Masa sekolah menengah atas harusnya bisa jadi satu waktu yang paling menyenangkan bagi setiap orang. Melewati liburan musim panas. Smelakukan sebanyak mungkin hal-hal menyenangkan. Perasaan tenang yang membahagiakan. Memiliki banyak teman untuk berbagi susah maupun senang. Kisah hangat dan bahagia soal bagaimana sebuah persahabatan terjalin. Dan tentu saja yang paling penting, soal bagaimana cinta kasih mekar untuk pertama kalinya. Melihat lawan jenis berjalan dengan senyum di wajahnya melewati koridor yang sepi dari balik jendela kelas. Membayangkan bagaimana ia membalas senyuman kita yang sampai tak bisa berkedip dibuatnya. Semua hal indah yang waktunya tak akan bisa diulang lagi itu.
Sayangnya… walau hal lumrah semacam itu normal untuk dialami oleh banyak orang. Namun, di saat sama tidak semua orang juga punya kesempatan untuk alami hal itu. Tidak semua manusia diberi nasib dengan kadar keberuntungan yang seragam, kawan.
*
“Hashimoto san, apakah benar rumor yang beredar mengatakan bahwa Anda saat ini sebenarnya tengah menjalin hubungan spesial dengan model THK terkenal Hatsuka Akane? Mohon komentarnya! Mohon komentarnya! Mohon komentarnya!” tanya seorang wartawan bermata sipit dengan intonasi cenderung memaksa karena dikejar deadline waktu terbit atau yang semacam itu.
”Hmm…”
“Anda terpergoki tengah berjalan-jalan dengan akrabnya bersama Hatsuka Akane di daerah Omotesando baru-baru ini. Mohon konfirmasi Anda! Mohon konfirmasi Anda! Mohon konfirmasi Anda!” pinta wartawan yang lain.
“Hmmm…”
Seorang wartawan perempuan langsung tak mau kalah, “Fakta itu berhasil publik ketahui dari jepretan kamera seorang pengguna media sosial yang berhasil menangkap momen serupa lain saat Anda tengah berjalan-jalan dengan akrab bersama dengan Hatsuka Akane di salah satu sudut Akihabara beberapa waktu terakhir ini. Mohon konfirmasi Anda akan berita tersebut!” pinta wartawan yang lain.
“Hmmmm…”
“Hashimoto san, Hashimoto san, Hashimoto san!!!”
Aduh, saat ini kepalaku rasanya benar-benar seperti mau pecah hancur berkeping-keping tidak ada sisanya lagi. Padahal aku sudah biasa menghadapi situasi seperti ini. Kenapa sekarang tiba-tiba rasanya jadi sangat berat tidak bisa dihadapi?
Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku perbuat? Aku tidak ingin sampai kehilangan diriku sendiri… aku mohon, cukup?
“Hashimoto san, Hashimoto san, Hashimoto san!!!”
KLIKKLIKKLIK! JPRETJPRETJPRET! KLIKKLIKKLIK! JPRETJPRETJPRET! KLIKKLIKKLIK! JPRETJPRETJPRET!
Kenapa mereka semua terus saja memanggil namaku? Dan lagi sorot moncong kamera yang sudah seperti s*****a api. Mengeluarkan cahaya flash yang rasanya bisa buat dua mataku buta seketika.
Bagaimana aku harus menghadapi mereka semua?
“Hashimoto san, Hashimoto san, Hashimoto san! Tolong beri pendapat Anda! Tolong beri komentar Anda! Diam tidak ada menyelesaikan apa pun apalagi beri dampak baik. Anda harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!”
Karena Anda adalah seorang bintang yang cahayanya menyinari hati banyak orang. Begitu juga dengan sang model remaja yang cantik jelita. Berita yang simpang siur bisa mengakibatkan berkembangnya asumsi tidak benar di masyarakat. Itu kenapa konfrensi pers selalu dibutuhkan oleh setiap bintang guna meredam semua kekacauan yang entah sengaka maupun tidak mereka ciptakan.
Pers! Pers! Pers! Aku sangat benci pers! Dan sialnya tanpa mereka juga aku tidak akan bisa ada di mana aku berada sekarang. Bisa dibilang sebagai seorang bintang aku bisa tetap ada karena mereka, tapi di saat bersamaan bisa juga jadi hancur lebur tidak bersisa karena mereka. Semua sungguh superposisi dan dilema, pikir si anak remaja dalam hatinya walau jika di luar ia berusaha tetap tampak tersenyum dengan lengkungan profesional senilai ratusan ribu yen sebagaimana yang selalu ia pamerkan dalam proyek komersil seperti film, dorama, maupun CM (iklan).
Tanpa mengindahkan pertanyaan yang sudah seperti dilontarkan oleh seorang polisi dalam mengawal suatu introgasi terhadap seornag pelaku kasus kejahatan besar itu. Shuuya melangkahkan kaki menerobos kepungan wartawan di depan gerbang sekolahnya yang elit.
Masuk ke gedung sekolah… tampak pemandangan yang sama. Di depan International Class yang tengah ia lewati. Seorang pemuda tampan tengah dikerubungi oleh para siswi.
“Kyaaa, Erick san, Erick san, Erick san,” pekik mereka dengan tidak jelasnya. Tapi, itu pasti akan terasa jauh lebih baik timbang dikerubuti oleh banyak wartawan seperti tadi. Mana wartawannya tidak ada yang perempuan cantik.
“Aku membuat cokelat untukmu,” ucap seorang siswi ramah. Berusaha keras menarik perhatian si siswa dengan perhatian mautnya.
“Kalau aku sudah memasakkan untukmu bekal makan siang hari ini. Mau lagi untuk besok juga boleh. Tinggal bilang saja,” beritahu siswi yang lain tak kalah berusahanya untuk dapatkan perhatian si siswa.
“Kalau aku, kalau aku sudah merajut syal super spesial untuk digunakan musim dingin nanti,” ucap seorang siswi lain. Berusaha ambil Langkah berbeda untuk merebut hati si siswa.
“KALAU AKU SUDAH MENYIAPKAN GAUN UNTUK PERNIKAHAN KITAAA!” ucap siswi lain yang sampai kehilangan sedikit akal sehat saking berhasratnya untuk mendapatkan perhatian jauh lebih banyak dari siswa itu.
Sementara si siswa hanya bisa tersenyum canggung sambil berusaha menerima setiap hadiah yang diberikan oleh para siswi yang bahkan tidak semua juga ia kenali siapa Namanya, “Euhm, iya, iya, sabar, ya, satu satu…”
Siswa yang seda dikerubuti bernama Erick Haires, batin Shuuya habis melewati sekumpulan orang tidak jelas itu. Ia melanjutkan, dia adalah siswa yang mendapat peringkat nilai paling baik kedua dari atas selama dua tahun berturut-turut. Memang terdengar hebat dan super sekali memang. Tapi, aku rasa selain hal itu… ia tak punya kelebihan lain yang mencolok. Ia bahkan sama sekali tak lebih tampan dari aku. Heh.
Padahal di luar sana yang selalu dikerubungi itu dia. Tapi, saat di sekolah yang lebih banyak menarik perhatian para gadis cantik malah siswa yang mirip seperti aktor terkenal Yu Shirota saat masih muda itu.
Dia hanya sedikiiit saja lebih beruntung dari aku yang sejak keluar rumah malah dikerumuni oleh para wartawan berusia paruh baya, batin Shuuya.
Shuuya pun sampai di kelasnya. Di sebelah bangkunya tampak seorang anak bertampang lemah yang tengah serius membaca buku dengan genre filsafat yang terdengar memusingkan juga dalam bahasa Inggris (Eigo). Sejak awal tahun bersekolah di SMA Hakuseki sendiri dia tak lain dan tak bukan merupakan siswa yang jadi pemegang perolehan nilai paling tinggi. Bukan hanya itu, tapi juga perilaku paling baik. Sampai pencapaian dengan prestasi sebagai siswa dengan perform aselama sekolah yang paling mengesankan.
Ialah Ao Ryugamine. Teman Shuuya yang paling dekat.
“Selamat pagi, Ryugamine san,” salam Shuuya semangat dengan senyum merekah lebar. Sangat berbanding terbalik dengan wajah kusut yang ia tunjukkan sejak masih berada di luar sekolah apalagi saat melewati kerumunan tidak jelas Erick Haires barusan.
Namun, Ao malah terdiam dan tak langsung menjawab salam ramah yang ditujukan hanya padanya itu seperti biasa. Ia tampak tenggelam dalam dunia yang sedang ia buat sendiri. Tak berapa lama ia meneteskan air mata di permukaan buku tanpa suara.
"Kenapa?"