Setelah pulih dari kondisi kritis dan perawatan, Ferdi pun boleh pulang. Orang tua Ferdi ikut ke kost tempatnya tinggal yaitu di apartemen lantai lima. “Ferdi … bukankah ini berlebihan kalau sendiri tinggal di tempat seluas ini?” tanya Bu Eka pada putranya.
“Bu … di sini susah mencari kost yang lebih murah,” jawab Ferdi membuat alasan.
“Ferdi, jika bukan karena kau sakit. Tak mungkin Bapak dan Ibu sampai di sini. Apalagi ini kasus begal. Tapi semua kebohongan yang kamu buat sungguh tidak bisa dimaafkan! Dengan berat hati, Bapak tidak akan mengirimkan uang dan membantumu lagi setelah ini!” tegas Pak Eka.
Ferdi terdiam tidak melawan apa yang orang tuanya katakan. Dia justru terngiang dengan perempuan misterius yang datang di mimpinya. Apakah benar bisa membawa kekayaan dan kemudahan?
Setelah ceramah banyak hal, tawaran terakhir Pak Eka pada putranya untuk pulang ke Yogyakarta. Ferdi menolak, tidak mau. Kesal dengan sifat keras kepala Ferdi, Pak Eka langsung mengajak istrinya pulang.
Ferdi berbaring di ranjangnya. Tubuhnya masih terasa sakit semua. Dia sudah pasrah akan amarah semua orang padanya. Ferdi memejamkan mata dan tertidur.
Dalam mimpi, Ferdi bertemu lagi dengan Marry Ann. Perempuan misterius itu tersenyum manis menatap Ferdi. “Jadi … mau terima tawaranku?” tanya Marry Ann sambil mengulurkan tangannya. Perempuan blasteran Belanda-Indonesia ini terlihat anggun dengan gaun pengantin putih bersih.
“Ya. Asal bantu aku.”
“Oke. Mari kita menikah dengan Perjanjian Darah.”
“Apa itu?”
“Ikuti saja. Besok kamu akan mengetahuinya. Menjadi kaya raya itu menyenangkan.”
“Baiklah.”
Malam itu, Ferdi mengira hal itu hanyalah mimpi. Padahal dirinya sedang pergi ke dunia lain. Sukmanya dibawa oleh Marry Ann ke tempat Perjanjian Darah dibuat. Ferdi menggores tangannya dengan sengaja dan meneteskan darahnya pada cawan yang dicampur dengan anggur merah. Ferdi dan Marry Ann menikah disaksikan penghuni makhluk halus yang terlihat seperti manusia biasa dengan pakaian mewah.
Setelah bersulang dan meminum cawan itu, Ferdi merasa pusing. Marry Ann tertawa puas sambil meminum cawannya yang berisi anggur dan darah Ferdi. Makhluk itu sudah mendapatkan Ferdi dengan Perjanjian Darah yang dibuat.
Bersamaan dengan itu …. Meira naik taksi menuju ke apartemen kost milik Ferdi. Dia khawatir dengan Ferdi. Meski beberapa hari marah dan memutuskan tidak ingin mengenal lelaki itu, Meira tetap saja merasa tidak tenang.
Sesampainya di depan pintu apartemen, Meira menekan bel tiba-tiba pintu terbuka sendiri. Dia masuk ke apartemen itu tanpa berpikir hal buruk akan terjadi. Ternyata Ferdi sedang duduk di dekat dapur, memegang gelas berisi anggur dan terlihat sempoyongan.
“Ferdi! Kenapa minum seperti ini? Ferdi, kan, baru saja keluar dari rumah sakit. Ferdi ayo lepaskan gelas ini,” ujar Meira dengan panik.
Ferdi yang seakan tak sadarkan diri itu segera memeluk Meira. Ternyata tubuh Ferdi dikuasai Marry Ann yang meminta korban pertama sebagai pengikat Perjanjian Darah. Malam itu, Mieira melakukan hubungan badan dengan Ferdi di dalam kamar. Padahal Meira seorang gadis yang pendiam dan alim. Dia terpesona dengan tatapan mata Ferdi yang seakan menghipnotis.
Marry Ann mengambil Meira sebagai korban pertama perawan yang disentuh Ferdi. Setelah kejadian itu berlalu, Ferdi seakan tak ingat apa-apa dan kembali tertidur. Jam menunjukkan pukul dua dini hari, Meira pun pulang ke rumah karena takut dimarahi orang tua.
Saat Meira pulang, dia menggunakan taksi online yang melaju kencang. “Pak, tolong pelan-pelan. Saya takut kalau terlalu kencang,” kata Meira dengan cemas.
“Mumpung sepi, Kak,” sahut sopir taksi online dengan nada datar.
Tak lama kemudian, kecelakaan terjadi. Taksi yang dipakai Meira ditabrak truk hingga ringsek. Meira meninggal di tempat dengan kondisi mengenaskan.
Dari kejauhan Marry Ann tertawa puas. Dia mendapatkan korban pertama dalam Perjanjian Darah dengan Ferdi. Gaun putih yang dikenakan Marry Ann berubah menjadi penuh bercak merah darah. Wajahnya menjadi menyeramkan. Dia menjilat tetesan darah yang ada di sudut bibir. “Sungguh nikmat darah manusia bodoh!”
***
Keesokan harinya, Ferdi bangun dari tidur dan menemukan ranjang dan kamarnya berantakan. Dia bingung karena mencoba mengingat yang terjadi semalam adalah pernikahan dirinya dengan Marry Ann. Menghabiskan malam dalam pelukan dan belaian perempuan blasteran yang cantik itu. Ferdi sama sekali tidak mengingat soal Meira yang datang ke apartemen dan bersanding dengannya di ranjang.
“Tadi malam itu … mimpi, bukan?” lirih Ferdi yang bingung sambil memegang kepalanya.
Ajaibnya, bekas luka dan sakit karena begal tempo lalu sembuh seketika. Ferdi lebih kaget lagi saat melihat meja di sudut kamarnya. Ada tumpukan uang dan emas batangan di sana. Entah dari mana dan siapa yang memberi.
“A-apa itu? Uang? Emas? Siapa yang beri?” Ferdi langsung berdiri dan bergegas menuju ke meja. Memegang semua uang itu dan mengecek apakah asli. Ternyata asli!
“Aku kaya! Aku kaya!” teriak Ferdi seperti orang kesurupan. Dia melonjak kegirangan dan berteriak-teriak.
Marry Ann pun muncul tiba-tiba membuat Ferdi kaget hingga terjatuh karena melangkah mundur. Marry Ann yang mengenakan gaun pengantin putih itu mendekat dan tersenyum.
“Aku sudah memenuhi keinginan kamu. Jadi … tetaplah setia padaku, Sayang. Aku akan memberikan banyak harta lagi jika kamu mampu mendapatkan gadis perawan sebagai teman tidurmu. Ha ha ha ….” Marry Ann tertawa membuat Ferdi langsung berlutut.
“Baik! Ba-baik! Akan aku lakukan seperti apa mintamu. Terima kasih! Terima kasih!” Ferdi masih berlutut dan berkali-kali menundukkan kepala berterima kasih.
Marry Ann tertawa, senang mendapatkan lelaki pribumi yang tampan mirip dengan orang yang mengecewakan dirinya dahulu. Setiap mendapatkan korban, Marry Ann akan bertambah energi dan kekuatan. Itu menjadi simbiosis mutualisme bagi Marry Ann dan Ferdi.
Hari itu awal kehidupan Ferdi berubah drastis. Lelaki itu bertekad tanpa orang tuanya pun bisa hidup bahagia dan serba kecukupan. Ferdi pun ingin membalas perbuatan buruk orang lain padanya.
“Terima kasih Marry Ann! Aku akan setia padamu selamanya! Asal jangan lupa bantu aku selalu, ya?” ujar Ferdi yang senang dengan kemudahan sesaat.
Marry Ann mengangguk dan tersenyum. Dia mengingat Ferdi seakan pasangannya yang ratusan tahun yang lalu hendak menikah dengannya tetapi berkhianat. Ferdi tidak menyangka hal ini menjadi awal kengerian yang berlangsung dalam hidupnya. Ketika bersyukur tak lagi cukup, jalan sesat menjadi pilihan pintas jiwa yang terjerat. Ferdi masuk ke jalan yang tidak seharusnya dia pijak.
***
Seminggu kemudian keadaan Ferdi berubah drastis. Dia bisa membeli rumah dengan hasil Perjanjian Darah dengan Marry Ann. Dia pun membeli mobil baru serta mengirim mobil baru untuk orang tuanya di desa. Ferdi merasa bersalah merepotkan orang tuanya selama ini hingga mobil ayahnya dijual.
“Ferdi … ini ada orang dealer mobil mencarimu,” ucap Bu Eka dari telepon.
“Hai, Bu. Itu buat Bapak dan Ibu dari Ferdi. Maafkan Ferdi kalau menyusahkan tempo lalu.”
“Loh, ini yang dari mana, Nak? Baru seminggu yang lalu kamu keluar rumah sakit, kan?”
“Bu, Bapak … tenang. Ferdi sudah dapat pekerjaan bagus dan dapat pinjaman pula. Pokoknya mulai detik ini, Ferdi tidak akan menyusahkan Bapak dan Ibu. Ferdi akan bantu kalian di desa kembangkan usaha.”
Pak Eka yang ikut mendengarkan pun merasa aneh dan curiga. Dia bergegas merebut ponsel dari istrinya. “Ferdi, ini kamu menipu siapa lagi? Ini mobil harga seratus juta lebih. Jangan bercanda, Ferdi?!”
Ferdi memaklumi reaksi ayahnya. Dia hanya ingin meminta maaf dan tidak menyusahkan orang tuanya lagi. “Bapak … Ferdi tidak bercanda. Maaf kalau kemarin Ferdi buat masalah terus. Sekarang Ferdi akan bekerja dengan giat untuk bahagiakan Bapak dan Ibu. Terima mobil itu ya, Pak Bu.”
Percakapan itu berakhir setelah Ferdi mampu meyakinkan orang tuanya bahwa dia sudah berubah menjadi orang yang lebih baik dengan mau bekerja keras. Padahal semua itu hasil Perjanjian Darah yang dia buat dengan makhluk mengerikan yang haus darah.