Suasana ruang keluarga di kediaman Victor Harison Wijaya berubah dengan cepat.
Ya, secepat Daniel yang dengan lancar mengungkapkan status hubungannya dengan Inge. Sesuatu hal yang sebenarnya telah ditangkap oleh Pak Victor ketika mereka berdua makan siang di cafe Morning Dew. Saat itu, Pak Victor merasakan sendiri tidak ada antusiasme Daniel kala akhirnya dirinya memberikan alamat Asrama Inge. Daniel juga sedikit sekali bicaranya sepanjang mereka makan kala itu. Pak Victor bahkan menangkap ada kegalauan hebat di hati Daniel. Galau yang dirinya juga tak tahu kenapa. Dan sangat tak mungkin untuk menanyakannya. Di mata Pak Victor kala itu, seolah hanya raga Daniel yang ada di hadapannya, sementara pikiran Cowok itu mengawang-awang entah kemana. Itu sungguh berbanding terbalik dengan rentetan usaha yang dilakukan oleh Daniel sebelumnya, demi mencari tahu keberadaan Inge.
Andai saja Pak Victor tahu, sejatinya saat itu Daniel tengah merasa dirinya bagai berada di persimpangan jalan. Antara harus berjuang untuk mempertahankan cintanya kepada Stephanie dan memberikan kepastian kepada Gadis Pujaan hatinya tersebut, ataukah merelakannya. Dan pada saat seperti itu, justru dirinya disodori semacam ‘tugas’ atau ‘titah’ dari keluarga Mantan Tunangannya untuk menemui Sang Mantan Tunangan.
Sudah pasti Daniel pusing. Sebagai seorang yang cukup koleris dan melankolis, dia memang rentan didera rasa stress apa bila hal-hal yang direncanakannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi kalau banyak distraksi yang datang mendadak dan mengacaukan rencananya.
Dan kala itu, jika saja Pak Victor mau jujur, dia sampai menengarai bahwa sudah ada Seseorang yang menggantikan posisi Inge, Putrinya, di hati Daniel. Pemikiran yang mengusiknya setelah memberikan alamat Inge. Pemikiran yang sedikit membersitkan penyesalan kala mereka berdua berpisah selepas makan siang dan dia masuk ke dalam mobilnya untuk kembali ke kantor. Namun toh, selain dia tak dapat menanyakan hal itu secara langsung kepada Daniel, pada akhirnya dia cukup bersyukur lantaran Sang Putri pulang juga ke tanah air. Bagi Seorang Victor Harison Wijaya, itu sudah cukup menolong. Dia sudah tak terlalu berharap Inge dan Daniel dapat kembali bersama setelah peristiwa kegagalan pertunangan mereka.
Tadi kala Daniel datang pun, Pak Victor masih menyambut dengan hangat. Dia memeluk Pemuda itu dan menepuk-nepuk punggungnya. Tentu saja setelah meluncur pertanyaan senada dengan Sang Istri sebelumnya, yakni tentang apa yang terjadi dengan wajah Daniel. Daniel saja sudah bosan mendapat pertanyaan macam itu.
Pak Victor pula yang mengarahkan sebaiknya mereka berbincang di ruang keluarga, bukannya di ruang tamu. Bu Chelsea sibuk menginstruksikan Asisten Rumah tangganya untuk mengeluarkan suguhan makanan. Itu setelah Daniel menolak untuk diajak makan malam bersama. Daniel tahu, suasananya akan terlalu canggung. Dan dia juga tak hendak berlama-lama di rumah itu. Pun tatkala Bu Chelsea yang terus memaksa Inge untuk mengobati lukanya Daniel dan tidak ditanggapi oleh Inge, Daniel menegaskan bahwa dirinya baik-baik saja dan apa yang dilihat oleh Bu Chelsea hanya luka kecil.
Sampai di situ, Pak Victor masih tertawa kecil. Dia pula yang akhirnya mengatakan kepada Sang Istri agar tidak terlalu memaksa.
Lalu, saat dengan isengnya Bu Chelsea berkata begini, “Pa, kita kan bisa ngobrol dengan Daniel kapan-kapan. Kita tinggal saja yuk. Biarkan mereka berdua saja. Biar makin enak ngobrolnya. Kan sudah agak lama nggak ketemu. Mungkin kalau ada kita, mereka jadi grogi lagi, seperti awal-awal mereka pacaran. Nah, apalagi sekarang, mereka masih marahan begitu. Biar mereka punya kesempatan untuk menyelesaikan persoalan mereka tanpa terganggu adanya kita di sini.”
Di situlah Daniel segera menyahut, “Tidak usah, Tante. Kalau tidak keberatan, mohon Om dan Tante tetap di sini. Justru ada hal yang hendak saya bicarakan. Agar tidak terjadi salah paham yang berkelanjutan.”
Semua berawal dari sini. Tensi yang meninggi di ruang keluarga tersebut dimulai dari kejap tersebut.
Dahi Bu Chelsea yang mengernyit hingga alisnya nyaris tertaut satu sama lain, wajah Inge yang sedikit memucat, serta tatapan bertanya yang terbias dari cara pak Victor memandang Daniel.
“Salah paham apa maksudnya?” tanya Bu Chelsea.
Daniel menelan ludah, membasahi kerongkongannya.
“Om, Tante, saya langsung saja. Maafkan saya kalau mungkin saya terlalu lamban untuk mengungkapkan tentang hal ini. Saya juga tidak segera memberitahukan tentang status hubungan kami berdua lantaran berpikir Om dan Tante sudah tahu dari Inge, sebagaimana saya sudah sempatkan mengutarakannya ke Papa saya. Jadi sebenarnya, Om, Tante, kami berdua itu sudah mengakhiri hubungan kami. Kami juga sudah berkesempatan untuk bicara baik-baik ketika Inge menerima kedatangan saya di Kaifeng,” urai Daniel sehati-hati mungkin.
“Apa?” Suara Bu Chelsea bagaikan bentakan.
Lalu tatapan matanya yang penuh selidik diarahkan kepada Putrinya dan bertanya, “Inge! Bilang ke Mama, apa benar seperti itu? Ayo lekas jawab! Dan apa yang kalian bicarakan di sana?”
Inge tidak menyahut, hanya memalingkan wajah dengan enggan.
Bu Chelsea merasa gusar.
Matanya mendelik ketika menegur Daniel, “Ngomong yang jelas, Daniel! Maksud kamu apa bilang sudah nggak ada hubungan. Kalian putus, begitu? Lantas kenapa sekembalinya dari Kaifeng kamu nggak mengabari apa-apa ke kami?”
Daniel tercekat.
“Tante Chelsea..,” ucap Daniel sambil menekan rasa tersinggungnya karena diposisikan sebagai Orang yang bersalah. Sekuat hati dia berusaha untuk tetap sopan kepada Sosok ‘Sang Ratu’ ini.
“Kalau kamu bilang ada salah paham dan kami berpikiran bahwa kalian berdua itu akan tetap melanjutkan hubungan kalian, itu gara-gara kamu. Semuanya gara-gara kamu. Kenapa kamu tidak bicar apa-apa sepulang dari Kaifeng? Dan apa yang kamu bicarakan ke Inge di sana? Ingat ya Daniel, apa penyebab putusnya pertunangan kalian dulu. Karena kamu itu nggak pernah bisa move on dari Pacar lamamu. Bahkan bisa-bisanya kamu menjadikan dia sebagai Orang yang mengurus acara Pertunangan kalian. Wajar kalau Inge marah dan sakit hati. Gara-gara kamu juga Inge sampai nekad pergi ke Kaifeng, buang-buang waktu di sana selama sekitar satu tahun ini. Kamu itu! Kamu benar-benar Laki-laki yang tidak bertanggung jawab! Dan sekarang, seenaknya kamu bilang bahwa kalian berdua sudah tidak ada hubungan apa-apa! Jangan keterlalun kamu, Daniel! Bukan begitu cara memperlakukan Anak Gadis orang!” omel Bu Chelsea dalam kegeramannya, mengungkit masa lalu dan membelokkannya sesuka hatinya.
Pak Victor yang menyadari situasi mulai tak nyaman, segera mangambil alih kendali.
“Ma, jangan begitu. Sudah, apa-apa yang terjadi dulu janganlah diungkit terus. Lagi pula soal penunjukkan Event Organizer yang kebetulan adalah Mantan pacarnya Daniel, bukannya Inge sudah mengakui, dia sendiri yang memilih, tanpa sepengetahuan Daniel, dan mereka juga baru bertemu di malam pertunangan Inge dan Daniel? Sudah Ma, biarkan Daniel melanjutkan keterangannya,” sela Pak Victor dengan nada rendah.
Bu Chelsea tak suka hati. Dia bersungut-sungut.
“Papa ini, kenapa bukannya membela Inge dan kepentingannya, malahan membenarkan tindakan Daniel?”
Pak Victor mengibaskan tangannya.
Dan Daniel memperhatikan hal itu.
Hati Daniel berbisik, “Ternyata sebesar ini wibawa Om Victor di rumah. Pantas saja dia begitu tegar dan kuat, menghadapi Dua Orang Wanita super koleris sehari-hari. Kalau aku..., huuuh..., jangankan menghadapi dua, menghadapi satu saja sudah lebih dari cukup untuk membuatku...”
“Lanjutkan saja, Daniel,” suruh Pak Victor.
“Baik Om. Terima kasih. Jadi pada intinya, saya dan Inge memang lebih baik tidak melanjutkan hubungan kami yang dulu. Terlebih, bukannya hubungan antara Om Victor dengan Papa juga sudah membaik? Dan sejujurnya, baik saya maupun Inge, sama-sama sudah move on, Om. Dan itu lebih baik,buat kami berdua.”
Daniel pikir, kalimat ini dapat menjadi kalimat yang membebaskannya dari keruwetan. Nyatanya tidak. Bak seekor anjing galak yang terinjak ekornya, maka dia menyalak.
“Maksud kamu apa, Daniel! Kurang ajar sekali! Move on apa? Kamu ini benar-benar memalukan clan Sanjaya. Caramu memperlakukan Anak Gadis Orang benar-benar nggak bisa dimaafkan. Hubungan kalian sudah sedekat itu, sudah melibatkan kedua keluarga. Kamu juga sudah menyusul Inge ke Kaifeng. Lalu Inge juga pulang demi kamu. Terus seenaknya kamu bilang sudah nggak ada hubungan apa-apa?”
Bu Chelsea memang benar-benar murka. Juga malu dan tak dapat menerima kenyataan bahwa Daniel tak akan menjadi Menantu Idamannya. Dia teringat percakapannya dengan Bu Rini tadi, dan juga segunung harapannya untuk berbesan dengan Pak Agustin. Bahkan dia yakin, ‘mulut ember’ Bu Rini akan membuat berita yang melebihi kecepatan cahaya kepada Para Teman Sosialitanya bahwa saat ini ‘Anaknya Bu Chelsea yang baru kembali dari Kaifeng sedang ngambek dengan Pacarnya’. Bisa jadi, akan ditambah-tambahi juga bahwa sebentar lagi ‘hubungan yang sempat terputus’ akan segera berlabuh ke pantai impian. Ya, Gadis mana yang tidak tertarik dengan Seorang Daniel Marcello Sanjaya, Seorang Eksekutif muda Pemilik sekian banyak lini usaha dan Penerus utama segenap bidang usaha Sang Papa, dengan segala talenta yang dimilikinya? Tapi terutama, Siapa yang tidak naik gengsi serta martabatnya, dengan memiliki Besan Seorang Agustin Reynand Sanjaya? Dan Siapa yang tidak bangga bebesan dengan Pak Agustin?
Seketika Bu Chelsea disergap rasa kecewa yang besar. Bayangan indahnya bakal melihat Sang Putri Tunggal duduk bersanding di pelaminan mewah dengan Daniel, berguguran. Dan dia tidak rela. Hatinya bergetah. Dia amat sangat tidak rela. Dan dia takut untuk menanggung malu. Pasalnya, sampai dengan bebrapa menit lalu pun, dia masih menganggap Daniel sebagai Calon Menantunya.
Sebaliknya, Daniel tengah berusaha menyabar-nyabarkan hatinya sendiri di dalam diamnya. Mendengar clan Sanjaya disebut-sebut oleh Bu Chelsea, sungguh mengusiknya.
Pak Victor mengerling tajam kepada Sang Istri. Namun Bu Chelsea mengabaikannya kali ini. Dia terus saja menyudutkan Daniel.
“Kamu keterlaluan, Daniel! Kamu nggak pikir, apa, buat apa Inge pulang? Ya buat kamu! Tapi kamu membuangnya begitu saja. Kamu itu memberikan dia harapan yang palsu. Kamu menemui dia di Kaifeng. Entah apa yang kalian bicarakan. Tetapi yang jelas, Tante yakin karena kamu yang membujuknya untuk pulang, maka dia pulang. Tapi apa yang kamu buat ke dia? Kamu mencampakkan dia, untuk kedua kalinya. Dan yang sekali ini, sangat tidak bisa dimaafkan, tahu tidak!” sentak Bu Chelsea.
Inge ikut terseulut kemarahan walau semenjak tadi diam saja. Rasa kecewa Bu Chelsea seolah menular kepadanya.
Ya, aku datang memang untuk mengurus sejumlah dokumen. Tetapi juga untuk membuktikan prasangkaku bahwa kamu sudah memiliki Seseorang. Dan alangkah kecewanya aku, melihat ternyata kamu itu jauh lebih bahagia ketimbang aku. Aku benci sama kamu Daniel! Aku ingat sekali, bahwa kamu tidak pernah tertawa selepas itu saat kita menjalin hubungan dulu. Wajah kamu nggak pernah seceria itu kala bersamaku. Dan apakah kita pernah tertawa bersama selama menjalin hubungan? Jangan-jangan tidak! Tetapi bersama Gadis Ganjen itu, kamu tampak bersemangat. Kamu tampak begitu menikmati hidup. Kamu jahat, Daniel! Dan seperti Mamaku, aku juga sulit untuk memaafkan apa yang sudah kamu buat ke aku! Dan! Sebenarnya dulu itu apa kamu pernah mencintai aku? Kalau tidak, mengapa sampai memutuskan bertunangan denganku segala? Kamu benar-benar gila! Walau memang bukan ikatan Pernikahan, tetapi iItu Pertunangan, Da. Memang, Pertunangan itu masih bisa putus. Tetapi bukannya Pertunangan adaah satu langkah menuju gerbang Pernikahan yang sakral? Jadi dulu itu kamu main-main saat menyepakati untuk bertunangan dengan aku, karena menganggap masih bisa memutuskan hubungan? Dan sekiranya memang kamu pernah mencintai aku, kapan tepatnya? Dan mengapa sekarang aku jadi malah meragukannya? Batin Inge sedih.
“Daniel sudah punya Pacar, Ma. Malahan mereka sudah tinggal bersama di apartemennya Daniel.” Saking tak sanggup menahan sakit hatinya lebih lama lagi, terucap juga akhirnya kalimat ini oleh Inge.
Wajah Daniel langsung merah padam menahan marah, mendengarnya. Dia jadi teringat, hendak menegur Inge atas tindakannya melabrak Stephanie.
Tetapi sebelum dia sempat mengucapkan apa-apa, tatapan menyelidik Pak Victor sudah membuatnya merasa terpojok.
Terlebih ketika Bu Chelsea berkata dengan sinis, “Oh! Bagus! Jadi seperti itu rupanya. Entah apa motivasimu membujuk Inge untuk pulang, tetapi sekembali dia ke Jakarta malah kamu buat kecewa begini. Ternyata kamu ini punya Peliharaan, ya? Menjijikkan sekali. Siapa perempuan Murahan yang menjadi Teman tidurmu itu? Ck! Ck! Ck! Tante nggak pernah menyangka, clan Sanjaya ternyata serendah itu kelakuannya.”
Telinga Daniel terasa panas. Ada kemarahan yang begitu dahsyat, menuntut untuk dilampiaskan. Kemarahan yang menyesaki dadanya.
*
$ $ Lucy Liestiyo $ $