Selama seminggu terakhir ini Shireen cukup disibukkan dengan kegiatan menyambut pernikahannya, teman-teman untuk menjadi bridesmaid sudah dihubungi. Semuanya siap, terlebih Arumi memberi mereka pakaian jadi yang cukup indah. Waktu seminggu akan sulit untuk menjahit sendiri.
Mereka mengadakan pesta kecil di salah satu cafe untuk mematangkan persiapan pernikahan Shireen. Saat ini Shireen tak lagi menjadi wanita paling irit sejagad raya yang bisa menunggu hanya untuk diskon. Toh selama ini dia berhemat, ternyata justru uangnya digunakan untuk rumah yang tak menjadi miliknya itu.
Berbekal tabungannya, dia pun mentraktir semua temannya yang berjumlah sekitar delapan orang. Terdiri dari teman SMA dan juga teman kuliah yang akan menjadi pengiring pengantin. Tim WO turut hadir di acara kecil ini untuk memberi masukan pada hari H acara pernikahan lusa.
“Reen, enggak nyangka lho, lo akan menikah dengan laki-laki kayaaa, wuahhhh keren!!” ujar salah satu teman Shireen.
“Ya nih, gue bangga banget lo bisa nikah dengan dia, apalagi bisa ngalahin si Steffani itu! Ih dari awal kalian temenan, gue tuh udah pengen grawuk muka dia tahu enggak!!” ujar teman SMA Shireen yang memang mengenal Steffani juga.
“Dia tuh muka dua banget, manipulatif, makanya dulu gue sempet kesel sama lo kan pas kalian keliatan akrab,” tambah teman lain yang membuat semuanya tertawa.
“Sudahlah Gaes, yang penting kan dia sudah menikah dengan lelaki idaman dia, dan aku pun akan menikah dengan lelaki idaman aku,” ucap Shireen.
“Reen, gue berharap elo bahagia dengan laki-laki itu ya,” ucap teman lainnya.
“Pasti dong, mas Gyandra itu laki-laki baik dari keluarga baik, papaku tahu banget keluarga mas Gyandra kayak gimana,” ucap Ayana menambahkan.
“Semoga, doain aja ya,” ucap Shireen. Salah satu waitress datang dan membawakan minuman untuk mereka.
“Non alkohol tenang aja,” tukas Ayana yang kedapatan menghandle acara ini.
“Jadi nanti pertama datang kita bagaimana? Baju muat semua kan? Jangan pada banyak makan biar enggak kesempitan,” kekeh teman lainnya dan mereka pun saling bercanda yang dilanjutkan berembuk untuk acara lagi.
Sementara itu di tempat lain, Gyandra masuk ke kamarnya. Dia membuka ponsel melihat salah satu kontak di ponselnya. Elenio.
Dia menghubunginya, namun orang itu tak menerima panggilannya. Dia pun mengirim pesan padanya agar datang ke pesta pernikahan.
Gyandra melihat foto di galerinya, senyumnya terukir melihat foto-foto masa kecilnya hingga air matanya sedikit menetes. Dia menyekanya.
“Kamu harus hadir,” tutur Gyandra. Tubuhnya terasa lelah dan dia mengantuk, sebaiknya dia tidur karena besok dia harus melihat keadaan hotel untuk acara pernikahan.
***
Shireen terbangun dengan rasa keterkejutan yang luar biasa, pintu kamar kostnya digedor-gedor dengan cukup kencang. Barang-barang hampir semua sudah masuk dalam kardus yang dia siapkan. Malam ini, rencana semua barang akan diantar ke rumah Gyandra, sementara dia menginap di rumah Ayana karena besok pagi sekali, dia dan ayana akan ke hotel untuk make up pengantin.
“Duh siapa sih?” tanya Shireen sambil mengucek matanya, salahnya karena semalam pulang larut. Beruntung dia sudah izin dengan ibu kost yang memberinya kunci cadangan untuk pintu gerbang.
Dia pun membuka pintu dan menatap sosok wanita dengan mata membulat besar memelototinya.
“Heh pembantu!! Bisa-bisanya nikah enggak bilang saya!!” ujar wanita berwajah keras itu.
“I-ibu?” ujar Shireen, melihat bahwa wanita yang berdiri di hadapannya adalah perempuan yang pernah memberi izin tinggal di rumahnya, meskipun semua tak gratis, ada harga yang harus dibayar, selain mengabdikan diri mengurus rumah dan segala perintilan anak-anak wanita itu, dia bahkan harus memberi uang bulanan ketika sudah bekerja.
“Ya masih ingat saya? Mentang-mentang mau menikah dengan orang kaya, saya dilupakan! Eh tanpa saya jadi apa kamu? Masih jadi gembel di kampung! Paling-paling juga menikah dengan anak petani, hidup tiap hari berladang!”
“Bu! Kan ibu sendiri yang mengatakan bahwa kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Apa ibu lupa? Sampai sekarang saya bahkan masih menyimpan chat itu, Bu.” Shireen memandang wajah wanita yang dulu selalu mengintimidasinya itu. Dia bahkan pernah hanya makan makanan sisa dari salah satu anak wanita itu yang tidak habis karena dilarang makan dengan alasan beras sedang mahal. Betapa teganya!
“Halah, tetap saja harusnya kamu enggak seperti itu!”
“Saya sudah memberi uang setiap bulan pada ibu, menganggap itu adalah balas budi membayar biaya saya hidup selama ini menumpang di rumah ibu. Lalu apa masih kurang? Jika masih apa bisa dilunasi dengan pekerjaan saya yang tak pernah diberi imbalan, mungkin ibu yang justru berhutang!”
“Berani kamu melawan sekarang ya! Mentang-mentang mau jadi orang kaya!!” ujar wanita itu mengangkat tinggi tangannya, Shireen menunduk, dia pernah ditampar olehnya beberapa kali karena kedapatan pulang telat, itu pun dia sudah bilang kalau dia ada kerja kelompok di sekolah. Dia bahkan masih ingat rasa sakitnya.
Hingga tiba-tiba seorang wanita datang dan mendorong perempuan itu.
“M-Mama?” panggil Shireen pada Arumi yang hadir tepat waktu.
“Kamu siapa!!” tanya ibu itu pada Arumi.
“Saya mamanya, kenapa?” tanya Arumi dengan mata nyalang.
“Oh kamu calon mertuanya, asal kamu tahu ya, tanpa saya dia bukanlah apa-apa dan masih tinggal di kampung!” ujar ibu itu.
“Dan asal anda tahu, saya sudah menyewa pengacara untuk menuntut anda!” ujar Arumi.
“Pengacara?” tanya ibu itu dan Shireen berbarengan.
“Ya, pertama anda mempekerjakan anak di bawah umur! Kedua anda mengambil sawah dan rumah neneknya untuk dijual tanpa persetujuannya, ketiga anda memerasnya! Semua itu akan disidangkan segera!” ujar Arumi. Shireen benar-benar tak tahu bahwa neneknya masih memiliki hak rumah dan sawah, karena ibu itu berkata bahwa neneknya punya hutang besar padanya hingga dia menjualnya.
Wajah wanita yang semula mengeras itu kini berubah menjadi ketakutan.
“Enggak itu enggak benar,” ucap ibu tersebut.
“Kamu pikir saya tidak menyelidiki yang terjadi dengan calon menantu saya? Saya menyelidikinya, dia memiliki luka batin yang besar dan itu disebabkan oleh anda. Jadi saya tidak akan tinggal diam sebelum anda dipenjara!”
“Mohon ampuni saya! Saya tidak bermaksud seperti itu. Shireen maafin ibu ya, sungguh ibu enggak bermaksud seperti itu,” ujar ibu itu memelas, air matanya sudah menggenang, air mata buaya!
“Ma?” panggil Shireen.
“Kenapa, Sayang?” tanya Arumi.
“Ma, apa benar yang mama katakan?” tanya Shireen.
“Iya Nak, tapi kalau kamu mau lepaskan dia biar mama cabut tuntutannya,” ungkap Arumi.
“Shireen tolong maafin ibu ya Nak, ibu janji enggak akan ganggu kamu lagi dalam urusan apa pun juga, ibu mohon,” ucap ibu itu seraya berlutut di hadapan Shireen. Shireen menoleh pada calon ibu mertuanya yang membebaskan Shireen, apakah melepaskannya atau tetap membawanya ke meja hijau?
“Ma, lepaskan saja ya, dia enggak akan ganggu Shireen lagi,” ucap Shireen.
“Kamu memang anak baik, Sayang.” Arumi memeluk Shireen erat dan melepaskannya.
“Baiklah karena calon menantu saya meminta kamu dilepaskan, saya akan mencabut tuntutan itu, tapi jangan pernah munculkan lagi wajah kamu di hadapan Shireen!” tukas Arumi. Ibu itu berdiri dengan wajah lega, dia hendak memeluk Shireen namun Shireen mundur dan menggeleng, tak mau tubuhnya disentuh wanita yang membuatnya nyaris trauma itu.
“Pergilah!” ujar Arumi. Ibu itu berlari cepat menuruni tangga hingga sandalnya putus, dia menentengnya dan terus pergi. Seolah habis melihat hantu, padahal dia berniat memeras Shireen, namun sial dia justru terkena tuntutan dari calon mertua Shireen.
“Mama kok bisa ada di sini?” tanya Shireen.
“Mama mau ajak kamu ke hotel untuk lihat venuenya. Sekalian mama juga minta tim pindahan membawa barang kamu untuk dipindahkan ke rumah kalian nanti,” tutur Arumi.
“Tapi Shireen baru bangun Ma, Shireen mandi dulu ya,” ucap Shireen.
“Ya sudah mama tunggu di bawah ya sekalian pamitan dengan pemilik kost kamu,” ucap Arumi. Shireen pun mengangguk dengan senyum lebar. Dia merasa sangat beruntung berada di dekat Arumi saat ini.
Setelah mandi dan membereskan semua barang yang tersisa, dia pun turun ke bawah, driver dan petugas jasa pindahan membantu membawa kardus-kardus milik Shireen yang sebenarnya tidak terlalu banyak itu.
Shireen menghampiri ibu kost yang memeluknya erat. Selama ini memang Shireen adalah penghuni kost terbaik, tak pernah telat bayar kost dan juga selalu menjaga kebersihan. Hal yang paling disenangi wanita itu.
“Maaf ya Bu, jika Shireen belakangan sering membuat keributan,” tutur Shireen sambil menyalami ibu kost.
“Ah enggak apa-apa kok, wajar anak muda sih. Meski sudah tinggal di rumah sendiri, jangan lupa berkunjung ya Shireen,” tutur ibu kost itu ramah.
“Pasti Bu, besok jangan lupa datang ya,” ucap Shireen kemudian.
“Iya pasti, ibu dan bapak sudah beli baju couple untuk ke pesta pernikahan kamu,” tutur ibu kost membuat Shireen dan Arumi tersenyum lebar. Mereka berpamitan dan pergi ke hotel tempat acara akan dilangsungkan untuk melihat konsepnya apa kah sudah sesuai dengan yang diinginkan?
Sepanjang melihat venue itu, mata Shireen benar-benar membelalak, ruangan besar itu disulap seperti di negeri dongeng, sangat indah dan megah. Sungguh dia tak pernah membayangkan besok akan berada di sana menjadi ratu sehari. Dia terus saja menganga melihatnya. Gyandra menghampirinya dan tertawa melihat wajah Shireen.
“Kenapa sampai bengong gitu?” tanya Gyandra, sementara Arumi sudah pergi menemui tim WO.
“Bagus banget!” ungkap Shireen.
“Semua ini konsep dari mama, beliau memang paling jago mencari konsep,” ucap Gyandra.
“Iya seleranya bagus, enggak kebayang deh kalau aku yang pilih,” kekeh Shireen.
“Barang-barang kamu sudah dibawa?”
“Sudah dipindah ke rumah kamu, hanya sedikit kok baju-baju aja,” ucap Shireen.
“Oh gitu, ayo mau lihat ke arah sana, banyak tempat untuk spot foto, kamu pasti suka,” tutur Gyandra. Shireen mengangguk namun karena terlalu takjub, kakinya tersangkut kabel dan dia hampir jatuh jika saja tak segera ditarik Gyandra.
Mereka seperti sedang berdansa dengan posisi tubuh Shireen di bawah. Lama mereka bertatapan hingga Gyandra mendengar bunyi bip bip dari jam tangannya. Dia membetulkan posisi Shireen agar berdiri.
“Bahaya nih,” ucap Gyandra.
“Bahaya kenapa?” tanya Shireen. Gyandra menggeleng.
“Hati-hati, bahaya kalau jatuh,” ucap Gyandra. Shireen mengangguk lalu dia memegang tangan Gyandra.
“Agar enggak jatuh,” kekehnya ringan, tanpa tahu bahwa detak jantung Gyanda berdetak lebih cepat karena genggaman tangannya yang mungkin menurutnya tidak terlalu berarti.
***