Rumah ini terasa sepi dan langgang, auranya juga menjadi tidak enak. Seperti ada sesuatu yang terus membuntuti. Kalila pun bergegas masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat. Entah apa yang terjadi, hingga bulu-bulu halus di sekitar lehernya berdiri. Rasa ini, seperti sedang diawasi atau diperhatikan dari berbagai penjuru arah.
Kalila menghela napas panjang, menariknya perlahan demi mendapatkan ketenangan. Jika di dalam kamarnya sendiri, ia tidak bisa memperoleh kenyamanan, lalu di mana lagi ia akan tinggal dan berdiam.
Sambil melempar tas di atas ranjang, Kalila berjalan ke arah meja kecil di ujung ruangan. Di sana, ia langsung meneguk beberapa gelas air mineral yang memang selalu tersedia dan diganti setiap harinya.
Sudah merasakan cukup tenang, wanita berparas bidadari ini pun memutuskan untuk membersihkan diri. Mungkin, berendam di dalam bath up yang dipenuhi air hangat, bisa membantunya untuk mendapatkan rasa kantuk, hingga memudahkannya untuk terlelap.
Di dalam kamar mandi mewah, beraroma apel merah, Kalila menanggalkan busananya. Kemudian, ia menaburkan sabun cair yang cukup banyak, untuk menimbulkan busa melimpah. Setelah merasa cukup, Kalila segera merendam tubuhnya mulai dari ujung kaki hingga dadaa.
Mata bulat besar yang dihiasi dengan bulu nan lentik sempurna, tampak mulai ia tutup. Kalila benar-benar ingin menikmati sensasi pijatan lembut dari air hangat tersebut. Tetapi, belum lama memanjakan tubuhnya di dalam bath up. Kalila sudah dapat merasakan kantuk yang luar biasa. Selain itu, di sela-sela rasa tersebut, ia juga merasakan sensasi manja dari jari jemari yang terus menggelitik di sekujur tubuhnya.
Kalila mulai resah dan gelisah. Bahkan, ketika ujung jari menyentuh kulitnya, ia langsung menggeliat sendiri. Namun, saat ini ia masih berada di dalam fase sadar. Hanya saja, tubuh dan hasratnya begitu sulit untuk dikendalikan.
"Emh ... ," gumamnya manja, dan suara itu sendiri juga menambahkan jumlah kegelisahan jiwanya.
Kalila yang sadar bahwa rasa tersebut hanya akan berujung pada kekecewaan dan kesepian yang mendalam. Sebab, ia sering melakukan percintaan seorang diri hingga mencapai pucuk kenikmatan. Namun pada ujungnya, Kalila malah menangis sesegukan hingga pagi dan itu membuatnya lebih sakit dari pada sebelumnya.
Oleh karenanya, Kalila memutuskan untuk melupakan rasa yang baru saja tercipta, dengan memandikan tubuhnya menggunakan air dingin. Setelah ini, ia berencana untuk menelan obat tidur agar segera lupa dan terlelap.
Setelah limpahan busa menuruni tubuh molek miliknya, Kalila bergegas untuk keluar dari kamar mandi. Dengan rambut yang masih sedikit basah, ia merapikan dirinya di depan cermin.
Kaki jenjang dengan kulit putih berkilauan, terekspos sempurna. Siapa pun yang melihatnya, pasti terbawa pada imajinasi liar dan hasrat mendalam. Apalagi, ketika Kalila menurunkan habis handuk yang semula menutupi sebagian kecil tubuhnya. Urat-urat disepanjang tubuh pria mana pun, pasti akan tertarik sempurna.
Itulah yang Elo rasakan, saat kedua matanya menyorot tajam tubuh molek dan jenjang milik Kalila. Keindahan dunia yang sebenarnya dan tak pernah ia rasakan sebelumnya. Baginya, ini merupakan sensasi dari tampilan. Tanpa sentuhan saja, sudah berhasil membuat Elo kesulitan saat menelan air liurnya. Apalagi jika menyentuh, dan inilah yang ingin ia lakukan malam ini juga.
Rupanya, tanpa sepengetahuan Kalila dan yang lainnya, sesaat setelah tuan Husain dan istri berangkat ke Kanada, Elo meminta para asisten rumah tangga untuk pulang ke rumah mereka masing-masing dengan alasan, memberikan kesempatan kepada mereka semua untuk beristirahat atau berlibur.
Semua Elo lakukan, agar dapat bergerak bebas dalam mencampur air mineral dengan obat pembangkit hasrat, mengganti anak kunci kamar Kalila, serta memasang CCTV di dalamnya.
Tidak ada satu pun orang yang tahu mengenai akal bulus menantu satu-satunya di keluarga ini. Sebab, selama ini Elo selalu memperlihatkan sikap santun, terpuji, dan penyayang, terutama kepada Rania.
"Malam ini, aku harus bisa mencicipi tubuhnya," kata Elo sambil duduk di kursi kerja di dalam kamarnya, dan meremas pulpen berwarna hitam keemasan. "Harus! Supaya dia juga bisa milikku," gumamnya dengan wajah geram.
Wanita lumpuh itu terbangun, lalu melihat ke arah suami yang tampak fokus seperti tengah bekerja. "Sayang, kamu masih kerja?" tanya Rania kepada suaminya karena melihat Elo masih saja duduk di depan layar monitor.
"Emh, kamu. Kenapa belum tidur? Ini sudah malam, Sayang," jawab Elo gelagapan. "Kamu harus istirahat, Rania!"
Rania menegakkan tubuhnya, dan tersenyum. "Kamu selalu bekerja keras, dan aku tidak bisa membantu apa pun. Jadi, biarkan aku menemanimu," katanya yang ingin berbakti kepada suaminya, tatapi hal itu membuat jantung Elo ingin meledak.
"Eh, nggak usah begitu! Maksudku, kamu kan harus banyak istirahat. Lagipula, besok kita akan melakukan terapi di rumah sakit. Itu artinya, kamu harus bugar."
"Sayang ... makasih ya," ucap gadis malang itu karena merasa begitu dicintai. Padahal, dia hanya alat bagi Elo untuk mendapatkan Kalila. "Tapi, please! Biarkan malam ini aku menemanimu," pinta Rania dalam senyum terindah.
Elo menggenggam kedua tangannya erat. 'Ini tidak boleh terjadi! Kesempatan baik seperti ini, harus bisa aku gunakan untuk mendapatkan Kalila! Ayo Elo, berpikir!' Katanya tanpa suara, seraya menatap kosong wajah istrinya yang cantik, namun pucat.
Bagi Elo, meskipun Rania memiliki paras dan tubuh yang indah, tetapi tetap saja tidak sempurna. Wanita itu tidak bisa diajak ke pesta dan berdansa, apalagi bercinta dengan banyak gaya. Sesal pun kian menghampiri hatinya, tatkala menyadari bahwa Rania tidak pernah bisa memuaskan hasratnya.
Elo menghela napas berulang kali. Apalagi saat menatap tajam dengan ekor matanya, ke arah Kalila melalui layar monitor. Sebab, wanita yang satu itu, sedang menggeliat hebat di dalam ketidaksadaran.
"Bawa saja laptopnya ke sini, Sayang!" saran Rania terdengar lugu. "Aku akan membantumu."
"Tidak-tidak!" Elo berdiri dan sedikit menekuk layar laptop ke bawah. "Sebaiknya kita tidur saja! Aku mau minum jus dulu, kamu mau?"
"Iya, Sayang. Mau," sahut Rania yang tidak pernah menolak suaminya.
Sifat yang satu ini, selalu Elo pergunakan untuk memperdaya Rania. Sebab, kelebihan inilah yang bisa dijadikan jalan untuk menuju tujuan atau pilihan Elo yang sebenarnya.
Malam ini, Elo kembali melakukan kecurangan dengan membubuhkan obat tidur ke dalam jus yang disiapkan untuk Rania. Kulkas mini di dalam kamar mereka, sangat berguna bagi Elo, pada kondisi mendesak seperti ini.
Cara licik ini, biasa Elo lakukan jika tidak ingin menyentuh istrinya. Padahal, Rania tak pernah memaksa. Tetapi, Elo merasa malu hati, jika dalam waktu lebih dari tujuh hari tak meniduri istrinya. Jadi, dengan cara seperti ini, ia bisa tetap terlihat hebat dan kuat, sementara Rania sangat lemah dan penuh kekurangan.
"Ini, Sayang. Minumlah!" Elo juga menikmati jus yang sama dengan Rania, lalu ia tersenyum dan terus menatap wajah istri yang sangat penurut di hadapannya. "Setelah ini, kita tidur ya!" ajaknya sambil mengusap pipi istrinya.
Untuk Rania, sentuhan itu terasa lembut dan hangat. Namun bagi Elo, semua ini adalah kutukan yang membutuhkan kesabaran agar bisa terbebas. Cara satu-satunya untuk bisa menyuguhkan kontak romantis kepada Rania agar terkesan lembut adalah dengan membayangkan Kalila sebagai Rania.
Bersambung.
Apakah malam ini, kemenangan akan berpihak kepada Elo? Berhasilkah ia menjalankan rencana busuk yang sudah disusunnya sejak lama? Ikuti terus ceritanya ya, makasih.