5. Curhatan Emily

1802 Kata
Amira baru saja turun dari ruangan atas yang tak lain ruangan pribadinya selama di galeri kue miliknya. Rencananya, siang ini sebelum jam makan siang tiba, Amira hendak memantau para pekerjanya yang sedang sibuk melayani para pengunjung yang berdatangan silih berganti. Seperti yang sedang ia lihat saat ini, di lantai bawah, Amira menemukan pemandangan yang membuat hatinya merasa bahagia. Ia tidak menyangka bahwa kedainya akan selalu didatangi banyak pengunjung. Entah itu yang sudah berlangganan, maupun yang baru berkunjung dan mungkin akan menjadi langganan untuk ke depannya. Amira berharap, semoga galeri kue miliknya tersebut selalu diberkahi oleh para pengunjung yang tidak merewelkan seluruh staf karyawannya. "Mbak Mira!" seru salah satu karyawannya yang saat ini sedang mendongak ke atas. Dipanggil oleh Rana, Amira lantas menundukkan pandangannya seraya menyahut, "Ada apa?" "Sedang apa diam di sana? Mending turun sini! Rana punya kabar baik lagi buat Mbak Mira," ujar gadis itu membuat atasannya mengernyit heran. "Oh ya? Kabar baik apa emangnya?" tanya Amira menggedikkan kepala. "Makanya turun sini!" seru Rana menggapaikan sebelah tangannya. Sejenak, Amira menghela napas. Lalu, ia pun memutuskan untuk memenuhi panggilan Rana demi mencari tahu perihal kabar baik apa yang gadis itu punya. Semoga, kabar baik yang Rana maksud memang akan membawa dampak baik bagi kemajuan galeri kuenya. Amira sudah menuruni setiap undakan tangga dengan hati-hati. Lalu, kini wanita itu pun lekas berjalan menghampiri Rana yang sudah menunggu atasannya tersebut tepat di dekat salah satu konter kue yang tersedia. "Kabar baik apa yang kamu punya, Ran?" tanya Amira mengulang. Untuk sesaat, Rana mengeluarkan tablet kesayangannya dari dalam saku celemek. Lantas, ia pun segera menyalakan layar tabletnya dan menekan salah satu ikon yang terpampang di sana. Sampai ketika Rana mendapatkan apa yang ingin ia perlihatkan pada sang atasan, kini gadis itu pun benar-benar menunjukkannya kepada Amira. "Ini loh, Mbak. Awal bulan depan, Galia's cake dapet undangan gathering. Ini kalo misalnya Mbak Mira hadir ke sana, lumayan loh, selain bisa mendapatkan banyak ilmu, Mbak Mira juga bakalan punya banyak kenalan baru yang bergelut di bidang perkue-an. Atau, kemungkinan besar akan ada beberapa perusahaan makanan besar yang tertarik buat bekerja sama dengan galeri kue Mbak ini," papar Rana menjelaskan begitu rinci. Dalam kefokusannya yang mengamati setiap tulisan di layar tablet Rana, Amira pun mencoba menyerap berbagai informasi yang tersaji di sana. Karyawannya itu benar, seandainya Amira berniat untuk mengikuti gathering tersebut, maka itu akan menjadi peluang emasnya dalam menaikkan lagi level galeri kuenya hingga mencapai titik yang jauh lebih tinggi dari saat ini. Tidak menutup kemungkinan, Amira pun akan mendapatkan kesempatan untuk semakin mengudara dalam bisnis pengelolaan galeri kuenya ini. "Kamu dapet info ini dari siapa?" lontar Amira menatap Rana. "Dari temenku, Mbak. Kebetulan, temenku ini salah satu admin yang mengadakan acara gathering ini," ujar Rana memamerkan senyuman lebarnya. Amira manggut-manggut. Sejauh ini, Rana memang selalu memberikan sejumlah kabar baik untuk dirinya. Tidak heran jika Amira sendiri menobatkan Rana sebagai perwakilan dirinya di kala Amira sedang tidak ada di tempat. Sebab, meskipun Rana terbilang masih muda, tapi kemampuannya justru membuat Amira sangat yakin bahwa Rana akan berhasil membantu dirinya membawa galeri kue miliknya naik ke level yang diinginkannya selama ini. *** Gadis itu menangis sesenggukan sambil tak henti mencabut beberapa helai tisu yang disediakan oleh temannya. Lalu, ia pun menggunakan tisu tersebut untuk membuang ingus yang terasa menghalangi di dalam hidungnya dan sebagian lagi ia gunakan untuk menyingkirkan air mata yang berderai di kedua belah pipinya. Tidak peduli apakah riasan wajahnya akan luntur, yang penting siang ini ia hanya ingin menangis dan meluapkan kekesalan hatinya di ruangan pribadi sang sahabat yang kebetulan baru saja kembali dari pantry mininya. "Udah deh, Em. Kenapa harus nangis gitu sih. Liat, maskara lo luntur tuh gara-gara air mata lo yang bejibun keluar dari sarangnya!" tukas Amira sembari beringsut mendekat. Lantas menaruh sekaleng minuman dingin tepat di atas meja di hadapan Emily. Meski yang dikatakan oleh Amira sangatlah benar, mengenai maskara yang luntur akibat air matanya yang tak bisa dihentikan bercucuran, tapi bahkan Emily tidak peduli. Maskara bisa dipasangkan kembali, tapi kekesalan hatinya sangat sulit untuk dipulihkan lagi. "Gue kesel, Ami. Gue benci sama si bos yang sialannya tampan itu. Kenapa dia begitu mudah open body buat cewek lain sedangkan buat gue kayaknya susah banget dia lakuin. Emangnya, body gue sejelek itu ya? Sampe-sampe, bos gue sendiri gak tergiur sama body gue ini. Terus, gue mesti permak body gue kayak apaan dong biar dilirik sama dia." Di tengah isak tangisnya, Emily mencoba mengutarakan unek-uneknya di hadapan Amira. Miris sekali memang, tapi seperti itulah adanya. Amira tidak tahu harus berkata apa agar membuat Emily tenang. Pasalnya, temannya ini sudah uring-uringan di kali pertama ia menginjakkan kakinya di galeri kue Amira. Meski menangisnya saat Emily diajak masuk ke ruangan Amira, tapi tetap saja, Amira sangat kesulitan untuk sekadar meredakan kekesalan teman karibnya ini. "Em, gue boleh tanya sesuatu gak nih?" lontar Amira yang kali ini menatap serius. Sambil mengelap ingusnya yang mengucur dari lubang hidung, Emily menjawab, "Nanya aja. Tapi kalo jawabannya susah, gue gak janji bisa kasih jawaban sesuai dengan yang lo harapkan!" Amira menghela napas. "Soal bos lo itu, Em. Gue kok ngerasa kalo dia cowok gak bener. Maksud gue, setelah denger sedikit cerita dari lo, gue jadi beranggapan kalo bos lo itu cuma doyan mainin wanita doang. Buktinya, dia hobi gonta-ganti cewek kan? Dan lo tau soal itu semua. Setelah lo mengetahui keburukan tabiat bos lo, apa lo yakin masih pengin pertahanin perasaan lo buat dia? Atau, ini cuma sekadar lo penasaran doang sama sentuhannya?" urai Amira mengeluarkan seluruh pertanyaan yang selama ini terasa mengganggu pikirannya. Kali ini, giliran Emily yang mengembuskan napas panjang. Tangisnya mulai reda, hanya tersisa isakannya saja sedikit lagi. Tapi meski begitu, Emily pun harus segera mengumpulkan kata demi kata yang tepat guna ia rangkai sebagai jawaban yang akan ia berikan pada teman karibnya itu. "Mi, gue tau ... Lo pasti bakal ngira gue bodoh karena mengharapkan cinta dari bos gue yang kelakuannya buruk kayak gitu. Tapi perlu lo tau, Mi. Dia tuh sebenarnya baik, cuma emang kadang-kadang tabiat jeleknya yang doyan gonta-ganti cewek suka kumat kalo dia lagi ngerasa capek atau terbayang-bayang sama masa lalunya yang buruk. Gue gak tau seburuk apa masa lalunya, tapi gue yakin, dia berkelakuan buruk kayak gitu pasti ada asal muasalnya. Dan gue mau, perlahan-lahan dia cerita sama gue. Lebih bagus kalo dia mau curahin semua unek-unek terpendamnya juga sama gue. Dengan begitu, gue bakalan memahami banget kemauannya kayak apa. Dan setelah itu, gue yakin ... Gue pasti bisa buat bikin dia jadi cowok baik-baik. Gak peduli tentang reputasinya sebelumnya, yang jelas, gue mau bikin dia jadi cowok yang berkepribadian baik dan berhenti buat mainin banyak wanita," papar Emily panjang lebar. Membuat Amira menyimpulkan satu hal, bahwa sahabatnya ini sangatlah tulus mencintai bosnya. Sebab, meskipun bosnya itu sudah berulang kali menunjukkan tabiat jeleknya, tapi Emily justru semakin tertantang untuk mengubah kepribadian pria itu dengan caranya sendiri. *** Satu jam telah berlalu lumayan cepat, sudah waktunya bagi Emily untuk kembali ke kantor dan menunaikan lagi tugasnya. Begitupun dengan Amira, dia akan melanjutkan janji temunya bersama Antares yang tadi pagi sempat terpotong hanya karena pria itu mendapatkan telepon dadakan dari kantornya. Maka, sebagai gantinya, Antares pun menjadwalkan ulang pertemuannya lagi siang ini. Tepat setelah jam makan siang berakhir, Amira ditunggu kehadirannya di kafe yang sama. "Lo mau ke mana emang?" tanya Emily yang sudah membenahi kembali riasan wajahnya. Meski masih ada bekas air mata yang tercetak di bagian lingkaran matanya, tapi Emily meminjam kacamata milik Amira demi menyamarkan tanda sembab di matanya tersebut. "Gue ada janji temu sama orang yang mau kerja sama dengan galeri kue gue, Em. Doain ya, semoga dia setuju buat naro sahamnya di galeri gue. Ya, lumayanlah kalo dia jadi, bakal ada keuntungan yang besar buat galeri kue gue ini kedepannya...." jawab Amira berharap penuh. "Emangnya lo mau join sama perusahaan mana?" tanya Emily melirik Amira. "Antafood Grup. Perusahaan makanan terbesar ketiga seasia yang lagi naik daun itu," sahut Amira tersenyum semringah. "Antafood? Jangan bilang, itu perusahaan milik Antares Adiwijaya," ujar Emily membulatkan matanya penuh. "Emang. Lo kenal, Em?" tatap Amira mendadak penasaran. "Astaga, bukan kenal lagi. Tapi, Antafood itu merupakan saingan kuat dari Rafoody corporation, Ami!" "Rafoody?" "Iya. Perusahaan milik bos gue. Tempat gue kerja selama ini," tukas Emily memberitahu. Amira memang tahu kalau Emily bekerja sebagai sekretaris ceo di salah satu perusahaan makanan ternama juga. Tapi, baru kali ini Amira tahu nama perusahaan Emily. Entah Amira kudet atau memang ia tidak terlalu peduli pada nama-nama perusahaan seperti itu. Yang jelas, Amira hanya akan mengingat nama perusahaan yang sekiranya ada sangkut pautnya saja dengan bidang yang digelutinya. *** Sirion putih milik Amira telah melaju cukup cepat membelah jalanan. Sekitar 10 menit lagi, dia harus sudah sampai di kafe cozy sepupunya. Amira berharap, semoga ia tidak terlambat lagi seperti tadi pagi yang membuatnya dikritik langsung oleh Antares. Entah kenapa, pria itu seakan tidak suka pada siapa pun yang bersikap tak disiplin. Meskipun dengan Amira pun dia bukan sosok yang baru berkenalan pagi tadi, tapi Antares tetap tidak akan memberikan pengecualian bagi siapa pun. Disiplin is disiplin, tidak ada kata terlambat untuk si pria disiplin. "Em, gue turunin lo di lampu merah depan aja ya!" seru Amira melirik sejenak. Sontak, Emily yang semula sedang mengotak-atik ponselnya pun kini refleks menoleh dengan dahi yang berkerut. "Kok cuma sampe lampu merah doang sih? Lo gak bisa anterin gue sampe depan kantor apa?" protes Emily sedikit merengut. "Aduh, Em. Bukannya gak mau, tapi sekarang gue lagi buru-buru. Perlu lo tau, Antares itu tipikal manusia anti telat. Dia gak bakal terima pengajuan gue kalo misalkan gue telat lagi datang ke tempat kita janjian siang ini," jelas Amira yang membuat Emily mendecak. "Males banget sih kerja sama bareng orang modelan kayak gitu. Kenapa lo gak ajuin kerja sama ke bos gue aja? Dia tuh jauh lebih baik dan gak sok disiplin kayak Antares, udah gitu--" "Em, lo gak lagi promoin perusahaan bos lo itu kan?" selak Amira memotong kalimat pembicaraan temannya. Emily mendengkus. "Enggaklah. Gue gak lagi promoin perusahaan bos gue, tapi ya gue ngerasa gak oke aja sama sikap calon relasi bisnis lo itu. Gak nyaman banget tau gak sih kalo gak boleh terlambat semenit pun," tukas gadis itu memutar bola mata. Amira tak menyahut. Dia hanya fokus pada kemudinya dan tanpa bisa dicegah, hati kecilnya membenarkan perkataan Emily. Tapi apa boleh buat? Menurut Venisa, hanya Antares Adiwijaya saja yang  bisa membuat nama galeri kue Amira semakin melambung. Dengan mengadakan kerja sama antara Antafood dan Galia's cake, Venisa bahkan yakin kalau galeri kue Amira akan semakin mengudara tanpa perlu repot promo sana dan sini. Seperti halnya kafe cozy yang Venisa kelola, berkat ada join dengan perusahaan milik Antares, kafenya pun menjadi berkembang dan banyak yang ketagihan untuk datang ke kafe tersebut meski hanya untuk duduk menongkrong dan menikmati segelas minuman dingin yang tersedia dalam berbagai varian rasa di dalam menu kafe cozy Mirami itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN