"Kamu memasukkan obat perangsang ke dalam minumanku?"Robert berkata dengan susah payah, mencoba mengontrol birahi yang mulai menguasainya, "Sebenarnya kamu hanya perlu meminta Dara," Robert mendekatkan wajahnya ke arah Dara. Dara mulai menjauhkan wajahnya dari Robert.
Ia akui bahwa ia gila, ia tidak pernah menyangka reaksi dari obat itu dapat membuat Robert terlihat begitu mengerikan, mata lelaki telah dibutakan oleh nafsu yang begitu besar.Dara menyesali kebodohannya, tetapi ia tidak bisa mundur dari rencananya bukan? ia akan membuat Robert menikahinya, ia ingin memiliki lelaki itu seutuhnya walaupun ia harus melakukan hal keji untuk mendapatkan lelaki itu.
Robert tidak dapat mengontrol dirinya, ia menerkam Dara bagaikan singa yang lapar, Dara turut membalas semua serangan Robert, setiap sentuhan Robert pada bagian sensitifnya membuatnya meleleh dan kehilangan akal sehatnya, ia menginginkan lelaki itu, penyatuan kedua insan itu terasa begitu kasar dan hanya ada nafsu yang dapat dirasakan Dara saat Robert menyatukan tubuhnya dengan tubuh Dara, tetapi Dara tidak menyesal, ia yakin bahwa ia sudah selangkah lebih dekat untuk menjadikan lelaki itu sebagai miliknya
***
Dara mengeliatkan tubuhnya di saat cahaya mentari mulai menyapa matanya, ia mengerjapkan matanya dan mulai mencari-cari sosok lelaki yang membuat malamnya berlalu dengan indah dan panas.
Matanya berhenti saat ia menemukan lelaki yang tengah duduk di pinggir ranjangnya, lelaki itu tampak frustasi, Dars tersenyum tipis, ia tidak tahu reaksi apa yang akan diterimanya dari lelaki itu.
"Rob... " panggil Dara dengan lirih, ia menyentuh bahu lelaki itu.
"Ini salah Dara, kenapa kamu melakukan semua ini?"Robert berkata dengan gusar, ia akui bahwa ia adalah lelaki b***t, ia bahkan sering melakukan hal yang Dara lakukan padanya kepada wanita yang tidak mudah untuk ia dapatkan, mungkin ini semua adalah karma baginya.
"Maaf Rob... aku hanya menginginkanmu."
"Tapi tidak perlu seperti ini bukan?" Robert menatap tajam ke arah Dara, "Aku menganggapmu berbeda dengan wanita yang selama ini kupermainkan, aku tidak ingin menganggapmu sebagai teman tidurku saja karena apa yang sudah kita lakukan ini." Robert melanjutkan perkataannya.
"Rob... kamu tidak perlu bertanggung jawab atas apapun, ini bukan pertama kalinya bagiku."
Robert tersenyum sinis. "Ini adalah yang pertama bagimu, noda di sprei itu sebagai buktinya."Robert mengarahkan jari telunjuknya pada noda merah yang terlihat jelas pada sprei berwarna krem itu. Robert mungkin adalah lelaki b***t, tetapi ia bukanlah lelaki yang suka merebut keperawanan seorang wanita tanpa kemauan darinya dan wanita itu.
"Aku nggak menyesal karena aku memberikan hartaku pada lelaki yang aku cintai." Dara menatap Robert dengan sendu, ia mengusap pipi lelaki itu dengan lembut.
"Aku akan memutuskan kekasihku, bukan cinta yang kujanjikan padamu, tetapi aku akan menjadikanmu kekasihku jika itu yang kamu inginkan." ujar Robert dengan nada dingin.
Hati Dara terasa begitu sesak mendengarkan perkataan lelaki pujaannya itu. Ya, ia ingin menjadi kekasih Robert, tetapi hati kecilnya menentang mati-matian untuk menjalin sebuah hubungan yang ia tahu hanya akan menyakiti hatinya. Ia sadar sebuah awal hubungan seperti ini bukanlah sebuah awal yang ia inginkan.
"Bagaimana Dara?"Robert kembali bertanya saat ia belum juga menerima jawaban dari Dara.
Dara tersenyum manis, mencoba menutupi sakit dan juga ragu yang ia rasakan. "Aku tidak ingin menjadi kekasihmu Rob, aku ingin menjadi istrimu," Dara mengecup bibir Robert, membuat lelaki itu terpaku sesaat.
Robert tampak berpikir keras, 'Sudah tidak ada harapan untuk mendapatkan Cora, wanita lain itu hanya w************n yang akan kucampakkan jika aku sudah jenuh, apa salahnya jika aku menikah dengan Dara?aku bisa membuat mama bahagia jika aku menikah dengannya,' Robert larut dalam pikirannya sendiri.
Dara menggenggam tangan Robert dan tersenyum manis. "Kamu tidak perlu memikirkannya, aku akan membuatmu setuju untuk menjadi suamiku," ujar Dara, selama ini ia tidak tahu bahwa mencintai seseorang bisa terasa begitu menyakitkan.
Robert tersenyum manis, "Mari kita menikah!"
Dara membelalakkan kedua matanya saat mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut Robert, mimpikah ia saat ini? jika ini semua hanya sebuah mimpi, maka ia berharap untuk tidak pernah terbangun lagi.
"Kamu serius?"
"Ya, kamu calon terbaik untuk jadi istriku, aku tidak bisa menjanjikan cinta, kesetiaan maupun pernikahan yang harmonis, tetapi jika kamu bisa menerimanya, aku akan menikahimu."
Dara menatap Robert dengan nanar, ia tersenyum miris, reaksi apa yang ia harapkan dari lelaki itu? kata-kata apa yang ia harapkan dari mulut lelaki itu? ia sadar benar, bahwa lelaki itu akan mengatakan perkataan dingin yang akan membuat hatinya membeku, tetapi hatinya seakan bukan miliknya lagi saat ini, hatinya tidak mau mendengarkan pikirannya yang menolak mati-matian untuk tersakiti dengan cinta bertepuk sebelah tangan seperti saat ini.
"Aku setuju, mari kita menikah secepatnya calon suamiku." Dara berkata dengan manja, ia bergelayut manja pada lengan Robert. Bahkan mulutnya mengkhianati pikirannya, semua yang ada di dalam dirinya seakan telah tersihir oleh lelaki itu semenjak pertemuan pertama mereka.
"Aku akan membicarakan pernikahan ini dengan kedua orang tuaku." ujar Robert dengan dingin, "Aku harus pergi bekerja sekarang," Robert melanjutkan perkataannya.
Dara tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya, ia tersenyum sembari menatap Robert yang tengah sibuk mempersiapkan dirinya.
Dara mengantar kepergian Robert dengan sebuah senyuman manis pada wajahnya, sepeninggalan lelaki itu, Dara terkulai lemas di lantai, air mata mulai mengalir melalui kedua matanya,rasa sesak dan nyeri menjalar ke penjuru hatinya. Ia menangis dengan terisak sembari memegang dadanya yang terasa begitu sesak.
Ia tidak pernah mengenal rasa cinta yang terasa begitu menyakitkan seperti saat ini. Dara telah kehilangan akal sehatnya, egonya untuk mendapatkan lelaki itu telah membuatnya gila, ia sadar bahwa cinta setengah hati seperti ini hanya akan menyakiti hatinya saja, tetapi apa daya, ia tidak bisa mengontrol hatinya yang sudah terjebak di dalam cinta yang menyakitkan seperti ini. Ia hanya berharap cinta setengah hati seperti ini akan menyejukkan hatinya, ia berharap suatu hari nanti cinta setengah hati ini akan berakhir dengan indah.