Happy Reading.
"Masakan mu enak sekali. Lain kali kau harus memasak dengan porsi besar untukku."
Lukas bersuara sambil memarkirkan mobilnya. Meski hanya terlihat dari sudut matanya, Lukas bisa melihat bahwa pipi Arabella memerah karena malu. Perempuan itu tampaknya tersipu akan pujiannya. Benar-benar perempuan yang sangat polos, padahal Lukas hanya mengatakan sebenarnya tidak ada maksud untuk menggoda.
"Te-terimakasih. Aku...pikir kau tidak akan menyukainya, mengingat makanan mu yang terbiasa di urus oleh pelayan, aku sedikit ragu tadi." bisik Arabella kemudian, terpaksa memberi jawaban untuk menjelaskannya.
Bibir Lukas langsung mengurangi senyuman ketika mendengar penjelasan Arabella.
"Tentu saja nikmat. Yang menyiapkan makanan ku adalah wanitaku sendiri. Aku tidak perlu repot-repot melakukan perbandingan. Karena setiap yang kau hasilkan dengan tangan mu akan terasa jauh lebih nikmat bagiku." ujar Lukas. Pada saat itu matanya telah terarah pada Arabella dan bisa melihat rona merah semakin merambat di permukaan wajah perempuan itu.
"Ku rasa kau terlalu berlebihan." Arabella bingung harus berkata apa, ekspresinya jelas-jelas menunjukkan kalau dirinya tengah tersipu oleh pujian Lukas.
Lukas mengulurkan tangannya, lalu menyentuh pipi Arabella lembut.
"Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku sangat menyukai masakan mu. Kau memang pantas jadi istriku." sambungnya, dan kemudian terkekeh ketika melihat mata Arabella melebar terkejut.
"Dasar gila. Kita masih anak kecil dan kau sudah berpikiran jauh." Sembur Arabella memperingati.
Lukas menyipitkan mata, melempar tatapan misterius pada Arabella.
"Anak kecil seperti kita pun sudah bisa menghasilkan anak kecil lainnya. Kau ingin coba?" gumamnya dengan nada rendah, sembari menarik turunkan alisnya.
Mata Arabella semakin melebar, tangannya bergerak sigap melayangkan pukulan di lengan Lukas sebagai peringatan.
"Kau... bisa-bisanya berkata seperti itu. Bagaimana kalau ada orang yang mendengar. Mereka pasti akan berpikir yang tidak-tidak tentang kita."
Reaksi kepanikan Arabella ditanggapi Lukas dengan santai. Lelaki itu sama sekali tidak peduli, dan malah dengan cepat mendekatkan wajahnya lalu mencuri kecupan di bibir Arabella.
"Untuk apa memikirkan orang lain. Cukup pikirkan tentang kita saja dan anak-anak kita nanti..."
"Lukas!" seru Arabella memotong dengan cepat.
Segera setelah mendengar seruan itu, Lukas langsung meledak dalam tawa. Tak bisa menahannya lagi dan semakin tertawa terbahak-bahak ketika menemukan kegugupan di mata Hazel Arabella. Butuh waktu lama bagi Lukas mengendalikan dirinya, dia teramat menyukai setiap kali Arabella memasang wajah galak kemudian menyemburnya dengan kata-kata kasar. Entah kenapa wanita itu jauh lebih cantik dalam keadaan marah.
"Oke. Aku minta maaf, aku hanya bercanda." Lukas menatap Arabella dalam, berusaha meringankan emosinya dengan nada membujuk.
"Jika kau masih berbicara sembarangan, aku tidak akan memaafkan mu lagi." ancam Arabella kemudian dengan tatapan serius, menunjukkan keseriusan di nadanya.
Lukas mengangguk patuh, "Baiklah nyonya. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi kalau hanya kita berdua, aku tentu masih bisa menggoda mu bukan." ujarnya, mengambil keuntungan dalam kepatuhannya.
Arabella menghela napas panjang, matanya kemudian beranjak dari arah Lukas untuk melihat suasana di luar melalui kaca mobil. Ketika dilihatnya area parkir itu masih sepi, Arabella mengalihkan perhatian ke arah Lukas lagi.
"Sepertinya aku harus turun disini. Aku tidak ingin membuat kehebohan kepada semua orang." Arabella berucap pelan ketika memberi pengertian pada Lukas.
Lukas mengangkat sebelah alisnya.
"Kau pacarku. Aku berhak sepenuhnya atas mu. Lalu kenapa kau malah memikirkan kenyamanan orang lain?" ucap Lukas dengan nada tidak suka, kesal akan pemikiran konyol Arabella.
"Aku tahu. Aku tahu. Tapi bisakah kita merahasiakannya untuk sementara waktu. Aku... belum siap jika semua orang mengetahui hubungan kita." di akhir kalimatnya ada permohonan tersirat di mata Arabella, bertekad meyakinkan Lukas.
Ekspresi Lukas menggelap dipenuhi kemarahan ketika mendengar kalimat Arabella itu.
"Aku tidak mau. Aku harus menunjukkan pada semua orang bahwa kau adalah pacarku. Dengan begitu tidak akan ada lagi yang berani berbuat macam-macam padamu. Aku bisa melindungi mu dengan status ku sekalipun aku tidak berada di dekat mu." Lukas mengeram, menatap Arabella penuh perhitungan.
Arabella menipiskan bibirnya, sedikit tersinggung saat mendengar kalimat terakhir Lukas. Lelaki itu tidak menyadari, justru statusnya yang lebih tinggi malah membuat Arabella semakin tidak nyaman. Sejenak kesedihan memenuhi hati Arabella, namun secepatnya ditepiskan saat matanya kembali beradu pada mata Lukas.
Sepertinya memang tidak ada cara lain. Aku harus menggunakan siasat cerdik ini.
"Sayang..." rasa jijik memenuhi benak Arabella ketika panggilan aneh itu keluar spontan dari bibirnya. Tapi dia tetap melanjutkan dan bersikap biasa saja, "Bisakah kau membantuku? Aku tidak ingin semua orang menghormati ku hanya karena aku ini adalah kekasih mu. Aku berjanji akan menjaga diriku sendiri. Ku mohon." dan sebagai tambahannya, Arabella memasang wajah memelas dengan mata bulatnya yang mengerjap-ngerjap, tampak seperti anak kucing.
Lukas terpana, matanya sedikit membelalak ketika melihat perubahan tingkah laku Arabella. Lama kemudian dia mengerjap seolah-olah tengah meyakinkan diri bahwa wanita yang bersikap manja di depannya ini adalah wanitanya.
"Kau sedang mengajukan kompromi padaku atau ingin menggodaku." tanyanya dengan tatapan menelisik.
Arabella tersenyum, dan entah dorongan darimana, dengan cepat dia mencuri kecupan di pipi Lukas.
"Dua-duanya. Hanya ini yang bisa ku lakukan untuk melunakkan emosi mu." ucapnya jujur.
Lukas tersenyum, dia memang merasa jengkel dengan tingkah Arabella yang ajaib. Namun saat melihat Arabella yang bersikap menggemaskan seperti ini, sudah tentu dirinya tidak akan sanggup menolak permintaan perempuan itu.
"Lakukan di bibir. Baru aku akan menyetujuinya." Lukas memasang ekspresi datar, seperti tidak tertarik.
Arabella yang memahami isyarat Lukas tanpa pikir panjang langsung mendekatkan wajahnya untuk kemudian menghadiahkan kecupan di bibir Lukas. Setelah itu dia menarik mundur tubuhnya, dan berdehem kecil untuk meredam jantungnya yang berpacu tak terkendali.
"Wah... kau semakin berani kucing garang. Tapi aku sarankan lain kali kau harus lebih agresif lagi, ya." Lukas mengusap kepala Arabella pelan, kemudian mendaratkan kecupan beruntun disana. "Turunlah terlebih dulu. Aku akan menyusul di belakang mu." tambahnya memberi izin.
Arabella mendongak, sambil melempar senyum lebar dia lalu menganggukkan kepala.
"Kau ingin aku membawakan tas mu?" tanyanya menawarkan.
"Tidak perlu. Aku bisa membawanya sendiri. Bagaimana dengan mu. Kau ingin aku membawakan tasmu? Apa isinya terlalu banyak? Aku tidak ingin punggung kecil mu ini patah karena terlalu banyak memikul beban." Lukas berucap dengan nada bercanda, terkekeh melihat ekspresi Arabella yang sudah berubah sebal.
"Sudahlah. Lebih baik aku turun. Kau sangat menjengkelkan." sahutnya bersungut-sungut, melarikan tangannya dengan cepat untuk membuka pintu.
Lukas memiringkan sedikit kepalanya hendak melihat Arabella yang sudah berdiri di luar pintu mobil.
"Hati-hati sayang. Jika ada yang berani mengusik mu segera laporkan padaku." Lukas berujar dengan nada berseru, kemudian mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Arabella.
******
"Mereka terlihat serasi." Andre tanpa sadar menggumamkan pujian ketika melihat interaksi Lukas dan Arabella dari kejauhan. Ada senyum yang terukir di bibirnya, senang karena Lukas akhirnya menemukan kebahagiaan setelah sekian lama.
Sementara Kenzo tak bereaksi untuk sesaat. Dia masih sibuk menyulut rokoknya lalu bermain-main dengan kepulan asap di mulutnya. Sayangnya ketika dia mendengar pujian Andre, tiba-tiba perasaan tidak senang menyusup di benaknya.
"Hanya sementara. Aku berjanji tidak akan lama." jawabnya ringan, seperti tahu apa yang akan terjadi ke depannya.
Andre langsung menoleh pada Kenzo, melempar tatapan marah.
"Berhenti menghidupkan api yang telah padam. Aku tidak ingin kau terbakar oleh dendam mu sendiri." Andre berujar lambat-lambat, menasehati Kenzo.
Kenzo menipiskan bibir seolah menahan senyum mengejek, melihat pergolakan emosi Andre dengan santai.
"Aku tidak punya alasan untuk mengampuni Lukas. Salahnya sendiri, aku sengaja melarikan diri darinya, tapi siapa sangka dia malah datang menemui ku." simpul Kenzo kemudian.
"Dia datang untuk mencari kebahagiaannya. Bukan ingin melanjutkan kebenciannya padamu." dengan nada tegas Andre berucap.
Kenzo menyeringai, "Aku tidak akan melepaskan Lukas begitu saja. Kali ini dia harus mendapatkan ganjaran dari semua perbuatannya."
Dan setelah mengucapkan itu, Kenzo langsung membalikkan badan lalu melangkah pergi, tanpa perlu menunggu balasan dari Andre.
*****
Arabella membuka lokernya hendak mengambil buku dari dalam. Dia harus cepat sebelum Lukas sampai ke ruangan kelas. Lelaki itu pasti akan uring-uringan dan langsung mencari Arabella ketika tidak menemukannya disana. Memikirkan semua itu sudah membuat Arabella pusing dan gerah. Sedikit kesal akan sikap over protective Lukas dalam memperlakukan dirinya. Arabella lalu memasukkan bukunya ke dalam tas, kemudian segera mengunci lokernya lagi.
Arabella membalikkan badan bersiap untuk pergi, namun kehadiran Kenzo yang tiba-tiba langsung mengejutkan dirinya tanpa ampun. Arabella menjerit tertahan, dengan ekspresi pucat pasi dia menatap lelaki itu, yang sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Kak Kenzo." ucap Arabella setengah berseru, melampiaskan kegeramannya disana.
Kenzo tersenyum lebar, ekspresinya sengaja dibuat menggemaskan supaya tidak menakuti Arabella.
"Kita bertemu lagi, anak kecil. Kau semakin cantik saja." ujarnya dengan nada ringan, berusaha terlihat akrab.
Arabella menatap Kenzo dengan tatapan curiga. Rasa cemas memenuhi benaknya sekarang ini. Hal itu bukan karena memikirkan Lukas tetapi entah kenapa sikap Kenzo yang tidak seperti biasanya membuatnya sangat tidak nyaman.
"Aku.. aku harus pergi kak. Permisi." Arabella membukukan setengah badannya, hendak beranjak dari hadapan Kenzo.
Di detik Arabella melangkah melewati Kenzo, di detik itu pula lengannya langsung ditangkap oleh lelaki itu. Tubuh Arabella segera ditarik dan kembali berdiri di tempat semula. Dan bukan hanya itu saja kedua tangan Kenzo yang kuat pun sudah mencengkram pundak Arabella, menahan supaya tidak bergerak.
"A...apa yang kau inginkan." Arabella berucap takut-takut, memberanikan diri menatap mata Kenzo.
Wajah Kenzo menggelap seiring dengan emosi mengerikan yang menggayuti perasaannya hingga terasa sesak dan sakit.
"Ada hubungan apa kau dengan Lukas." ujar Kenzo dengan menggertakkan gigi
Arabella menelan ludah, tidak mengerti kenapa Kenzo bersikap kasar padanya dan terlihat seperti ingin mencekiknya sampai kehabisan napas di detik ini juga.
"Bu...bukan urusanmu. Lepaskan aku. Kau tidak punya hak melakukan ini padaku." sahut Arabella dengan suara bergetar, berusaha tetap melawan.
Kenzo menyeringai lambat-lambat, "Menjauhlah darinya jika kau tidak ingin terluka parah. Dia tidak sebaik yang kau pikirkan. Kau telah ditipu oleh cinta palsunya."
Kali ini giliran Arabella yang menipiskan bibir.
"Tampaknya kau begitu terobsesi padaku. Apa kau menyukaiku?" tanyanya dengan suara lantang, mengangkat dagu tinggi-tinggi.
Kenzo terkekeh, "Kau terlalu percaya diri. Sebelum kau menyimpulkan seperti itu, ada baiknya kau bercermin terlebih dulu. Aku tidak menyukai perempuan miskin seperti mu. Kau berada jauh di bawah statusku. Seharusnya kau bersyukur, kalau bukan karena uang ku, kau tidak mungkin bisa menikmati pendidikan secara gratis di sekolah ini." Kenzo tersenyum puas melihat tatapan Arabella yang dipenuhi keterkejutan, "Aku hanya memperingatkan mu. Jika kau tidak mau mendengarkan ku, itu terserah padamu. Namun yang pasti, Lukas tidak mencintai mu. Kau hanya sebatas pengganti."