Peringatan Tegas

1720 Kata
Happy Reading. Lukas berdiri dengan marah masih di tempat yang sama setelah mendengar kata-kata Kenzo. Di hadapannya lelaki itu tampak jelas menyunggingkan senyum penuh kemenangan yang membuat dadaa Lukas berkobar. Hatinya bergejolak ingin melayangkan pukulan keras di rahang Kenzo, memberinya pelajaran supaya tidak asal bicara. Bahasa tubuh jelas tidak bisa berbohong, Kenzo bukannya tertarik ingin memiliki Arabella, tapi hanya untuk membalas dendam padanya atas kesalahan di masa lalu. “Arabella tidak ada hubungannya dengan kejadian itu. Jangan melibatkannya. Jika kau ingin balas dendam, cukup menghajar ku saja.” Sinar kepongahan seketika meredup di wajah Kenzo saat mendengar kalimat Lukas itu. Matanya yang tajam menyipit, penuh kebencian saat membalas tatapan Lukas yang kental akan rasa bersalah. “Aku menyukai Arabella. Tidak ada maksud untuk menyakitinya. Aku bukan seorang pengecut yang tega memanfaatkan kepolosan seorang wanita demi mewujudkan keinginanku.” Kenzo mengeram dengan ekspresi marah, membantah tuduhan Lukas secara tegas. “Pembohong.” Lukas menatap waspada ke arah Kenzo dan menemukan secuil kebohongan di mata lelaki itu. Kenzo menyeringai, “Terserah apa katamu. Yang jelas aku menginginkan Arabella. Kalau kau ingin bersaing, maka bersainglah dengan benar dan secara jantan.” Ucapnya memberi sindiran menohok. Lukas mengepalkan tangan, tersinggung akan kata-kata keras Kenzo yang seolah ingin merobek lapisan lukanya yang telah tertutup rapat. “Jika kau berani menyentuhnya, aku bersumpah akan menghabisi mu. Persetan dengan hubungan persahabatan kita dulu. Aku sudah tidak memperdulikan itu lagi.” Desisnya mengancam. Ekspresi Kenzo sama sekali tidak berubah ketika mendengarkan perkataan kejam itu, hanya gerahamnya yang sedikit mengeras, ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak takut sama sekali. “Kita tidak memiliki hubungan sedekat itu baik sebelumnya maupun sekarang. Ke depannya tolong jaga bicaramu, aku tidak suka mendengarnya. Telingaku seperti ditusuk-tusuk dan hatiku pun seolah turut berdarah.” Andre yang sejak tadi hanya diam sambil menyimak pertengkaran kedua lelaki itu seketika terkejut mendengar kalimat Kenzo. Mulutnya ternganga, tidak habis pikir dengan sikap egois sahabatnya itu. Kenapa kedua orang ini harus bertengkar di hadapanku. Bagaimana kalau sampai Lukas marah besar. Bisa-bisa lelaki itu akan menghajar Kenzo tanpa ampun. “Sudahlah. Hentikan semua ini. Lebih baik kita kembali ke dalam kelas masing-masing.” Andre bermaksud mendinginkan suasana, kemudian dengan sigap berdiri dari duduknya lalu menatap ke arah Lukas. Ingin berbicara dengan lelaki itu namun dirinya sudah langsung mengatupkan mulut, takut dengan tatapan dingin Lukas. “Aku sudah memperingatkan mu. Seujung kuku saja kau berani menyentuhnya, aku tidak akan mentolerir lagi. Aku tidak main-main Kenzo. Ingat, seujung kuku saja.” Ucap Lukas mengulangi kalimatnya dengan memberi penekanan dalam setiap kata. Rupanya perkataan terakhir Lukas berhasil menyinggung perasaan Kenzo semakin dalam. Dengan cepat lelaki itu bangkit berdiri, kemudian meringsek maju ke hadapan Lukas lalu meraih kerah bajunya dengan kasar. "Kita lihat saja siapa yang menjadi pemenangnya nanti. Akan tetapi untuk kali ini, aku tidak akan menyerah. Siapapun tidak ada yang boleh memiliki Arabella jika aku tak bisa memilikinya." ucap Kenzo mendesis dengan nada marah. "Silahkan bermimpi sampai setinggi langit. Karena ketika kau jatuh, akulah yang terlebih dulu menertawakan kebodohanmu. Dari dulu sampai detik ini, kau bukanlah tandingan ku. Percuma kau menantang ku, buang-buang waktu saja." Lukas terkekeh, tidak bisa menahan kepuasan dalam nada bicaranya. Kemudian dengan gerakan yang jauh lebih kasar, dia melepaskan cengkraman Kenzo di pakaiannya. "Kau merusak seragamku. Padahal gadisku sudah menghabiskan banyak waktu hanya untuk menata penampilanku." sambungnya kemudian, mengutarakan kebohongan kecil untuk mengalahkan ego Kenzo. Senyum Lukas semakin melebar ketika melihat kebungkaman Kenzo. Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, dia segera membalikkan badan lalu melangkah pergi. ***** "Lukas?" Bisikan kecil di belakangnya membuka Arabella terpaksa membalikkan badan. Dia menatap Mayudi sebentar, sementara diwajahnya tersirat kebingungan yang jelas. "Aku tidak tahu. Mungkin saja dia masih di kamar mandi." balasnya tak kalah berbisik, tidak ingin menimbulkan keributan. Kening Mayudi mengerut tipis. "Lama sekali dia. Katakan padanya sebentar lagi jam pelajaran pertama akan segera dimulai." "Aku tidak tahu bagaimana cara menghubunginya. Aku tidak memiliki nomor ponsel Lukas." Arabella berbisik lagi, suaranya lemah menyimpan kecemasan. Mayudi menepuk dahinya pelan, tidak pernah menyangka bahwa hubungan Lukas dan sahabatnya itu begitu dangkal . "Kenapa kau tidak memiliki nomor ponselnya. Dia kan pacarmu. Lalu bagaimana kalian berkencan." tanyanya ingin tahu. Arabella menggerakkan gigi, "Berkencan katamu? Kami berdua tidak dalam hubungan seperti yang kau bayangkan. Aku dan Lukas bukan sepasang kekasih...." "Jadi sepasang apa?" Mata Arabella langsung melebar, ketika mendapati suara asing, yang tiba-tiba muncul di tengah perbicangan mereka. Secepatnya dia menoleh ke sumber suara. Dan tak bisa menyembunyikan keterkejutan saat melihat Lukas sudah duduk di sampingnya. Mata Hazel Arabella yang dilumuri kepanikan terlihat menyusuri seluruh wajah Lukas, masih tidak percaya bahwa lelaki itu kini sudah berada di dekatnya. Habislah dia, apakah Lukas mendengar semua perkataannya tadi? Apa yang harus dilakukannya. Lelaki itu pasti akan marah dan tidak segan-segan menimbulkan keributan jika dia masih terus berbicara yang sebenarnya. Jari-jari Arabella langsung terjalin, saling meremas gugup. Suasana di ruangan kelas itu tiba-tiba hening nan mencekam, tidak ada yang berani bersuara. "Kau... sejak kapan datang." Arabella mengatur suaranya supaya tidak bergetar ketika berujar. "Sejak kau mengatakan bahwa kita ini bukanlah sepasang kekasih." sahut Lukas cepat, berterus terang. Arabella menatap Lukas dengan tatapan takut-takut, kemudian menggulirkan senyum tipis di bibirnya untuk menyembunyikan kegugupan. "Ah, kau mungkin salah dengar. Aku mana ada mengatakan hal seperti itu. Sepertinya kau tadi hanya menangkap ekor dari pembicaraan kami." Arabella tertawa dengan terpaksa, melirik ke arah Mayudi yang ternyata sudah lebih dulu mengalihkan pandangan darinya. Sial aku terjebak. Mayudi pasti sengaja menghindari ku. Mata Lukas menyipit, dipenuhi oleh kemarahan yang menguar dari dalam dirinya. "Aku baru tahu ternyata bibirmu sangat pandai berbohong. Tapi sayang matamu mengatakan kejujuran Ara." Arabella tertegun, tetapi itu tidak berlangsung lama. Sebab dirinya sudah lebih dulu menangkap maksud Lukas. "Kita tidak perlu membahasnya lagi. Kau hanya salah paham. Jangan marah lagi, ya." tangan Arabella tanpa sadar bergerak, mengusap rahang Lukas pelan dengan jemarinya yang lembut. "Apa kau sedang menggodaku." Lukas melempar pertanyaan menohok, hendak mencari tahu tujuan Arabella. Wajah Arabella seketika berpaling dari Lukas. Batinnya mengumpulkan kata-kata jahat, geram dengan mulut lelaki itulah yang selalu berbicara sesukanya. Arabella langsung menarik tangannya, menjauhkan diri rahang Lukas. "Kenapa kau berhenti. Ayo, usap lagi." Lukas tiba-tiba meraih tangan Arabella, tanpa izin, tanpa permisi, menyentuhkan di wajahnya. Arabella menghela napas panjang, menebalkan mukanya ketika menyadari semua mata menatapnya dengan pandangan sinis dan menusuk. Telapak tangannya yang kecil menangkup pipi Lukas, kemudian membelainya. "Apa... kau sudah tidak marah lagi." Arabella berucap dengan setengah hati, memiringkan kepalanya untuk melihat reaksi Lukas lebih jelas lagi. "Masih marah. Kau harus bertanggungjawab. Suasana hatiku rusak karena mu." Lukas menatap lurus ke dalam mata Arabella, menggertak perempuan itu. "Tapi kita sedang berada di sekolah. Aku sangat tidak nyaman dengan mereka." ucap Arabella, suaranya begitu pelan. Lukas mendongak, menyapukan matanya ke seluruh ruangan. Dan benar saja, mereka memang menjadi pusat perhatian sekarang ini. Semua orang menatap ke arah Arabella seolah-olah ingin menerkamnya. Terlihat jelas kebencian sekaligus iri dengki yang kental di setiap sinar mata mereka. Lukas mengeraskan rahangnya marah. Ini tidak bisa dibiarkan, tidak ada seorang pun yang bisa merendahkan wanitanya. Jika itu sampai terjadi maka sama saja mereka sedang merendahkan dirinya. "Apa yang kalian lihat. Jika sudah bosan untuk hidup, katakan saja padaku. Dengan senang hati aku akan melempar kalian semua dari ruangan ini." Lukas mendesis kejam, menatap satu per satu yang ada di ruangan ini dengan tatapan membunuh. Segera setelah kalimat ancaman Lukas bergaung, semua makhluk yang berada disana langsung menundukkan kepala, tidak ada lagi yang berani menatap Arabella. Melihat itu, senyum puas seketika bergulir di bibir Lukas. Dengan ekspresi sombong dia kembali menoleh pada Arabella. "Susah beres. Tidak akan ada lagi yang menggangu kita." ucapnya sambil tertawa pelan. Arabella terpana, syok dengan sikap semena-mena lelaki itu. "Kenapa kau menakuti mereka?" tanyanya dengan suara tertahan. Lukas mengangkat alisnya, "Karena mereka berani menatap wanitaku lebih dari satu detik. Tentu saja aku harus memperingatinya." "Dasar gila." umpat Arabella keras, kesal karena Lukas tidak mau kalah. "Terimakasih atas pujian mu sayang." jawab Lukas enteng, meraih tangan Arabella yang masih berada di pipinya kemudian mengecup lembut. "Nanti, kau pulang denganku, ya. Aku ingin membawa mu ke suatu tempat." Arabella menatap Lukas bingung. "Aku tidak punya waktu. Sepulang sekolah aku masih harus bekerja." "Cih.... kenapa kau repot-repot bekerja, aku bahkan bisa membelikan mu apapun. Tinggal minta saja padaku, begitu saja susah." Lukas secara tidak langsung menawarkan dirinya sebagai tempat sandaran bagi Arabella. Dan hal itu membuat hati Arabella terenyuh. "Aku tidak terbiasa bergantung dengan orang lain. Jadi aku rasa itu tidak perlu. Aku bisa mengurus diriku sendiri." Lukas menghela napas pelan, lupa kalau perempuan di hadapannya ini adalah seorang berkepala batu, keras, tangguh, dan sedikit angkuh. "Jangan mulai lagi. Aku tidak ingin bertengkar." ucap Lukas kemudian Tatapan Arabella berubah lembut. "Kalau begitu kau boleh pindah ke belakang. Aku tidak akan berkonsentrasi dalam belajar jika kau masih terus disini." Arabella mengedikkan dagunya sebagai isyarat, menunjuk ke arah Mayudi. Lukas menoleh ke belakang, ekspresinya sama sekali tidak terbaca pada saat matanya bertemu dengan mata Mayudi. Sedangkan Mayudi sendiri tampak dilanda ketakutan. Dengan panik dia cepat-cepat memalingkan wajah dari Lukas, memilih untuk menyelamatkan jantungnya dari tatapan menusuk itu. "Aku rasa itu tidak perlu. Sahabat mu akan lebih aman jika duduk di kursi belakang." Lukas mengawasi Mayudi dalam-dalam, tersenyum licik ketika melihat wajahnya yang memucat. Ekspresi Arabella berubah keras kemudian. "Tidak boleh. Semua siswa harus berada di tempat duduknya masing-masing. Dan itu adalah peraturan di sekolah ini. Aku tidak ingin Mayudi terkena masalah akibat duduknya yang berpindah-pindah." Arabella bertekad, memberi pengertian pada Lukas. "Apa yang kau takutkan. Kau adalah pacarku. Jika si tua bangka itu berani menyulitkan mu, akan ku beri pelajaran dia." dengan sikap sombong yang nyata, Lukas berucap sambil mengamati kecemasan di wajah Arabella. Arabella mengepalkan tangan, kesabarannya mulai menipis akibat menghadapi keras kepala Lukas. Dia membuka mulutnya, bersiap untuk melontarkan kalimat berikutnya, namun langsung terurung ketika matanya tanpa sengaja menatap sosok lelaki yang tengah berdiri di ambang pintu, sambil menatapnya tajam. Arabella langsung menegang, wajahnya seketika panik. Ke... Kenzo? Lukas mengerutkan dahi saat mendapati wajah Arabella yang pucat. Dalam jarak yang sangat dekat dia meneliti ekspresi perempuan itu dan mengikuti arah pandangnya. Langsung saja Lukas menegang waspada saat menemukan Kenzo telah berdiri di ambang pintu. Tatapan lelaki itu terjatuh pada Arabella, menatapnya dengan pandangan aneh yang sulit dimengerti. Lukas mengepalkan tangan, rahang mengetat oleh amarah yang memuncak. "Jangan lihat kesana." Lukas menggerakkan jemarinya, memegang dagu Arabella dan mengarahkan padanya, "Lihat aku saja. Aku akan melindungi mu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN