Happy Reading.
"Kau bekerja disini?"
Begitu Kenzo menghentikan motornya di depan sebuah kafe, dia langsung bersuara. Kemudian dia menoleh ke belakang hendak mencari tahu apa yang sedang dilakukan oleh Arabella. Perempuan itu sepanjang perjalanan hanya diam. Dia bahkan kesulitan untuk merangkai kata supaya bisa menciptakan suasana yang nyaman diantara mereka. Sayangnya Arabella tampak membentang jarak begitu jelas, dan membuat Kenzo akhirnya pun turut serta berdiam diri.
"Kau tidak bisa turun." seolah memahami kesulitan Arabella, dengan lembut Kenzo menatap perempuan itu.
Arabella mengerjap, terkejut akan sikap lembut Kenzo yang tidak seperti biasanya.
"Motor mu jauh lebih tinggi dariku. Kakiku sangat sulit untuk menyentuh lantai." ucap Arabella berusaha menurunkan salah satu kakinya.
"Kemarilah. Pegang tanganku." Kenzo menawarkan tangannya ke hadapan Arabella, menunggu reaksi perempuan itu.
Arabella tertegun sejenak memandangi mata Kenzo. Dia lalu menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada yang memperhatikan interaksi mereka. Dengan setengah hati dia menggerakkan tangannya, menyambut tangan Kenzo.
Kenzo langsung tersenyum.
"Gunakan tangan kiri mu untuk menahan jaket ku di paha mu. Setelah itu berpeganganlah padaku. Dan kau bisa turun pelan-pelan. Aku berjanji tidak akan melepaskan genggaman ku." Kenzo mengajari Arabella dengan sabar, tidak menyadari bahwa di akhir kalimatnya Arabella seketika merasakan jantungnya berdetak kencang.
Aku berjanji tidak akan melepaskan genggaman ku.
Senyum tipis mengulas di bibir kecil Arabella ketika benaknya tanpa izin mengulang kalimat Kenzo. Namun dengan cepat dia mengubah wajahnya menjadi datar sebelum lelaki itu menyadarinya. Arabella kemudian melakukan seperti yang dikatakan oleh Kenzo. Dan benar saja, sampai ketika kedua kakinya menyentuh lantai, Kenzo masih tidak melepaskan genggamannya. Arabella segera menarik tangannya dari Kenzo, tersipu malu.
"Sampai jam berapa kau akan bekerja?" Kenzo bertanya begitu melihat Arabella sudah berdiri di hadapannya.
Arabella mendongak, menatap Kenzo dengan dahi mengernyit.
"Sampai jam sepuluh malam." jawabnya jujur.
"Dan setelah itu kau akan kemana?" tanya Kenzo lagi ingin tahu.
Arabella menggeleng pelan. "Tidak kemana-mana. Aku hanya akan langsung pulang dan tidur."
Kenzo mengangguk puas. Tiba-tiba mengulurkan tangannya untuk mengisap kepala Arabella hingga membuat perempuan itu tersentak.
"Lain kali kenakan rok yang sedikit lebih panjang. Aku tidak suka mengendarai mobil." ujarnya berteka-teki sambil tersenyum.
Arabella sekali lagi tertegun, jantungnya semakin berdegup kencang ketika mendengar perkataan Kenzo itu. Mata bulat hazel Arabella menatap Kenzo seperti terkesima. Sedangkan benaknya mulai bertanya-tanya apa sebenarnya maksud dari lelaki itu. Mungkinkah akan ada hari lain dimana Kenzo menjemputnya lagi. Atau... lelaki hanya sekedar memperingatinya. Tapi untuk apa? Mereka bahkan tidak saling mengenal sebelumnya. Arabella juga selalu menjaga jarak dan menghindar setiap ada yang ingin dekat dengannya.
"Terimakasih..." Lama kemudian Arabella akhirnya bersuara, tidak tahu harus menjawab apa.
Kenzo melempar senyum lebih lebar. Tangannya berpindah untuk membelai lembut wajah Arabella.
"Aku akan pulang. Kau tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?" ujarnya dengan nada menuntut.
Arabella lalu tersenyum kaku. "Hati-hati." ujarnya singkat, canggung, dan sedikit meragu di ujung lidahnya.
Kenzo menyipitkan mata, jelas sekali senang ketika mendengar kata-kata Arabella. Padahal perempuan itu mengucapkannya hanya sebatas ingin berterimakasih tapi entah mengapa perasaan Kenzo langsung menggebu dibanjiri kebahagiaan.
"Aku akan sangat berhati-hati. Karena kau yang telah memberi saran. Ah, kau juga boleh menyimpan jaket ku. Anggap saja kenang-kenangan dariku. Sampai jumpa manis." Kenzo menarik tangannya dari wajah Arabella, lalu mengedipkan matanya dengan nakal ke arah perempuan itu sebelum kemudian melakukan motornya ke jalanan malam itu.
Arabella menatap kepergian Kenzo dengan perasaan bingung. Setelah melihat punggung lelaki itu lenyap di gelapnya malam, dia lalu menghela napas panjang, membuang segala beban hati serta pikirannya. Sesuatu itu membuatnya sangat tidak nyaman. Arabella tidak bisa menahan gejolak hatinya yang tiba-tiba menemukan secuil kebahagiaan hanya karena berdekatan dengan Kenzo. Lelaki yang selama ini paling ditakutinya. Dengan gontai, Arabella melangkah memasuki kafe. Kali ini dia benar-benar sudah menyiapkan mental untuk menghadapi kemarahan Jonathan.
"Darimana saja kau pelacuur kecil."
Ketika pintu itu terbuka, suara dingin menusuk langsung menyambar kesadarannya. Arabella terlonjak, dan belum sempat dia berhasil mengatasi keterkejutannya dia kembali dikejutkan oleh hal lain yang jauh lebih parah.
Suasana kafe itu sepi. Tidak ada satu orang pelanggan pun disana. Arabella menyusuri ke segala arah menggunakan matanya yang membelalak, semakin terpana ketika menyadari bahwa hanya ada dirinya disini bersama dengan seorang lelaki yang mengenakan seragam sama sepertinya.
Arabella menoleh kepala dengan bingung
ke arah Lukas yang sudah berdiri di depannya, hendak bertanya kepadanya. Tapi ekspresi Lukas yang sedang menatapnya begitu tajam membuatnya terpaku. Lelaki itu memandangnya dengan kejam, dari ujung kepala hingga ujung kaki seolah menilai Arabella dengan seksama.
Lalu sebelum Arabella sempat membuka mulut, tubuhnya sudah terlebih dulu di dorong hingga punggungnya membentur tembok dengan keras. Arabella meringis, rasa sakit nan perih seketika menghantamnya.
"Sialaan. Kau memang sialaan." Lukas mengeram buas, tanpa memperdulikan kesakitan Arabella, tangannya bergerak mencengkram rahang perempuan itu.
"Lukas... apa yang kau lakukan." Arabella menatap Lukas, dan ketakutan saat menemukan kemarahan yang luar biasa di mata lelaki itu.
Lukas menyeringai licik, menundukkan sedikit kepalanya supaya wajahnya sejajar dengan wajah Arabella.
"Kau masih berani bertanya? Dimana dia menyentuh mu! Apa yang dia lakukan padamu! Kenapa kalian begitu akrab! Kenapa kau tersenyum padanya!"
"Tunggu dulu! Ada apa ini? Apa maksudmu? Kenapa kau tiba-tiba marah dan menyakitiku?" Arabella berteriak, mencoba meronta dari himpitan tubuh besar Lukas yang seolah menelan tubuh kecilnya.
"Diam Arabella! Jangan bergerak, atau aku akan berlaku kasar padamu." ancamannya di dekat telinga Arabella.
Mata Arabella melebar, takut sekaligus tidak mengerti akan perubahan sikap Lukas yang ngeri. Tubuhnya gemetaran sementara keringat dingin membanjirinya.
"Lepaskan aku. A... aku tidak mengerti maksud mu. Ada apa dengan mu sebenarnya." Arabella bersuara dengan napas terengah, membalas tatapan tajam Lukas dengan takut-takut.
Lukas semakin menguatkan cengkramannya di rahang Arabella, memaksa perempuan itu supaya terus menatapnya. Kemudian matanya yang berkilat-kilat mengarah pada bibir terbuka Arabella. Dan tak bisa menahan diri lagi. Lukas semakin mendekatkan wajahnya, lelaki itu langsung menjilat dan mencicipi permukaan bibir Arabella dengan lembut nan menggoda. Lalu seolah ingin meredam amarahnya, lidah Lukas menerobos mulut Arabella tanpa izin dan berpadu dengan lidah perempuan itu yang hangat, menebarkan sensasi aneh yang tak terperi di dalam dadaanya. Lukas melepaskan cengkramannya lembut, kemudian tangannya bergerak ke belakang kepala Arabella, menahannya supaya tak bergerak selagi dia memuaskan diri di kemanisan mulut wanitanya.
Lukas semakin lupa diri. Ciumannya semakin dalam dan kuat. Tangannya yang satu lagi bergerak menarik tubuh kecil Arabella supaya semakin merapatkan diri ke tubuhnya. Bibirnya menjelajah, tidak memberikan kesempatan bagi Arabella untuk bernapas. Lukas terus menciumi Arabella dengan buas namun juga tidak menyakiti.
Ketika menyadari hasratnya semakin terbakar, Lukas dengan sangat terpaksa melepaskan ciumannya. Lalu lengannya segera melingkupi kepala Arabella sebelum menarik tubuh perempuan itu ke dalam pelukannya. Lukas memeluk Arabella kencang, seolah-olah menyadarkan dirinya bahwa sosok yang dipeluknya saat ini adalah wanitanya. Sebenarnya Lukas sama sekali tidak berniat untuk meninggalkan Arabella tadi. Dia hanya ingin memberikan perempuan itu pelajaran karena sudah berani menolaknya. Sayangnya ketika dia kembali ke halte untuk menjemput Arabella, Lukas sudah tidak menemukannya disana. Dia panik, khawatir setengah mati, dia bahkan mengelilingi seluruh kota ini untuk mencari-cari keberadaan Arabella.
"Jangan pergi lagi." Lukas bersuara lirih, berucap sambil memejamkan mata dengan napas sesak. "Aku sangat takut." gumamnya lagi.
Arabella mengerutkan kening. Dia baru saja bersiap ingin melayangkan tamparan atas kelancangan Lukas dalam menciumnya, tapi saat mendengar nada suara lelaki itu yang lembah, dia menjadi iba. Arabella mengerjap, hendak melepaskan diri dari pelukan erat Lukas namun dia sama sekali tidak bisa bergerak.
"Lukas....sesak.. aku tidak bisa bernapas" Arabella berucap sedikit tidak jelas, mencoba memberi kode melalui pergerakan kecilnya.
Lukas segera melonggarkan pelukannya. Akan tetapi lengan-lengannya masih memeluk pinggang Arabella, takut jika dia melepaskan maka perempuan itu akan pergi darinya. Mata Lukas mengawasi Arabella diam-diam, dan menyesal ketika menemukan rona kebiruan di rahang perempuan itu akibat perbuatannya. Lukas menyentuhkan jemarinya disana, mengusap lembut.
"Maafkan aku. Aku terlalu marah tadi." ucapnya dengan nada menyesal.
Arabella menipiskan bibir. "Kalian para orang kaya bisa melakukan apa saja. Bahkan juga bisa mendapatkan apapun. Tapi tidak berarti uang mu bisa membeli harga diri seseorang. Setelah kau menuduh ku yang tidak-tidak, kemudian menyakiti ku dan mencium ku tanpa izin, kini dengan mudahnya kau meminta maaf. Aku bukan benda, bukan pula makhluk mati yang setiap kali kau lukai perasaannya akan tetap diam. Aku ini manusia, tolong perlakuan aku selayaknya manusia."
Lukas tertegun melihat mata Arabella yang berkaca-kaca. Tangannya yang membelai rahang perempuan itu langsung membeku.
"Bisakah aku pergi. Aku ingin pulang. Hari ini sudah terlalu banyak yang ku alami sampai membuat hatiku lelah." Arabella menyiratkan kesedihan yang dalam, melempar tatapan sendu ke arah Lukas.
"Kenapa sulit sekali untuk menggapai hatimu Arabella. Apa yang harus ku lakukan supaya kau percaya bahwa aku tulus padamu." Lukas mengacak rambutnya frustasi, pikirannya kacau karena Arabella yang selalu menganggapnya sebagai orang asing.
"Tidak ada yang tulus dalam hidupku. Begitupun dengan mu. Aku sama sekali tidak mengenal mu." Sesudah mengatakan kalimat menyakitkan itu, Arabella langsung membalikkan badan hendak melangkah.
Sayangnya Lukas lebih sigap, lelaki itu seketika menangkap pergelangan tangan Arabella, dan menarik tubuhnya hingga punggung perempuan itu menabrak dadaanya. Lukas memeluk Arabella dari belakang, kedua lengannya dengan posesif melingkupi tubuh wanitanya. Lukas menenggelamkan wajahnya di kelembutan rambut panjang Arabella, menghirup aroma khasnya dalam-dalam. Seketika itu pula Lukas langsung merasakan ketenangan hanya dengan memeluk Arabella.
"Jangan pergi. Tetap disini. Aku membutuhkan mu. Aku sangat membutuhkan mu." Lukas mengutarakan seluruh isi hatinya yang menyiksa batin, berharap bisa menyentuh kerasnya hati Arabella. "Aku hanya menginginkan mu. Aku hampir gila saat tidak menemukan mu tadi. Sebentar saja, biarkan seperti ini. Aku masih membutuhkan pelukan mu."
Arabella tertegun, dia tidak bergerak sama sekali dan hanya membiarkan Lukas mencari kenyamanan di pelukannya. Keheningan melanda mereka berpadu dengan deru napas Lukas yang terdengar gelisah. Arabella ingin mengeluarkan pernyataan yang sudah bersarang di benaknya namun dia memilih diam, mengunci mulutnya rapatkan.
"Sepertinya kau tidak sebahagia yang ku pikirkan. Aku bisa merasakan aura kelam nan menyedihkan tenggelam begitu lama di jiwamu. Kalau kau merasa nyaman di dekat ku, lain kali kau boleh datang dan langsung memelukku. Tenang saja, aku tidak akan pernah bertanya kenapa kau begini. Cukup peluk saja dan menangislah bila perlu." ucap Arabella dengan lembut