Malam harinya..
Setelah kejadian tadi siang, Rissa benar-benar mendiamkanku. Bicara kalau seperlunya. Itu pun kalau di tanya. Bahkan banyak menghindariku. Padahal tadi siang aku hanya bercanda soal mengombalinya, eh dia malah anggap serius.
Aku berusaha memakluminya. Selain karena aku ini mantannya, sepertinya mood nya memang nggak pernah baik jika berhadapan langsung sama aku.
"Lama tidak ke rumah, apa kamu sesibuk itu di toko?"
Aku sampai lupa kalau saat ini ada Bundaku datang berkunjung di ruang kerja.
"Maaf Bun. Beberapa hari ini aku sibuk semenjak pekerja kasirku berhenti. Jadi aku harus mendampingi dan memantau pekerja kasir yang baru."
"Kamu sedang tidak mencari alasan kan?"
"Tidak. Masa Bunda nggak percaya?"
"Bukannya nggak percaya. Bunda merasa semenjak Lita meninggal, kamu jarang datangin Bunda. Dulu hampir tiap hari almarhumah istrimu ke rumah. Bahkan kamu pun ikut-ikutan kesana."
Aku tersenyum getir. Padahal dalam hati perasaanku campur aduk. Beliau cuma tidak tahu kalau hubunganku dengan almarhumah Lita di masalalu benar-benar dingin dan kaku. Lita tidak salah. Dia istri yang baik. Hanya saja aku yang tidak pernah bisa mencintainya.
Seberusaha apapun aku mencobanya. Tetap tidak berhasil. Bahkan aku iri dengan orang-orang di luar sana yang bisa mencintai seiring berjalannya waktu sedangkan aku malah tidak bisa.
"Maaf kalau begitu. Nanti aku akan sering-sering datangin Bunda."
"Kalau begitu kamu bisa datang ke rumah hari minggu nanti."
"Lusa? Oke."
"Berpenampilan yang rapi. Karena kebetulan kita akan kedatangan tamu jauh."
"Siapa?"
"Keluarga besar Mas Bayu. Sekalian dia bawa keponakannya yang cewek itu. Dia baru lulus sarjana kedokteran."
Aku menghela napas. Bunda tidak berubah sejak dulu. Masih aja hobi jodohin aku dengan wanita pilihan yang aku akui memang berkualitas dari segi bibit bebet dan bobotnya.
Tetapi masalahnya..
Semuanya tidak semudah itu.
Bunda terlalu sibuk memikirkan semua rencana terhadap wanita pilihannya sedangkan beliau lupa bahwa letak semua kebahagiaan anaknya ini bukan dari itu.
"Keenan?"
"Ya Bun?"
"Kamu masih muda. Umurmu 29 tahun. Kalau kamu mau menikah lagi, Bunda setuju."
"Aku tidak pernah memikirkan pernikahan lagi semenjak Lita pergi."
"Dan kamu tidak kasian sama putrimu?"
"Justru aku kasihan padanya kalau dia akan menemui calon ibu yang belum tentu mau menerimanya."
"Keenan.."
"Bun, aku mohon berhenti mengatur tentang pasangan hidup buat aku. Karena aku-"
Tok! Tok! Tok!
Ucapanku terhenti begitu saja setelah aku mendengar pintu ruangan kerjaku di ketuk. Sepertinya itu Rissa. Aku menghela napas dengan perasaan berkecamuk dan rasa lelah setelah seharian ini bekerja.
"Masuk."
"Assalamu'alaikum Boss. Saya-"
Detik itu juga Rissa langsung terdiam mematung. Tak hanya itu, Bundaku juga langsung menatap Rissa dengan pandangan tidak suka.
"Oh, jadi ini orangnya? Pekerja kasir kamu yang baru." tanya Bunda tiba-tiba.
"Iya Bun. Rissa."
"Pantas selama ini kamu nggak pernah ngunjungin Bunda. Ternyata ada mantan kamu ini penyebabnya."
"Bun-"
Tiba-tiba Bunda berdiri dengan wajah yang benar-benar kesal bahkan pergi meninggalkanku menuju pintu. Tidak hanya itu, beliau sempat berhenti tepat di sebelah Rissa dan memberinya tatapan peringatan.
"Apapun yang terjadi, saya tidak akan pernah setuju kalau kalian kembali."
"Tolong jaga sikap Bun.."
Aku melihat Rissa menatap Bundaku dengan tenang.
"Anda jangan khawatir. Saya juga sadar diri kalau saya ini siapa. Begitupun dengan semua janji yang pernah anda berikan ke saya di masalalu."
Setelah itu Rissa pun membungkuk hormat dan pergi berlalu.
Tapi tunggu.
Janji masalalu?? Maksudnya janji apa?
****
? ada misteri yang belum terungkap
Halooo.. Maksih udah baca ya. Semoga suka sama chapter ini ?
With Love, Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii