Joana terdiam. Wooseok menghambur lalu memeluk Joana dengan erat, "Aku rindu, aku merindukanmu, Jo ...."
Joana melepaskan pelukan Wooseok darinya, lalu menatap Wooseok lekat, "Kau ... kenapa berantakan begini? kau kesini naik apa? subuh-subuh begini, taksi pasti jarang lewat," Joana menyeka wajah Wooseok yang berkeringat.
"Aku ... berlari," Wooseok tersenyum manis, "Jarak rumahku dari sini hanya tiga puluh menit menggunakan taksi. Sama saja, menurutlu lari lebih cepat,"
Buk! Joana memukul kepala Wooseok, "Dasar orang bodoh, kau gila ya? mau membohongiku? tak mungkin kau berlari ..." Joana menunduk, seketika dia terbelalak melihat sepatu Wooseok yang sobek, hingga ujung jari kakinya terlihat, "Kau ... benar-benar berlari?"
Joana membawa mendudukkan Wooseok di tempat tidur, lalu membuka sepatu Wooseok. Tampak telapak kaki dan bagian samping kaki Wooseok memerah serta lecet-lecet. Wooseok meringis, sambil cengengesan.
"Kakimu sampai begini. Hanya karena aku selalu memanggilmu bodoh, bukan berarti kau harus bertindak bodoh setiap saat!" Joana meninggikan suaranya.
Wooseok hanya menatap Joana, lalu menggaruk kepalanya, "Kakiku sudah biasa lecet. Tak masalah yang penting ..."
"Apanya yang tak masalah! kau ini ..." Joana menghela nafas kesal.
Wooseok tersenyum lalu menggenggam tangan Joana erat, "Kau mengkhawatirkanku?"
"Jangan tersenyum seperti itu, aku sedang kesal," Joana menarik tangannya. Namun, Wooseok memeluk pinggang Joana. Menyamankan dirinya, sambil menutup mata.
"Maaf ..." ucapnya pelan.
Joana akhirnya luluh, lalu mengusap kepala Wooseok lembut, "Padahal aku bisa menjemputmu besok,"
"Tak bisa. Aku tak bisa menunggu hingga besok. Aku sangat merindukanmu, kau mau aku masuk rumah sakit karena merindukanmu?" Wooseok mengecup perut Joana dengan lembut.
"Seok ... kau ini apa-apaan ..." Joana tersenyum, namun setetes air mata, jatuh dari sudut mata Joana.
Wooseok menengadah ke atas, lalu berdiri menatap Joana, "Kenapa menangis? terharu karena aku terlalu manis? ya ampun, sini aku peluk," Wooseok merentangkan tangannya.
Joana tersenyum, lalu mendorong Wooseok, "Hentikan. Menjauh dariku, kau bau keringat,"
"Jadi aku diusir? baiklah, kalau begitu aku kembali ke rumah lagi," Wooseok pura-pura beranjak.
Joana langsung menangkap tangan Wooseok, "Park Wooseok ... hentikan," Joana berbaring ke tempat tidur, lalu menepuk tempat di sebelahnya, "Aku mengantuk, ayo kita tidur."
Wooseok ikut berbaring menghadap Joana "Mau tidur?" tanya Wooseok dengan manis, Joana lalu mengangguklan kepalanya, "Yang lain?" Joana memasang wajah cemberut, lalu menggelengkan kepala. Wooseok lalu mengecup dahi Joana dengan lembut, "Baiklah, ayo kita tidur. Kemari, aku akan memelukmu."
Joana masuk ke dekapan Wooseok yang hangat. Mereka tidur dengan nyaman setelah membagi rindu satu sama lain. Rindu yang sederhana, rindu yang hanya dimengerti oleh mereka.
***
Stelan berwarna merah marun, sepatu boot berwarna senada. Kali ini tidak ada floppy hat, fascinator, atau baret. Joana menata rambutnya dengan rapi, mengikat rambut hitam pekat itu ke belakang. Sapuan lipstick merah menambah kesan magis dari wajah Joana. Begitu magis sehingga dia terlihat seperti ratu di sebuah kastil penyihir.
Sekretaris Kang sudah menunggu Joana di ruang tamu. Hari ini jadwal mereka adalah pertemuan dengan salah satu investor yang ingin berinvestasi ke LJ Entertainment. Dalam pertemuan seperti ini, Joana memang selalu berdandan mewah untuk mengintimidasi. Sebenarnya perusahaan raksasa milik Joana tak butuh investasi dari siapapun. Namun, Virgo yang merupakan perusahaan penyiaran dan media cetak terbesar itu, telah meminta pertemuan berkali-kali. Dengan paksaan dari Sekretaris Kang, akhirnya Joana memutuskan untuk menemui mereka hari ini.
Joana berjalan santai, sambil menenteng tas tangannya. Di pertengahan, Joana berhenti sejenak, "Ah, kacamataku," wanita penggila kacamata hitam itu berbalik. Namun, prang! tiba-tiba seorang pelayann tak sengaja menabrak Joana. Gelas yang dia bawa, jatuh dan bercerai di lantai, sementara itu stelan Joana basah karena air yang berasal dari gelas tersebut.
"N-Nona, maafkan saya, maafkan saya," Pelayan tersebut membungkuk berkali kali, terlihat gemetar dan hampir menangis. Sekretaris Kang yang mendengar dari ruang tamu, segera berlari ke ruang tengah untuk melihat siapakah yang bernasib siãl hari ini. Wooseok yang tadinya menemani Sekretaris Kang ikut berlari. Bibi Kim pun dengan secepat kilat berada di tempat kejadian.
"Apa yang kau lakukan! bersihkan pecahannya!" Bibi Kim membentak pelayann tersebut. Itu sengaja dilakukannya agar Joana tidak mengamuk, dari pada Jo mengamuk, lebih baik Bibi Kim yang duluan menegur.
"Nona, maafkaan dia. Dia benar-benar tidak sengaja," Bibi Kim membungkuk, pelayan tersebut membersihkan pecahan dengan gemetar. sehingga tangannya terluka, dan kini dia mulai menangis.
Wooseok ingin melangkah kearah keributan tersebut. Namun Sekretaris Kang menahannya, "Jangan, kau hanya membuatnya makin parah. Biarkan Bibi Kim yang mengurus," bisik Sekretaris Kang.
"Aku harus menenangkan Joana, aku bisa," Sekretaris Kang menyentuh pundak Wooseok, lalu menggelengkan kepala pertanda Wooseok tak boleh ikut campur. Joana tidak mudah ditenangkan dengan apapun, apalagi menyangkut masalah di rumahnya. Dia akan semakin mengamuk, jika ada seseorang yang menahannya. Sejauh ini, hanya Bibi Kim yang paling bisa mengurangi sedikit kekesalan Joana.
Joana hanya diam menatap pelayan yang menggigil ketakutan tersebut. Tiba-tiba Joana berjongkok membuat pelayann itu makin ketakutan, gadis muda berusia awal dua puluhan tersebut, menyatukan kedua telapak tangannya, menggosok-gosok telapak tangan memohon ampun.
"N-Nona, saya benar-benar minta maaf, s-saya minta maaf, hiks ... hikss ... jangan pecat saya Nona,"
Joana tak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tiba-tiba mencengkram tangan pelayan tersebut, lalu menatapnya tajam.
"Nona!" Bibi Kim panik, sementara yang lain menahan nafas tak berani membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Jo ..." Wooseok melihat gelagat yang aneh dari Joana. Sekretaris Kang terus menghalanginya. Hingga Wooseok lagi-lagi terhenti, "Joana, jangan lagi, aku mohon ...." batin Wooseok berkecambuk.
"Kenapa kau gemetar? takut padaku?" Joana menguatkan cengkraman tangannya.
"Nona! ampuni saya!"
TBC