Chapter 21 : POV Rissa

552 Kata
Perjalanan kali ini benar-benar melelahkan. Mungkin faktor dari perasaanku yang sedang tidak baik-baik aja. Aku selalu berharap kalau perjalanan hidupku bisa semulus jalan tol. Tapi di satu sisi aku sadar, kalau aku minta harapan seperti itu pada Allah, aku sendiri sudahkah menjalankan kewajiban dari Nya? Ibarat nih ya. Harapan yang aku minta setinggi langit tetapi sujudku kurang. Sepertinya aku sama bodohnya dengan Keenan. Sama bodohnya karena aku sama dia mau melakukan hal yang di larang sebelum menikah. Hingga akhirnya malaikat kecil yang tak berdosa menjadi imbasnya. Pantas, kenapa ujian datang silih berganti. Itu karena dosaku yang menumpuk. Dosa berzinah iya. Dosa lepas pasang hijab iya. Salahku juga kenapa dulu mau pacaran dan berujung di bego begoin cowok. Tapi biar bagaimana pun, hatiku nggak bisa bohong kalau di saat seperti ini rasanya pasti terluka banget. Aku menghela napas panjang. Sampai akhirnya Irfan menyentuh punggung tanganku. Aku tahu dia begitu khawatir dengan Kakaknya yang menyedihkan. "Kenapa Kakak nggak bilang kalau selama ini kerja sama mantan?" "Aku enggak bisa bilang. Percuma juga toh niatnya cuma kerja." "Itu kan niat Kakak. Malah kita nggak tahu niat sebenarnya dia itu apa sampai akhirnya mau nerima Kakak. Aku pikir kalau alasannya ingin bersikap profesional rasanya nggak mungkin." "Jangan suka spekulasi yang enggak-enggak sama orang." "Kok jadi belain dia sih? Tu kan bener! Sekarang aku tambah yakin kalau dia nerima Kakak pasti ada maunya. Dan sedikit banyaknya selama kerja ucapan dia mungkin bisa bikin Kakak baper. Makanya, mantan tuh di jauhin bukannya malahan di deketin." Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku membuka tasku dan mengeluarkannya. Sejenak aku terdiam dengan rasa jengah. Rupanya si boss malah hubungin aku. Bahkan aku bisa merasakan bagaimana Irfan menatapku dengan jengkel. "Baru juga di bilangin. Hubungin Kakak bukannya ngebantu malah nambah masalah hidup." Kalau di pikir-pikir. Irfan ada benarnya. Akhirnya aku mengabaikan panggilan ini bahkan langsung memblokir kontaknya. "Kalau niat itu harus lurus Kak. Jangan bengkok. Apalagi ngelupain mantan. Sampai sini paham kan?" "Iya paham. Puas? Dari tadi ngomel mulu. Hati-hati durhaka sama yang lebih tua." "Biarin. Namanya juga lagi usaha ngelindungin Kakaknya dari titisan dajjal!" "Hm, serah." "Sini gantian aku lagi yang gendong Azhar." Akhirnya aku mengalah dengan menyerahkan putraku pada om nya. Saat ini satu-satunya keluarga yang benar-benar ada buat aku cuma Irfan. Walaupun dia suka ngomel, tetapi sebenarnya dia perduli sama aku. Tiba-tiba ponselku berbunyi lagi. Kali ini ada panggilan masuk dari Ansel. Aku langsung merasa kesal teringat dia. Apalagi ucapannya kemarin yang katanya mau nikah sama wanita lain. "Aku akan izinin kamu pergi ke tempat yang baru. Dengan syarat izinin aku nikah lagi. Tenang, aku bakal nafkahi kamu biar nggak tambah miskin. Oke?" Itu kata dia. Bener-bener anj! Kan.. "Kenapa?" ucapku ketus begitu aku menerima panggilan ini. "Riss, kamu udah di kota nganjuk." "Kenapa nanya? Bukannya lagi seneng-seneng sama pelakor?" "Bukan begitu. Sekarang aku lagi di UGD kota ngajuk." Aku terdiam sebentar. UGD? Kok bisa dia ada disana sementara aku belum sampai? "Ngapain? Oh jadi pelakor itu dokter? Atau perawat?!" "Aku kecelakaan." "ALHAMDULILLAH YA ALLAH... " Aku langsung mematikan ponselku dengan sepihak. Hidup lagi capek-capeknya punya suami bukannya ngajak ke surga malah jadi beban hidup. Tapi tunggu.. Aku berdosa nggak sih bilang barusan? **** Kita santai dulu ya sama part ini ? Maksih sudah baca dan menjadi pembaca setia di cerita ini. Love buat kaliaan semua. Sehat selaluuu ? Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN