Prolog
Berpuluh-puluh detik yang di tempuh, berpuluh-puluh menit yang di lewati dan berpuluh-puluh jarak yang sekarang di cari. Dengan langkah cepat bak sebesit cahaya, menembus rintik-rintik hujan dengan di temani siang dan malam.
Terpaksa mundur, menjauh, menjauh, dan menjauh. Dunia yang seolah membencinya, memerintah makhluk hidup lain untuk mengusirnya, membuangnya tanpa tahu Ia pernah berbuat salah apa. Tapi yang pasti satu permasalahan kenapa hidupnya seperti ini yaitu hanya karena sebuah kekuatan dalam tubuhnya, kekuatan yang bahkan tidak pernah Ia lihat selama seratus tahun hidupnya.
Dan tanpa mengenal sakit di area kakinya setelah lebih dari lima puluh jam berlari segesit mungkin—meninggalkan cacian bahkan makian yang terus di berikan padanya hingga akhirnya Ia berhenti di sebuah danau yang tampak Indah di hadapannya.
Seketika Ia meluruh—menabrakkan lutut telanjangnya pada tanah kasar terlapis serpihan dedaunan kering. Tidak ada air mata, tidak pula ada tangisan. Dalam keterdiaman pilu, Ia bermonolog dalam batinnya—memendam apa yang selama ini terkumpul menjadi satu dalam satu kata bernama 'amarah'
Sesaat kemudian. Wanita bernama lengkap Siluna Kimara itu kembali berdiri, bergerak melangkah mendekati danau, menenggelamkan kakinya yang sepucat mayat ke dalam air yang tampak sangat bening itu.
Kemudian, satu persatu Ia tanggalkan pakaiannya dan hanya menyisakan gaun dalamannya saja yang tampak transparan dan di sisi lain tampaklah memar-memar bahkan luka sobek menganga di perut kirinya, dan yang lebih menarik perhatian adalah sebuah luka di bagian sisi lainnya—yaa, tepat di sebelah kanan dan di lihat dari teksturnya tidak sepekat dan sebasah luka di bagian kiri yang menunjukkan bahwa luka tersebut tidaklah baru, dan bekas luka itu memiliki panjang sekitar panjang jari telunjuk manusia dewasa dengan ujungnya yang tampak aneh karena ada sebuah gambar bunga berwarna hitam di sana.
Merendam dirinya sampai leher, wanita dengan rambut berwarna abu itu memejamkan matanya sejenak, dan tak lama kemudian matanya kembali terbuka dengan seulas senyum tipis di bibirnya dan bersamaan dengan itu tubuhnya bergerak bangkit, keluar dari air dan tanpa di sangka seolah keajaiban datang entah dari mana. Semua luka memar, sobekan yang menganga berangsur-angsur hilang dan hanya meninggalkan kulit yang tampak mulus kembali.
"Perfect."
Satu kalimat yang keluar dari mulut mungil berwarna pink pucat itu terdengar sangat halus nan lembut. Dan raut kepuasan terpatri jelas di wajah cantiknya saat melihat seluruh tubuhnya yang kembali sempurna minus bekas luka di lehernya yang tak kunjung menghilang.
Entah apa yang menjadi penyebab bekas luka itu masih bertahan, yang pasti luka tersebut bukanlah luka baru, Siluna ingat
luka itu ada saat usianya baru menginjak 10 tahun.
"Sepertinya danauku kedatangan tamu."
Dan dalam keheningan itu, tiba-tiba suara berat terdengar di telinga tajam Siluna yang langsung waspada. Kedua tangannya seketika menyilang di area dadanya, tatapannya menatap tajam sosok tampan yang tengah menyeringai padanya.
"Siapa kau? Kau mengintip! Balik badanmu!!'' Ucapnya dengan lantang, bersama dengan itu salah satu tangannya terulur tertuju pada ceceran pakaiannya yang terongkak di bawah kaki pria itu. Dan entah bagaimana setelah bibir pink bunganya itu mengucapkan sebesit kalimat, pakaian tersebut telah berpindah ke tangan si wanita.
Dan kegiatan itu tak lepas dari pengawasan si pria bermata hijau tajam yang hanya mengangkat sebelah alisnya, sedangkan bibirnya tertarik membentuk sebuah senyum miring yang mampu menambah kadar ketampanannya.
"Aku yang seharusnya bertanya. Siapa kau dan kenapa kau ada di danauku?"
Dan pertanyaan itu membuat kernyitan timbul di kening Siluna. Cukup heran kenapa sosok pria di hadapannya tak mengenalnya sedangkan dengan hanya melihat, menebak, mencium aroma tubuhnya di pastikan tahu bahwa dirinya merupakan makhluk yang harus di lenyapkan.
"Siapa aku?" Tanyanya menunjuk pada dirinya sendiri dengan seulas senyum tipis yang samar tertarik di bibirnya.
Mulai melangkah keluar dari air, Siluna yang kondisinya hanya tertutup kain dari pakaian atasnya yang hanya Ia jadikan penghalang depan, Ia tak mau repot memakai kain itu karena pertanyaan pria di hadapannya jauh lebih menarik perhatiannya.
"You don't know me?"
Tanyanya dengan suara pelan. Ada sedikit nada harapan dari beberapa kalimatnya itu. Sebuah harapan semu yang bagaikan udara lepas, bisa menjatuhkannya kapan saja.
"Apa aku harus mengenalmu?" Kalimat tanya yang malah terdengar seperti pernyataan itu terlempar dari mulut pucat si pria.
Tatapan mereka beradu dalam keheningan sunyi malam itu, malam di mana sebuah taburan bintang di langit yang tampak memanjakan mata hadir di bawah dua sosok yang hanya terpaku seolah sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hingga kemudian...
"Baumu berbeda?" Ucap si pria yang sekejap mata telah berpindah tepat di hadapan Siluna yang seketika menegang.
"Menjauh–"
"Hems..."
Siluna yang akan memprotes jarak keintiman mereka, terenyak saat merasakan rasa geli di celukkan sisi bagian kanan lehernya, bersamaan dengan itu jantungnya seakan teremas sesuatu dan timbul rasa sakit setelahnya.
"Akhh! Menjauh!"
"Campuran!" Dan sebuah smirk misterius terbit di bibir pria itu saat mengatakan apa yang telah menjadi hasil tebakannya.
Tidak salah lagi!
"Nice to meet you, princess!"