4. Rapat yang Tertunda (21+)

1590 Kata
Wanita itu mendesah penuh kenikmatan saat bagian sensitifnya digerayangi oleh tangan nakal dari pria yang sedari tadi sedang tak lelah mencumbunya. Ia menggigiti bibir bawahnya dengan kepala yang didongakkan ke atas dalam keterperjaman matanya. "Oh s**t! Tanganmu sangat ahli dalam memanjakan milikku, Sayang...." racau si wanita berambut pirang yang saat ini sedang dilanda gairah yang entah kapan akan mereda. Sementara itu, di tengah kegiatannya, pria itu tampak khusuk sekali dalam menggerakkan jemarinya di bagian belahan terintim milik si wanita. "Ahh, ya, Sayang, masukan lebih dalam lagi!" komando si wanita begitu agresif. Membuat sang pria menggeram dan sedikit meringis nyeri ketika kejantanannya terasa semakin menegang di balik celananya yang justru masih terpasang sempurna. "Ini menyakitkan," desis pria itu mendecak. Lalu, untuk sesaat ia pun menghentikan sejenak kegiatannya yang tentu saja menyebabkan si wanita ikut membuka kembali pejaman matanya dan menatap aneh ke arah si pria. "Ada apa? Kenapa kau malah menghentikannya?" tegur si wanita terlihat tak suka. "Kau tunggu sebentar!" seru pria itu yang seketika turun dari atas ranjang dan lekas menurunkan celana khakinya berikut celana dalamnya juga hingga kini tubuhnya bertelanjang tak terhalangi sehelai kain apapun lagi. "Wow. It so amazing!!" jerit si wanita membulatkan kedua matanya kala mendapati kejantanan sang pria yang mengacung tegak seolah sudah siap menerobos masuk ke dalam lubang miliknya. Mendengar jeritan itu, pria yang tak lain adalah Raga pun menyeringai. Lalu, tanpa ingin berlama-lama lagi, ia pun lantas segera menerjang sang wanita yang kembali ia tindih dalam keadaan sama-sama full naked. "Kau sangat liar," ujar wanita bernama Juliet itu. Namun selanjutnya, Raga bahkan tidak lagi memberikan kesempatan sang wanita untuk berkomentar terus karena bibirnya langsung membungkam mulut wanita itu secara rakus. Diperlakukan seperti itu tentu saja Juliet kegirangan. Pasalnya, wanita keturunan setengah bule itu sudah sangat mendambakan pagi ini. Ya, setelah tadi malam dia gagal mendapatkan serangan panas dari si pria yang kebetulan malah tertidur karena pengaruh kelelahan selepas lembur di kantor, maka pagi ini Juliet lah yang memulai. Wanita itu seolah tidak mau menyia-nyiakan lagi kesempatan yang ada. Meski seharusnya tadi malamlah ia merasakan kenikmatan tersebut, tapi tidak mengapa seandainya hal itu baru ia dapatkan di pagi ini. "Ahh, tusuk aku lebih dalam lagi, Sayang!" lontar Juliet dalam racauannya. Sementara itu Raga berupaya keras untuk mengentakkan miliknya ke bagian terdalam kewanitaan Juliet yang sedang mendesah-desah penuh gairah di bawah tindihannya. Tadi malam tepatnya pukul 11. Raga sepulang kerja mendapat undangan dari Juliet. Ya, wanita berambut pirang yang tempo lalu pernah diberitakan oleh Astrid--salah satu resepsionis di kantor Raga--bahwa ia pernah datang mencari Raga sewaktu Raga sendiri sudah pulang. Lalu, kemarin sore Juliet menghubungi Raga melalui akun sosial media yang kebetulan sedang Raga jelajahi di sela dirinya yang tengah beristirahat dalam pengerjaan sejumlah berkas yang menumpuknya. Mengingat Raga baru bisa pulang menjelang tengah malam. Maka Raga pun datang ke apartemen yang Juliet beritahukan guna menepati janji yang pernah Raga ikrarkan beberapa hari lalu. Namun, berhubung Raga terlalu lelah dan diserang kantuk yang tak dapat dihilangkan meski sudah mencuci muka, maka seakan tak terelakkan lagi bahwa Raga telah ketiduran di ranjang wanita itu. Dan pagi buta tadi, tanpa diduga Juliet telah menggerayangi Raga yang masih terlelap tidur. Sampai akhirnya, kini mereka pun masih sibuk bergumul dengan berbagai gaya yang sudah mereka kuasai di tengah deru napas keduanya yang berhasil memenuhi ruangan kamar milik si wanita. *** Tepat pukul 8 pagi. Ketika waktu sudah mengharuskan Raga untuk pergi ke kantornya, justru Juliet masih mendambakan sentuhan pria itu lagi di tengah rengekannya. Tanpa malu, wanita itu berjalan menghampiri Raga yang sedang berdiri di depan cermin sembari menyisir rambut basahnya setelah beberapa menit yang lalu ia membersihkan diri. "Sayang, kenapa kau harus pergi secepat ini? Apakah kau tidak bisa bolos bekerja sehari ini saja?" lontar Juliet sambil bergelayut manja di bahu sang pria. Sejenak, Raga pun melirik. "Mana bisa aku bolos hanya demi dirimu, Juliet. Tidak! Aku harus profesional terhadap pekerjaan dan jabatanku sendiri. Sementara dirimu, aku bisa menemuimu di lain waktu bukan?" sahut Raga yang sudah selesai merapikan diri. Mendengar itu, wanita berambut pirang tersebut pun merengut. Sejujurnya, ia tidak rela jika harus ditinggal pergi oleh pria setampan dan seperkasa Raga. Setelah bertemu dan b******a dengan para prianya sebelumnya, rasanya baru hanya dengan Raga saja Juliet merasakan kenikmatan yang tiada tara. "Ayo, Juliet. Kau sendiri harus segera mandi. Bukankah kau juga harus pergi bekerja?" tukas Raga mengingatkan. Dia tahu betul siapa dan apa pekerjaan wanita di hadapannya itu. Juliet mencebik lantas menggeleng. "Tidak. Aku mau bolos saja hari ini. Lagipula, bosku sedang mengadakan pertemuan dengan kliennya. Dia pun tak mengajakku walaupun ia tahu bahwa aku adalah sekretarisnya. Menyebalkan," desis Juliet sambil setengah mendengkus. Raga hanya mengangkat bahunya tak acuh. Lalu setelah itu, ia pun berjalan menuju ke luar kamar tanpa mengindahkan bujukan Juliet sebelumnya. Melihat pria itu bergegas menuju pintu, Juliet tentu saja tidak akan membiarkannya. Sigap, wanita itu berlari mengejar tanpa memedulikan selimutnya yang melorot hingga menampilkan gunung kembarnya yang bergelantungan. "Kumohon. Jangan pergi secepat ini...." ujar Juliet seraya menahan Raga dengan cara memeluk tubuh pria itu dari belakang. Membuat Raga menghentikan pergerakannya dan tak jadi melangkah mencapai pintu yang hendak diraihnya. "Aku harus pergi ke kantor, Juliet. Ada banyak pekerjaan yang menanti." Raga meraih kedua tangan Juliet yang melingkar di perutnya. Lalu, dengan cekatan ia pun melepaskan lingkaran tersebut sembari membalikkan tubuhnya menjadi berhadapan dengan wanita itu. "Aku masih ingin bersamamu, Raga...." gumam Juliet menatap sendu. "But, i can't," sahut Raga cepat. Ia menggeleng sambil mengulurkan tangannya menyentuh salah satu pipi Juliet. "Tidak untuk saat ini. Tapi aku pastikan suatu hari nanti aku akan kembali datang ke apartemenmu ini." "Kau berjanji?" "Ya, tentu saja. Pria sejati yang dipegang adalah janjinya bukan?" lontar Raga mengedipkan sebelah matanya. Dan itu membuat Juliet lantas meleleh bersamaan dengan Raga yang berhasil pergi dari hadapan sang wanita. "Aku akan menantikan hari itu, Raga!" seru Juliet lantang. Sementara itu, Raga sudah bergegas keluar dari kamar sang wanita bersamaan dengan munculnya dering ponsel yang bersemayam di dalam saku celananya. "Ah sial! Ini pasti telepon dari Emily," terka pria itu dan benar saja, saat ia melihat satu nama tertera di layar ponselnya, nama Emily sang sekretaris telah terpampang di sana yang seketika membuat Raga semakin mempercepat langkahnya menuju keluar unit milik wanita yang sudah disetubuhinya tadi pagi. *** Emily berdecak jengkel karena sudah pukul setengah 9 bosnya belum muncul juga. Entah terjebak macet atau memang sengaja pria itu melama-lamakan dirinya untuk bisa segera sampai ke kantor. Yang jelas, Emily sudah sangat ingin menampolnya saja jika pria itu telah datang ke hadapannya. "Nona Em, apa bosmu sudah dihubungi kembali?" tegur seorang pria bertubuh tinggi kurus mendekati Emily. Dia adalah Pandu, salah satu relasi bisnis Raga yang sudah mempunyai janji temu dengan pemilik perusahaan Rafoody di awal pagi ini. Emily melirik. Lalu, ia pun menggigit bibir bawahnya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. "Sudah. Bos saya bilang, dia sedang dalam perjalanan. Semoga sebentar lagi Pak Raga segera datang dan bisa memulai rapatnya pagi ini...." tutur Emily penuh harap. Sementara di dalam hatinya, gadis itu tampak merutuk tak henti-henti terhadap bosnya yang begitu tak bisa menepati janji temu yang bahkan sudah disepakatinya sendiri di beberapa hari sebelumnya. Ceklek. Pintu ruangan rapat telah didorong terbuka dari luar. Sontak, baik Emily, Pandu maupun beberapa staf terlibat lainnya langsung menoleh ke arah pintu. Di sana, telah berdiri Raga dengan setelan kerjanya yang begitu lusuh bak orang yang belum berganti pakaian sejak kemarin. Menyadari akan hal itu, Emily pun menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi seraya berjalan menghampiri bosnya sebelum Raga melangkah menuju ke tempat duduknya sendiri. "Pak Raga, apa Bapak tidak mengganti pakaian yang kemarin? Kenapa kusut dan gak rapi kayak gitu? Aku ingat betul, ini setelan yang kemarin kan?" bisik Emily sambil berusaha agar suaranya tidak terdengar oleh pihak lainnya yang masih duduk setia di kursinya masing-masing. "Justru itu, Em. Tolong selamatkan aku! Pergi dan telepon salah satu pembantuku di rumah. Suruh dia untuk membawa pakaian kerjaku ke sini. Untuk sementara, aku akan memimpin rapat dengan pakaian ini saja...." ucap Raga sama berbisik. Kontan, Emily memelolot. "Are you kidding me?" pekik wanita itu tertahan. Emily tidak habis pikir dengan cara Raga yang hendak memimpin rapat dengan pakaian lusuh dan kusut bekas kemarin. Bagaimana mungkin CEO Rafoody Corporation menampilkan kesan joroknya di depan para staf bahkan relasi bisnisnya sendiri? Tidak, tidak. Apapun caranya, Emily tidak mungkin membiarkan bosnya itu berpenampilan ala kadarnya di depan semua pihak yang terlibat dengan rapat di pagi ini. "Tunggu di sini dan jangan melakukan apapun sebelum aku kasih komando. Ngerti?" tukas Emily memperingati. Lalu, gadis itu pun berbalik badan dan mulai berjalan mendekati meja rapat berikut para pihak yang masih setia menanti. "Ada apa nona Em? Apa sesuatu telah terjadi?" lontar Pevita yang merupakan sekretaris dari Pandu. Emily melempar senyuman baik-baik sajanya pada Pevita. "Tidak ada. Hanya saja, saya ingin meminta sedikit waktu pada kalian semua. Setidaknya, berikan kami waktu sebanyak 5 sampai 10 menit saja untuk kami kembali ke sini. Jika berkenan, maka saya akan berterima kasih sekali pada kalian semua...." "Ada apa nona Em? Apa rapatnya akan ditunda?" tanya Diandra, salah satu staf yang terlibat. "Hanya 10 menit saja. Bagaimana?" ujar Emily yang lekas mengalihkan perhatiannya pada Pandu dan Pevita. "Kurasa ini sudah sangat terlambat dari janji temu yang seharusnya. Apakah--" "Silakan nona Emily. Aku setuju dengan permintaanmu!" seru Pandu yang memotong ucapan sekretarisnya tanpa diduga. Sontak, hal itu pun membuat Emily tersenyum semringah dan mengucap terima kasih pada Pandu. Selanjutnya, gadis itu lantas kembali pada Raga serta meraih tangan pria itu untuk dibawanya pergi menuju ruangan pribadi Raga sendiri demi melakukan sesuatu yang bahkan tidak pernah terpikirkan sama sekali oleh Raga pribadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN