TW - BG 6

2763 Kata
Beby tidak tahu harus mengatakan apa lagi pada Gavin. Karena pria itu benar-benar menyiapkan makan malam romantis yang sangat diinginkan oleh Beby selama ini. Gavin sangat mempersiapkan luar biasa di salah satu hotel mewah. Untung saja Beby mempunyai feeling yang baik, sehingga ia tidak salah memakai pakaiannya. Karena saat ini juga Beby tampil dengan sangat cantik. Menggunakan dress panjang dan mempunyai belahan sampai sepaha. Kaki jenjangnya menggunakan sepatu hills yang menawan juga. Gavin saja sampai pangling ketika melihat Beby yang berdandan sangat cantik. Makan malam keduanya juga di temani dengan dua orang yang memainkan biola serta seorang pria yang memainkan piano juga. Dari tadi Beby tak berhenti berdecak kagum dan tersenyum pada Gavin. “Kamu sesenang itu?” Tanya Gavin dan Beby menganggukkan kepalanya. “Iya, makasih banyak ya. Aku beneren senang banget kamu ajak makan kesini.” Gavin menggenggam tangan Beby lalu mencium punggung tangan wanita itu dengan mesra. “Syukurlah kalau kamu emang suka, aku senang dengarnya. Aku buat ini khusus buat kamu. Karena aku cinta banget sama kamu, I love you more.” Ucap Gavin dengan mesra. “I love you too.” Balas Beby. Gavin menarik Beby sehingga keduanya berciuman. Malam itu Beby tidak akan pernah bisa lupakan, bagaimana Gavin yang memperlakukannya dengan sangat baik dan manis pula. Setelah makan mereka berdansa, setelah itu mereka berniat melanjutkan kegiatan mereka dengan minum di apartement Gavin. Tadi mereka juga sudah membuka satu botol saat makan malam, namun keduanya merasa tidak cukup dan ingin melanjutkannya kembali. Namun saat di lobby Beby malah bertemu dengan Evan. Pria itu memanggilnya membuat Beby jadi kesal. “Kamu kenal sama dia?” Tanya Gavin pada Beby. “Hai, kamu ngapain di sini?” Tanya Evan saat mendekati Beby. Pria itu melihat Gavin yang ada di samping Beby dengak seksama. Dimana Gavin yang juga menggenggam tangan Beby dengan erat. Beby melihat arah pandang Evan yang melihat tangannya dengan Gavin. Kali ini Beby tak peduli, kalau pria itu tahu biarkan saja memang sudah saatnya pikirnya. “Hai.” Balas Beby berusaha ramah. “Sayang, kenalin ini calon suaminya Kak Alena.” Kata Beby memperkenalkan Evan pada Gavin. Evan sedikit kaget dengan Beby yang memperkenalkan dirinya sebagai calon suami Alena. Hal itu tak pernah di pikirkan olehnya sedikitpun. “Oh ya?” Tanya Gavin dengan excited. “Salam kenal, Gavin calon suaminya Beby.” Ucap Gavin dengan bangga membuat Beby jadi tertawa. Evan melihat cincin yang ada di tangan Beby, bukan cincin pernikahan mereka. Tapi ia tidak tahu cincin apa, Evan menduga bahwa cincin itu dari pria yang ada di samping Beby saat ini. “Saya Evan.” Kata Evan sambil membalas uluran tangan Gavin. “Kamu nggak ke rumah Papa? Tadi mereka hubungi katanya ada yang mau di bicarakan, mereka nggak ngehubungi kamu?” Tanya Evan membuat Beby mendelikkan matanya pada Gavin. “Wahh anda udah panggil orangtua Beby dengan Papa walaupun belum menikah?” Tanya Gavin sambil tertawa. Barulah Evan sadar kenapa Beby menatapnya dengan kesal. “Oh iya, saya udah di suruh panggil mereka seperti itu.” Untung saja Evan bisa menjawab dengan baik. “Ayo kita datang bareng aja ke rumah mereka.” Ajak Evan lagi semakin membuat Beby kesal. “Mereka nggak ada hubungi aku.” “Coba kamu lihat dulu handphone kamu, siapa tahu nggak lihat.” Kata Evan sekaligus menyindir Beby karena permasalahan yang sebelumnya. Beby berdecak kesal dan menarik tangannya dari genggaman Gavin guna melihat handphonenya yang ada di dalam tas. Lalu melihat panggilan tak terjawab dan ada pesan dari Brandy yang memintanya untuk datang ke rumah orangtua mereka. “Benerkan?” Tanya Evan membuat Beby menghela napasnya. “Sayang, kayaknya kita nggak bisa melanjutkan rencana kita. Aku emang di suruh pulang ada yang mau di bahas katanya penting.” “Tentang apa?” Beby menggelengkan kepalanya, ia saja jadi penasaran apa yang mau di bahas oleh kedua orangtuanya nanti. “Aku nggak tahu, tapi kayaknya aku emang harus pulang. Mumpung ada Evan di sini, mending aku pulang sama dia aja. Karena tujuan kita sama, gapapa ya?” “Yaudah deh gapapa, nanti hubungi aku ya kalau udah selesai?” Beby menganggukkan kepalanya. Gavin mencium kening Beby lama dan itu di lakukan di depan Evan. Beby tersenyum lalu melambaikan tangannya. Evan mengikuti dari belakang sampai akhirnya mereka di mobil dan Evan mengendarai mobilnya itu menuju rumah orangtua Beby. Bahkan ini pertama kalinya ia naik di mobil suaminya sendiri. Beby melepaskan cincin dari Gavin dan memasukkannya ke dalam tas. “Kita bisa mampir ke mall sebentar bisa? Aku mau beli baju, kalau aku ke rumah dengan baju kayak gini rasanya aneh.” “Gapapa kayak gini aja, kita perlu sandiwara di depan merekakan? Bilang aja kalau kita baru selesai makan malam di luar berdua, gampangkan? Lagipula nggak sempat kalau kita harus ke mall lagi. Ini aja kita udah terlambat.” Beby berpikir itu ide yang baik. “Aku juga nggak bawa cincin pernikahan kita, kamu nanti bantu aku untuk jawab ya kalau di tanya. Kalau nggak di tanya yaudah nggak usah di ungkit.” Evan menganggukkan kepalanya paham. “Bukannya kamu pergi ya? Kenapa bisa ada di hotel tadi?” Tanya Beby tanpa sadar, ia mengutuki dirinya sendiri ketika pertanyaan tersebut keluar begitu saja. Evan tersenyum mendengar pertanyaan Beby, ia senang karena Beby bertanya padanya. “Iya, tadi ada pertemuan penting di sana. Begitu sampai aku langsung ke sana tadi. Maaf kalau aku nggak kasih tahu kamu, semuanya serba mendadak.” Buat apa Evan bilang padanya? Bukankah hal itu sebenernya tidak begitu penting? “Tadi aku udah sempat bilang sama Mama kalau kamu nggak di rumah. Jadi bilang aja kamu baru pulang tadi sore dan langsung aja aku makan malam di hotel, itu ide yang baik kayaknya.” “Oke.” Jawab Evan langsung dengan cepat karena dia setuju dnegan ide Beby tersebut. “Udah berapa lama kamu punya hubungan sama pria tadi?” “Udah lama banget dan dia udah lamar aku sebelum nikah sama kamu. Gara-gara nikah sama kamu, aku harus bohong sama Gavin. Aku nggak bisa bawa dia ke orangtuaku.” Kata Beby kesal ketika mengingat itu. “Kenapa kamu nggak bilang kalau sama orangtua kamu kalau sebenernya kamu punya pacar? Itu pasti akan jadi pertimbangan mereka untuk nikahkan kamu sama aku.” “Walaupun aku bilang apa kamu pikir orangtua aku bisa terima? Mereka butuh pernikahan ini untuk menyelamatkan banyak hal. Kalau mereka tahu aku punya hubungan yang ada mereka bakalan suruh aku untuk akhiri hubungan sama Gavin. Mereka pasti akan ngebatasi aku untuk pergi kemanapun. Kalau kamu ada di posisi aku, apa kamu bisa tolak? Mereka di perhadapkan banyak hal dan satu-satunya bantuan hanya ada di aku, kamu pikir aku setega itu sama mereka?” Kata Beby dengan meninggikan suaranya. “Sudahlah, kamu pasti nggak akan tahu. Jadi aku minta tolong, jangan kasih tahu mereka tentang hubunganku dengan Gavin. Termasuk sama Gavin juga, dia nggak tahu tentang hubungan kita. Biarkan aja semuanya seperti ini, aku akan tahan semuanya sendiri sampai Kak Alena sadar. Aku juga akan minta Gavin sabar untun nunggu, aku harap kamu bisa di ajak bekerjasama.” “Jadi nggak ada yang tahu tentang hubungan kalian? Siapapun nggak ada yang tahu?” “Hanya teman dekat aku aja sama keluarganya Gavin. Pihak rumah sakit juga nggak tahu karena peraturan. Kalaupun kita menikah, Gavin akan ngalah untuk pindah rumah sakit. Aku sayang banget sama Gavin, dia beda dari yang lain. Dia selalu utamain kebahagiaan aku di bandingkan dirinya sendiri. Jadi aku harap kamu nggak akan merusak hubungan aku sama Gavin. Selama ini kita backstreet.” Evan menganggukkan kepalanya paham. “Aku harap kamu juga jangan ikut campur sama hubungan aku sama Gavin. Kalau kamu juga punya pacar atau jatuh cinta sama perempuan lain juga silahkan. Itu hak kamu, karena aku nggak akan pernah larang kamu untuk jatuh cinta sama perempuan lain. Makanya pernikahan kita ini harus jadi rahasia, supaya hubungan kita dengan pasangan kita masing-masing nggak jadi masalah.” Evan hanya diam saja mendengarkan, tidak berniat membantah sama sekali. Karena Evan diam, maka Beby pun akhirnya diam dan sibuk sama pikirannya sendiri begitu juga dengan Evan. Sesampainya di rumah orangtua Beby, keduanya kembali berakting. Evan merangkul Beby agar terlihat mesra. “Akhirnya kalian datang.” Kata Randy. “Kalian habis dari mana?” Tanya Carissa saat melihat pakaian Beby dan Evan yang begitu rapi. “Kita habis makan malam berdua di luar Ma, makanya kita telat datangnya. Maaf ya kita udah terlambat.” Kata Evan tak enak hati. Pria itu mencium punggung tangan Randy dan Carissa sebagai bentuk baktinya dan di susul oleh Beby. “Bukannya kamu lagi pergi ya? Tadi siang Beby bilangnya gitu.” “Iya Ma, baru sampai tadi sore. Makanya langsung ajak Beby makan malam supaya nggak ngambek karena di tinggal dua hari ini. Syukurnya Beby udah nggak ngambek lagi, iyakan?” Tanya Evan sambil tersenyum dan tak lupa dengan tangan Evan yang berada di genggaman wanita itu. “Iya.” Jawab Beby singkat. “Papa senang lihat hubungan kalian yang udah meningkat kayak gini. Papa harap ada kabar baik selanjutnya ya?” Beby hanya tersenyum saja. “Udah mulai pembahasannya Pa?” Tanya Evan. “Belum, rencananya emang mau nungguin kalian dulu. Brandy aja yang buka pembicaraan.” Kata Randy pada anak keduanya itu. “Begini Papa berniat mengeluarkan Kak Aditya lebih cepat dari tahanan. Pastinya akan butuh biaya yang besar juga. Tapi Kak Aditya akan jadi tahanan kota. Papa juga berniat sewa pengacara yang bagus juga untuk bantu hal ini. Bagaimana menurut kita yang ada di sini?” “Aku nggak setuju! Papa yang awalnya nggak mau bantu Kak Adityakan? Jadi lebih baik seterusnya aja seperti itu sampai Kak Aditya selesai mendapatkan hukumannya. Bukannya bentar lagi juga dia bakalan keluar? Kenapa Papa berubah pikiran sekarang? Papa lupa siapa yang buat keluarga kita kayak gini sekarang? Itu Kak Aditya Pa! Dia udah buat malu keluarga kiat! Jadi biarkan dia terima hukumannya sendiri! Aku nggak mau Papa bantu Kak Aditya keluar dari penjara dengan cepat! Biar aja dia di dalam sana! Malah nggak usah keluar bila perlu!” Kata Beby dengan marah dan suara yang meninggi. “Hey, tenang dulu.” Evan berusaha menenangkan Beby yang sedang marah itu. “Kamu nggak tahu apa-apa, jadi jangan suruh aku untuk tenang. Kalau kamu ada di posisi aku pasti kamu juga bakalan melakukan hal yang sama. Kak Aditya itu jahat, dia udah hancurin keluarga ini. Dia juga buat malu!” Teriak Beby dengan wajah yang memerah bahkan matanya saja sudah berkaca-kaca dan memerah karena amarah. “Iya aku tenang, tapi kamu jangan kayak gini. Udah ya kamu tenang dulu.” Bujuk Evan dengan mengelus pundak wanita itu. sedangkan Carissa sudah menangis mengingat Aditya. “Lihat Mama nangis lagi karena mikirin Kak Aditya, udahlah kembali aja kayak ke awal. Kita udah sepakat untuk nggak ikut campurkan. Jadi biarkan aja, percuma juga kita bantuin.” “Tapi kasihan anaknya Aditya, dia udah gede dan sekarang butuh sosok Papa. Kita harus pertimbangkan hal itu juga. Gimana kalau itu di perhadapkan sama kamu Beby?” “Aku nggak akan pernah ngelakukan hal gila seperti yang Kak Aditya lakukan. Intinya aku nggak setuju, kalau aku tahu Papa sampai bantu Kak Aditya aku akan marah banget sama Papa. Itu berarti Papa nggak sayang sama aku. Papa lupa kenapa aku bisa nikah sama Evan kenapa? Itu akibat dari siapa? Dari Kak Adityakan? Jadi dia udah menjerumuskan orang ke lembah yang nggak seharusnya. Kalau Papa bantu Kak Aditya, itu berarti Papa nggak hargai perasaan aku sama sekali!" Beby bangkit berdiri dan menatap Evan. “Kamu mau pulang atau enggak? Kalau enggak, aku bakalan pulang sendiri.” Kata Beby dengan dingin pada Evan. Pria itu melihat Carissa dan Randy bergantian meminta persetujuan, mereka menganggukkan kepalan mengizinkan mereka untuk pulang lebih dahulu, “Okay kita pulang.” Evan ikut bangkit berdiri. Beby keluar lebih dahulu tanpa pamit, sedangkan Evan masih saja pamit kepada orangtua Beby itu. “Pa, Ma kita pamit pulang ya.” “Iya, Mama titip Beby sama kamu ya. Tolong tenangin dia.” Kata Carissa pada menantunya itu. “Iya, Mama tenang aja.” “Beby kalau lagi marah di biarin sendiri dulu. Jangan makin buat dia emosi ya? Kamu harus bisa tenangin dia, kalau bisa biarkan dia sendirian aja sampai dia tenang sendiri. Biasanya dia suka ngurung diri di kamar kalau lagi marah.” “Iya Kak, makasih ya.” Setelah itu Evan berjalan keluar menemui Beby yang sudah menunggunya itu. “Lama banget sih! Ngapain aja, jalan aja lelet!” Beby melampiaskan amarahnya pada Evan. Pria itu hanya diam saja dan tak berniat membalas. Ia tahu keadaan Beby sedang tidak baik saat ini. Evan membukakan pintu untuk Beby sampai wanita itu masuk. Setelah itu Evan ikut masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankan mobilnya untuk keluar dari pekarangan rumah mertuanya itu. “Jangan lama, ngebut sekalian.” Kata Beby ketika mereka berhasil keluar dari rumah orangtuanya. “Jangan, kamu mau kalau kita kecelakaan?” “Biarin aja, mati aja sekalian supaya Papa puas. Nggak mikir apa, begitu banyak pengorbanan yang udah di lakukan karena dia. Masih mau di bantu? Aku terjebak di dalam pernikahan bodoh ini juga karena apa? Semuanya karena dia! Aku benci Kak Aditya! Aku benci! Aku nggak akan maafin Kak Aditya sampai kapanpun!” Teriak Beby dengan keras di dalam mobil. Evan tidak membawa Beby untuk pulang ke rumah. Ia membawa Beby ke sebuah gedung yang Beby tidak tahu itu tempat apa. “Kamu ngapain bawa aku ke sini? Tadi akukan udah bilang mau pulang.” “Ayo ikut, aku tahu gimana supaya kamu bisa teriak kencang dan lebih tenang.” Beby mengikuti Evan dari belakang. Pria itu membawanya masuk ke dalam gedung yang ia tidak tahu itu. Masuk ke dalam lift lalu menuju lantai paling atas. “Kamu silahkan teriak di sana dan luapkan semua emosi kamu di sana. Aku tungguin kamu di sini. Aku janji nggak akan ganggu kamu.” Beby mengernyitkan keningnya bingung. Awalnya ia tidak tahu maksud dari Evan. Namun begitu masuk barulah ia paham, bahwa ia berada di lantai paling atas. Ia berada di rooftop yang dari atas bisa melihat bagaimana kerlap-kerlipnya kota Jakarta. Beby seketika speechless melihat pemandangan yang menurutnya sangat indah itu. Rambutnya yang tergerai itu beterbangan karena angina malam yang menghampirinya. Beby sedikit merasakan dingin namun masih bisa di atasi. Beby bisa melihat dengan jelas gedung-gedung tinggi dan mobil yang masih banyak berlalu lalang. Ia baru tahu ada tempat sebagus ini di kota Jakarta pikirnya. Dengan begini ia bisa melihat bagaimana kota Jakarta di malam hari. Tanpa pikir panjang kesempatan itu akhirnya Beby pakaikan untuk berteriak sekuat-kuatnya tanpa ada yang memarahinya. Beby melampiaskan semuanya di saan dan Evan bisa mendengar teriakan Beby itu. Evan jelas tahu bagaimana latar belakang keluarga Beby. Ia sudah mencari tahu semuanya semenjak menikah dengan wanita itu. Tapi tidak dengan kekasih Beby yang baru diketahuinya tadi. Karena memang Beby selama ini tidak memberitahukan kepada siapa-siapa tentang hubungan mereka. Mungkin Evan akan mencari tahu nanti bagaimana latar belakang keluarga Gavin yang sesungguhnya. Saat ini biarlah ia menenangkan Beby sejenak di tempat yang menjadi rahasianya ini. Sebenernya tempat ini juga baru Evan temukan beberapa hari yang lalu. Evan akan menjadikan tempat ini juga sebagai tempat pelampiasan ketika pikirannya sedang tidak stabil. Tapi kali ini Beby membutuhkan tempat ini, makanya Evan mau berbagi dengan wanita itu. Hal yang Evan lakukan untuk pertama kali, karena biasanya pria itu enggan berbagi pada orang lain. Apalagi kali ini berbagi dengan sesuatu hal yang ia sukai. Evan mengambil rokok yang ada di saku celananya, lalu menghidupkannya dan menghisapnya dalam-dalam. Bukan hanya Beby saja yang membutuhkan pelampiasan, ia juga butuh pelampiasan bukan? Maka kini pelampiasan Evan hanya ada pada rokok. Setelah Beby merasa lebih tenang, akhirnya wanita itu kembali mendatangi Evan yang sedang merokok. Beby sedikit kaget melihat Evan yang merokok, ia pikir Evan bukanlah pria perokok. Mengingat bagaimana pria itu yang selalu rapi, wangi, bersih dan terlihat bukan seperti pria yang suka merokok dan minum. Kenapa seolah sekarang ia seperti sedang memuji Evan pikirnya. Tapi bagaimanapun ternyata ia salah menilai Evan dengan pemikiran yang buruk. Akhirnya Beby mengajak Evan untuk pulang ke rumah setelah dirinya tenang. “Udah jauh lebih tenang?” Tanya Evan sambil mematikan rokoknya dengan kakinya. “Udah, thank’s udah bawa aku ke tempat yang bagus kayak gitu.” Evan tersenyum mendengar ucapan terimakasih dari Beby. Apalagi dengan keadaan Beby yang terlihat manis karena mengucapkannya dengan tulus. “Sama-sama, kalau kamu lagi banyak pikiran dan butuh tempat pelampiasan kamu bisa datang kesini.” Beby tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Okay, makasih ya.” Kata Beby lagi dengan sungguh, Evan tersenyum lalu mulai berjalan dan Beby mengikutinya dari belakang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN