendengar Atala menyebut nama Marcel.
Lambok berdiri dan menghampiri Marcel dan Nindi. Lambok tersenyum.
"Selamat sore, Kak...." Sapa Marcel pada Lambok.
Lambok mengangguk.
"Aunty bawa apa?" Tanya Lita.
"Oh ya. Ini tadi Uncle Marcel yang belikan. Sebentar, Aunty pindahin dulu ya ke piring." Kata Nindi.
Nindi meletakan kue-kue itu pada piring dan membawanya ke meja ruang tengah. Nindi juga membuat minuman untuk Kakaknya, Marcel dan keponakannya.
"Aku mau mandi dulu ya. Gak enak seharian di luar rumah." Kata Nindi.
Marcel mengangguk.
"Ayo diminum dulu. Kalian pasti sangat lelah." Kata Lambok.
"Terima kasih Kak." Marcel menyesap teh nya.
"Bagaimana kabar Kakak? Maaf Aku tak pernah lagi kesini sejak kejadian itu." Marcel menunduk.
"Alhamdulillaah... Kami baik-baik saja." Kata Lambok.
"Nindi tak jadi pulang ke Indonesia karena tak tega meninggalkan anak-anakku." Kata Lambok.
"Bagaimana rasanya Kak, selama pindah keyakinan?" Tiba-tiba Marcel menanyakan perihal Muallaf Lambok.
Lambok tersenyum. "Sangat tenang." Kata Lambok.
"Dulu Aku sering melihat Tia melakukan shalat dan mengaji di rumahku. Saat mendengarnya mengaji hatiku terasa tentram." Cerita Lambok.
"Dulu Aku sering sakit karena penyakit Kanker darah. Tapi setelah mengenal Tia, Sakitku tak terasa lagi. Makanya Aku memutuskan untuk belajar mengaji walau Aku tak paham maksudnya apa." Kata Lambok lagi.