Aku memandang jarum jam pendek di kantor. Hari-hari rasanya sangat berat dan lama. Belum lagi karena mengingat kejadian di depan rumah ayah Iota. Aku membuang napas berat. Iota tak membalas pesanku satu pun. Ia bahkan tidak membacanya. Ya mending sih daripada dibaca saja. Seharian itu pula aku mencoba melupakan sejenak soal Iota dengan mengobrol ringan di kantin bersama teman redaksi, juga Narada yang bergabung. Teman-teman asyik membicarakan agenda menjelang akhir tahun yang harus segera dijadwalkan. Jani mengeluarkan beberapa lembar undangan pernikahan pada kami. Aku sontak menjatuhkan sendok es krim ke gelasnya dan meraih undangan itu. “Gercep amat laki lo, Jan!” seru Mona sambil memandangi undangan yang diberi hiasan pita dan iluminasi emas. “Kalau gue nggak maksa dia segera nikahi
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari