Bab 1 Sang Casanova

1116 Kata
"Hey! Apa kalian tahu, malam ini Tuan Dalendra yang tampan itu akan datang, loh! Usianya sudah menginjak kepala tiga, tapi pesonanya itu loohh, beeeuuu ... tidak diragukan lagi. Dia tampan dan menawan, bikin kita kelepek-kelepek! Iya ga, Feb, Ca?" Friska—rekan kerja Marsha—tersenyum sambil mendongak ke langit-langit ruangan, membayangkan betapa tampan dan gagahnya seorang pria yang kaya nan tampan yang sudah berusia 31 tahun, namun dia belum menikah. Pria tampan dan gagah itu terkenal sering berganti pasangan dan enggan untuk terikat pernikahan dengan wanita manapun. Entah sudah berapa puluh wanita yang pernah jatuh ke dalam pelukannya, semua orang malah mengantri untuk bisa dekat dengannya. "Halah .... Hanya pria seperti itu saja, untuk apa dibanggakan? Modalnya hanya tongkat sakti, uang dan wajahnya yang tampan saja. Tanggung jawab ... dia sama sekali tidak punya! Untuk apa menyukai pria seperti itu?" Marsha berbicara sambil tersenyum mendengar temannya membanggakan pria itu. Sedangkan di sampingnya, Febi tengah asik mengaduk gelas berisi air berwarna merah sambil sesekali melihat Marsha yang baru saja berbicara. "Aishhh!" Friska pun meringis. Ia tidak tahan dan langsung menatap Febi dan Marsha silih berganti dengan kening yang mengkerut. "Kalian ini ... apa kalian penyuka sesama jenis? Kalian tidak tertarik pada pria tampan yang ada di muka bumi ini, termasuk pria itu?" candanya, namun dengan sedikit kesal. Saat ini, mereka bertiga sedang duduk di salah satu meja yang ada di aula hotel untuk menghadiri acara perayaan tahun baru yang diadakan oleh perusahaan-perusahaan besar di dunia fashion. Kabar tentang kedatangan sang casanova yang tampan dan kaya itu menggegerkan semua orang, termasuk Friska yang sejak dulu sudah tergila-gila pada pria itu. Namun, walau semua orang sangat antusias menunggu kehadiran sang casanova, tapi tidak dengan Marsha. Ia yang sedari kecil sudah tinggal berdua dengan ayahnya—karena ibunya berselingkuh dan ketahuan tidur dengan pria lain—sama sekali tidak tertarik pada pria kaya dan tampan yang terbiasa tidur dengan banyak wanita. Jangankan tertarik, untuk kenal pun rasanya Marsha tidak berminat. "Ya tampan sih, tampan! Tapi kalau hanya seorang casanova yang seorang ahli tentang perempuan, petualang seks, tidak bisa dipercaya, jenis pria yang akan mengatakan apapun demi merayu dan tidur dengan wanita, aku sih gak tertarik sama sekali, Fris! Justru pria seperti itu harus kita hindari, agar kita selamat!" balas Marsha yang masih dengan pendapatnya sendiri. Marsha benar-benar muak mendengar rekan kerjanya terus memuji dan memuja play boy itu. Padahal seorang casanova tidak seistimewa yang Friska bayangkan. "I-Iya sih Ca, kau benar! Tapi a-" Belum sempat Friska melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Febi memotong. Febi mengalihkan pembicaraan dengan menyodorkan gelas berisi minuman yang tadi diaduknya pada Marsha. "Ini Ca, minumlah!" "Sebentar lagi kita pulang!" ucap Febi lagi setelah Marsha mengambil gelas yang diberikannya. Sambil menutup tas kecil yang dipakainya, Febi berkata pada Friska, "Aku sama Ica mau pulang duluan, ya! Kau di sini saja dulu mewakili perusahaan kita. Kalau ada apa-apa, kau bisa langsung menghubungiku!" "Apa? Pu-pulang? Lalu aku bagaimana?" Mendengar hal itu, tentu Friska sangat terkejut. Acara perayaan tahun baru belum selesai dan pria tampan itu juga belum datang, tapi Marsha dan Febi sudah mau pulang. Itu namanya tidak adil. "Ahhh, jangan dulu pulang, lah! Baru juga jam 11 malam. Kalian sabarlah dulu, ya! Puncak acaranya satu jam lagi. Setelah jam 12 barulah kita pulang!" bujuk Friska yang benar-benar tidak rela dirinya ditinggal sendirian di acara itu. Sang casanova tampan itu juga belum muncul, Friska tentu tidak ingin tinggal di sana sendirian mewakili perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka datang bertiga, pulang pun harus bertiga, tidak boleh ada yang ditinggal. "Febi benar. Sebaiknya aku pulang sekarang, Fris. Aku takut Daniel bangun, nanti mencariku!" balas Marsha yang sudah meneguk habis minuman yang diberikan oleh Febi. Ia pun merapikan gaun cantik yang dipakainya, lalu bersiap untuk pulang bersama Febi. "Aaaah, kalian jangan dulu pulang! Tunggu satu jam lagi, oke?" Friska memegang tangan Marsha dan Febi, mencegah mereka agar tidak pergi. "Plisss ... Ya! Jangan dulu pergi! Kumohon!" "Aishhh!" Friska terus memohon. Marsha dan Febi tidak bisa berbuat apa-apa selain kembali duduk sampai acara pergantian tahun itu dimulai. Dari depan aula tempat acara, terdengar sang pembawa acara berbicara. Dia meminta semua tamu untuk berdiri dan bertepuk tangan menyambut kedatangan tamu yang sangat istimewa pada malam hari ini. "Tuh ... dia sudah datang. Ayo berdiri!" Friska sangat antusias menyambut kedatangan petinggi perusahaan fashion di Asia tersebut. Ia berdiri dan bertepuk tangan untuk Tuan Dalendra yang tampan dan kaya, yang baru saja berjalan dari pintu masuk menuju arah depan. "Wuuuuuu!" Prok! Prok! Prok! Prok! Semua orang pun berseru sambil bertepuk tangan. Mereka segera terdiam ketika Tuan Dalendra memperkenalkan diri. Di samping Friska, Marsha yang tadi bersemangat untuk pulang dan ingin melihat putranya yang baru berusia 3 tahun, sekarang tiba-tiba saja terdiam sambil merasakan perasaan aneh pada dirinya. Entah mengapa, kepalanya sedikit pusing dan tubuhnya terasa panas. Bahkan ada denyutan aneh yang terasa di area sensitifnya. "Ah!" Marsha kehausan. Ia ingin meneguk minumannya lagi, tapi ternyata sudah habis. "Fuhhh!" Melihat kegelisahannya, Febi yang sedari tadi berdiri di sampingnya pun segera mendekat. Ia bertanya pada Marsha dengan suara yang sangat pelan. "Ca! Ada apa ?Apa kau sakit?" "Enh ...." Wajah Marsha semakin lama semakin memerah. Ia mengelengkan kepalanya pada Febi, tanda bahwa dirinya tidak tahu. Entah sakit atau apa, Marsha benar-benar tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya saat ini. "Sepertinya kau butuh istirahat, Ca! Ayo, aku akan mengantarmu ke kamar. Setelah baikan, baru kita pulang!" ucap Febi dengan ramahnya tanpa memperlihatkan ekspresi wajahnya yang sedikit aneh. "Ayo, Ca!" Febi langsung menggandeng tangan Marsha, lalu membawanya keluar dari aula setelah berpamitan pada Friska. Dari arah depan, seseorang yang sedang berbicara tiba-tiba berhenti sejenak seraya melihat kedua wanita yang baru saja berjalan keluar. Setelah kedua wanita itu menghilang di balik pintu, barulah Dalendra melanjutkan pembicaraannya lagi. *** Di koridor yang sepi, Marsha bersama Febi berjalan menuju lift, lalu naik ke lantai atas dan berjalan menuju sebuah kamar sesuai arahan dari Febi. "Kebetulan aku ada akses masuk ke kamar ini. Kau boleh istirahat selama 1 jam sebelum acara pergantian tahunnya berakhir dan sebelum pemilik kamar ini datang!" "Ah, ya!" Marsha hanya mengangguk. Ia tidak ada kekuatan untuk bertanya, 'Ini kamar siapa?' dan 'Kenapa Febi bisa punya akses ke kamar ini?'. Sedangkan ini merupakan kamar yang sangat bagus dan mahal. "Ayo!" Marsha terdiam sambil dibawa ke dalam kamar yang sangat mewah milik seseorang, lalu Marsha disuruh untuk naik ke atas tempat tidur. "Kau jangan khawatir, satu jam lagi aku akan menjemputmu, ya!" ucap Febi setelah memastikan Marsha berbaring dengan nyaman di atas tempat tidur yang luas dan empuk. Tidak lupa Febi mematikan lampu utama yang ada di sana hingga penerangan di kamar itu menjadi redup. Setelah selesai, Febi keluar dari kamar itu, lalu mengembalikan kunci kamarnya pada seorang petugas yang sudah ia kenal sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN