Chapter 14 : POV Keenan

738 Kata
Sudah pernah punya hubungan. Status jadi mantan, Tiba-tiba Bundaku membuat situasi semakin rumit. Bisa dipastikan kalau besok Rissa akan semakin garang atau bahkan lebih buruk lagi. Aku menghela napas lelah. Seharian ini begitu sibuk. Aku merebahkan diri ke atas tempat tidur yang sebenarnya sudah terlalu lama hampa. Aku menatap langit-langit kamarku. Di saat yang sama aku terbayang mantan istri. Aku tidak pernah menyesal menikahinya. Terlebih dari hasil pernikahan kami ada si cantik Shafira. Aku masih ingat bagaimana saat kami di jodohkan. Sejak awal aku sulit menerimanya. Bahkan di saat tinggal satu atap pun, ntah kenapa sebanyak apapun kelebihan yang dia berikan sebagai sosok istri yang solehah. Tetap saja aku tidak bisa mencintainya. Aku tidak mengerti kenapa.. Padahal aku tidak pernah memikirkan wanita manapun. Sampai akhirnya aku kembali bertemu Rissa. Hingga rasa suka itu perlahan-lahan mulai hadir meskipun awal pertemuan kami terbilang singkat setelah sebelumnya saling melupakan satu sama lain. Padahal Rissa itu tidak cantik. Tidak juga solehah. Dia hanya wanita standar yang memiliki sikap baik dan pemberani ketika di hadapkan dengan orang-orang yang menyakitinya. Termasuk aku. Orang yang sudah menyakitinya. Dan juga, ada satu hal yang membuat diriku penasaran. Kira-kira apa yang terjadi di masalalu antara Rissa dan Bundaku? Maksudnya.. Rissa pernah berjanji apa sama Bunda sampai akhirnya dia menepatinya hingga sekarang? Tiba-tiba pintu terketuk pelan. Aku berdiri dan membuka pintunya. Shafira berdiri sambil memeluk boneka kesayangannya. "Fira belum tidur?" "Fira bingung mau tidur." "Kok bisa?" Aku pun langsung berlutut menyamakan posisi dengan putriku. Tiba-tiba Shafira menatapku dengan pandangan penuh harapan. "Kapan Tante cantik itu tinggal sama kita?" Aku terdiam. Shafira teringat Rissa? Kok bisa barengan gini sih? Tadi juga aku mikirin Rissa. Apa iya ini yang dinamakan Ayah dan anak itu bisa sebatin? "Tante cantik itu sudah pernah bilang kan, kalau dia nggak mau tinggal disini karena rumah kita besar." "Tapi Ayah sudah janji, katanya mau bikinkan rumah yang kecil untuk kami." "Kenapa Fira ngebet banget sih mau tinggal sama Tante?" "Supaya Fira bisa panggil dia Ibu." "Hah?" "Iya, Ibu." Antara sedih dan pengen ngakak. Aku sampai bingung mau bilangnya gimana. "Nggak boleh ya?" Shafira langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi sedih. Dan aku paling tidak tahan melihat dia bersedih. Mungkin karena dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Ibu. Apalagi Ibu nya meninggal saat usia Fira baru berumur 3 bulan. "Fira bukan begitu. Em maksud Ayah, Tante Rissa itu kan teman Ayah di toko. Kalau teman perempuan yang sudah dewasa tidak boleh tinggal satu rumah sama Ayah." "Tapi Ayah dan Ibu kenapa dulu bisa tinggal satu rumah? Kata Mbah, dulu Ibu teman Ayah." "Ya karena Ayah dan Ibu menikah. Makanya bisa tinggal satu rumah." "Menikah itu apa?" Dasar anak-anak. Kenapa rasa keingintahuan yang seharusnya belum waktunya malah makin ngelunjak. Mau heran tapi ini bocil. "Ayah!!! Jawab, menikah itu apa?" "Menikah itu artinya hidup bersama, senang bersama, sedih bersama, tidur bersama dan masih banyak lagi sampai salah satunya berpisah dengan kematian." "Seperti Ibu ya, meninggalkan kita selama-lamanya?" "Hm, begitu.." Tiba-tiba aku melihat Shafira langsung berbinar dan tersenyum merekah. Ku pikir dia bakal sedih lagi. Tapi ternyata.. Aku mulai was-was. Jangan bilang dia.. "Kalau begitu besok Ayah dan Tante cantik harus menikah! Biar kita bisa tinggal bersama-sama! Makan bersama, mandi bersama dan tidur bersama! Dan masih banyak lagi.. " "Em, Fira, itu tidak semudah-" "Ayo Ayah, menikah! Menikah.." Astaga.. Nyuruh bapaknya kawin lagi udah kayak nyuruh bapaknya ke warung beli nasi padang ? Tiba-tiba ponselku berdering di atas meja. Lalu secepat itu Shafira menghampiri ponselku dan memegangnya. "R I ri. S A sa. Riii saaa." Bocil..bocil.. Sempat-sempatnya dia mengeja nama panggilan. "Sini, Ayah pinjam ponsel-" "Halo Tante?" Aku terkejut. Dengan santainya Fira malah menerima panggilan Rissa. "Fira sini ponsel Ayah." "TANTE! Tante Cantik! Ini aku, Firaaa.." Shafira langsung menjauhiku dan berlari menaiki tempat tidur. Dia terlihat girang sambil loncat-loncat. Aku mencoba menahan sabar dan sedikit panik. Tau sendiri kan Rissa itu gimana. Apalagi kalau sampai Fira ngomong yang enggak-enggak. "Fira.." "Tante. Ayo menikah sama Ayah." Nah kan! Astagaaaaa Firaaaaaaaa.... "Tante cari Ayah? Tapi kok suaranya kayak habis orang nangis?" "Tante nggak apa-apa kan? Apa gara-gara Ayah nakal?" Dengan cepat aku mengambil alih ponselku. Mendengar kalau Rissa itu menangis seolah-olah aku tidak bisa mengabaikannya. "Halo Rissa?" "Rissa?" "Riss?" "Chessey? Kamu dengar aku kan?" Oh tidak. Panggilan langsung terputus secara sepihak. Rissa mematikan panggilannya. Dan itu berhasil mengacaukan pikiranku. **** Boss mulai khawatir sama Rissa ? Makasihh sudah baca. Sehat selalu buat kalian yaa ✨ With Love, Lia Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN