Chapter 6 : POV Keenan

1037 Kata
Aku masih mengingat dengan jelas kejadian semalam. Aku pikir cuma di sinetron aja bisa melihat perkara drama rumah tangga pasutri. Eh sekalinya tadi malam malah di lihat kan secara langsung sama keadaan. 10 tahun berlalu. Aku tidak menyangka status Rissa sekarang ini seorang janda. Atau mungkin belum menjadi janda. Dari ucapan laki-laki sok kegantengan itu yang katanya 'biar bagaimanapun aku suamimu' Berarti statusnya masih suami kan? Kalau gini caranya aku harus hati-hati. Apalagi statusnya dia masih istri orang. Bukannya apa, takut terjadi fitnah nantinya. Apalagi suaminya modelan begitu. Dih, males banget kalau sampai buang-buang waktu hanya untuk berurusan sama dia. Tetapi yang aku lihat. Sebenci itu Rissa sama suaminya. Apa endingnya mereka bakal berpisah? Kalau iya, kasian sekali nasibnya. Lagi-dia di sakitin. Terus bagaimana nasib dia sama anaknya? Eh bentar, kok aku malah jadi kepo sih? Enggak.. Enggak.. Jangan deh. Biasanya kalau kepo lama-lama bisa nagih pengen tahu terus. Apalagi dia ini mantan. Jangan sampai kalau bisa. Pintu terketuk pelan. Aku harap itu Rissa karena katanya siang ini dia sudah berjanji akan pergi ke ruanganku untuk membahas hal penting mengenai pekerjaan. "Masuk." "Assalamu'alaikum, Boss." Akhirnya dia datang.. "Wa'alaikumusaalam. Silahkan duduk." Lagi.. Rasa campur aduk ini kembali datang. Aku mencoba untuk bersikap profesional. "Langsung aja ke intinya. Kamu yakin mau ngundurkan diri dari masa training? "Saya yakin." "Tetapi yang saya lihat kamu seperti ragu." "Justru saya ragu kalau bisa lanjut bekerja dengan Boss." "Maaf?" "Saya takut di sakitin dan di kecewakan lagi." Ya ampun.. Jujur sekali anda. "Kamu mencoba bahas masalalu lagi sama saya?" "Menurut Boss?" Aku tak habis pikir. Kenapa Rissa yang kemarin terlihat sopan dan segan sekarang berubah sebaliknya? Apa iya semua itu gara-gara tadi malam? "Kalau soal masalalu, mungkin kata maaf tidak akan cukup untuk mengembalikan semuanya. Tetapi di masa sekarang, justru saya ingin menjalin kerja sama denganmu dan mengesampingkan masalalu." "Maaf ya Boss. Sudah saya katakan kalau saya ini tetap tidak akan melanjutkan pekerjaan." "Jika saya memberi gaji lebih. Apakah kamu tetap menolak?" Aku memperhatikan Rissa yang langsung terdiam. Aku mulai menebak-nebak sepertinya dia mulai berpikir ulang untuk mempertimbangkan kembali ucapannya atau mungkin malah tertarik soal tawaranku. "Rissa?" "Tetap saya tidak tertarik." Oh, aku salah. Oke aku harus sabar dan pelan-pelan. "Memangnya kamu mau di gaji berapa? Saya harap kamu bisa menolong saya. Jujur saya lagi kesusahan tentang karyawan saya yang baru saja saya pecat." "Kok Boss maksa banget sih?" "Karena saya percaya kamu bisa membantu saya sebagai kasir di toko kue ini. Apalagi sebelumnya kamu sudah memiliki pengalaman menjadi kasir di tempat kerja yang dulu." "Maaf saya harus pergi. Permisi." "Rissa saya belum selesai bicara." "Assalamu'alaikum." "Chessey.." Dengan terpaksa aku menyebut nama panggilan kesayangan masalalu itu. Tidak ada cara lain. Karena situasi benar-benar mendesakku. Karyawan sebelumnya yang bertugas sebagai kasir selama ini diam-diam tidak jujur dan berani mencuri sejumlah uang tanpa sepengetahuanku. Setelah aku mengetahuinya, aku langsung memecatnya. Sebenarnya aku bisa saja menggantinya dengan pekerjaan yang ada. Tetapi sayang, mereka semua karyawan yang baru menginjak 1 bulan bekerja. Inilah alasanku kenapa tetap bersikeras untuk meminta tolong pada Rissa. Kali ini aku serius benar-benar mengesampingkan urusan pribadi apalagi masalaluku dengan dia. Yang penting sekarang adalah soal urusan pekerjaan yang paling utama. Apalagi dia sudah punya pengalaman di bidang kasir. "Boss! Stop mempermainkan saya!" "Aku serius! Dengar ya, saya nggak pernah main-main sama kamu. Bahkan kita putus pun saya nggak main-main!" Aku melangkah mendekat ke arahhya. Berdiri tinggi menjulang meskipun masih menyisakan jarak di antara kami. "Tolong saya ya. Please.." Dia terlihat menghela napas kesal. Aku sadar akan hal itu. Akhirnya dia bersedekap. "Oke, tapi saya punya syarat!" "Apa? Jangan ngadi-ngadi Chessey." "Sorry ya, Saya nggak suka basa basi! Jadi langsung aja ke intinya." Baiklah kali ini aku akan mengalah. Daripada nggak dapat karyawan kasir sama sekali. "Oke oke apa?" "Pertama, jangan panggil nama tadi. Saya nggak suka." "Loh itu memang nama panggilan kamu kan?" "Nama itu hanya boleh di panggil sama pria yang pernah bikin saya bahagia dan merasa di cintai." "Ya sama aja Rissa. " "Beda! Dulu orang itu ada. Sekarang sudah nggak ada lagi karena sudah saya membuangnya ke tempat sampah. Prinsip hidup saya adalah tidak pernah mentolerir orang-orang yang sudah menyakiti saya." "Kamu nyindir saya?" "Yang kedua... " Gilak ni cewek! Bener-bener makjleb banget sindirannya. Bahkan pertanyaanku aja tidak di jawabnya. "Yang kedua jangan pernah ada bahas masalalu. Hubungan kita sekarang hanyalah sebatas boss dan karyawan. Tidak lebih dari itu." "Dan yang ketiga. Saya mau gaji 8 juta." "Eh buset! Kamu mau rampas uang saya atau gimana. Bahkan gaji karyawan disini hanya 3 juta!" Tiba-tiba Rissa tersenyum sinis ke arah ku. "Dah saya tebak. Yang ketiga boss nggak bakalan sanggup. Dahlah, mending nggak usah pakai saya." Aku tersenyum miringi mendengar kata 'Pakai saya' "Kamu lupa justru saya adalah orang pertama yang pernah pakai kamu? Bukankah dulu kita suka sama suka? Bahkan saya yakin sekali kalau kamu tidak pernah melupakan hal itu." "Boss! Kok malah melenceng sih?!" "Oke, deal 8 juta. Besok mulai kerja masuk sift pagi. Kalau sudah jelas silahkan pergi dari sini." Aku langsung membalikkan kursi kerjaku dan membelakanginya. Dengan sok-sokkan aku menaikan daguku sambil bersedekap. Padahal sebenarnya, cuma mau menjawab ocehannya itu rasanya ketar ketir. Karena biar bagaimana pun berbicara secara gamblang begini bukanlah gaya bicaraku. "Assalamu'alaikum. Ayah!" Aku terkejut dan langsung berdiri membalikkan badan. Sedangkan Rissa sudah berdiri menghadap pintu. Aku juga tidak menyangka kalau si gadis cantik yang kini berusia 4 tahun itu datang menghampiriku ke tempat kerja. Dan satu hal lagi yang harus kalian tahu. Dia adalah Safira, putriku. "Ayah, kok dia ada disini?" Tiba-tiba Safira menunjuk ke arah Rissa. Sampai-sampai Rissa ikutan heran menatap putriku. Aku juga merasakan hal yang sama dengan kebingungan yang ada. "Safira kenal?" Safira menggeleng pelan. "Soalnya wajahnya sama kayak di foto yang Ayah simpan di dalam lemari. Jadi yang di foto itu Tante ini ya?" Eh Bentar.. bentar.. Ini maksudnya apa? ASTAGA AKU BARU NGEH! Auto langsung panik! "Em, Fira, ini bukan seperti yang-" "Wah Tante cantik sekali! Kok bisa sih fotonya ada di lemari Ayah aku? Tante pacarnya Ayah ya?" Oke, Otw ke Mars sekarang juga. **** ? Siapa yang mau ikut si Boss ke Mars wkwkw Halo, aku kembali up hari ini. Makasih ya sudah baca. Moga betah sampai part selanjutnya ✨ With Love, Lia Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN