Ambil Suami Saya Nyonya

1728 Kata
Seorang wanita berusia sekitar 31 tahun menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan. Ini sudah kesekian kalinya dia kedatangan ibu mertua dan menerima semua cacian serta desakan yang dia sendiri tidak mengerti bagaimana cara untuk mewujudkannya. "Sudah enam tahun kamu menikah tapi hingga detik ini kami belum juga memberi kami cucu. Kamu juga sudah diajak ke dokter tapi, tetap saja tidak bisa hamil sedangkan kakak Adrian sudah punya anak semua. Bahkan sebentar lagi anak mereka akan memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu, jangankan memiliki anak hamil saja tidak," umpat wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu mertua Laras. Wanita paruh baya yang kerap di sapa Dina tersebut tak pernah absen sekalipun mendatangi kediaman Putra bungsunya untuk mendesak agar dia segera diberikan cucu. Bukannya Laras tidak mau tapi, memang Tuhan belum mengizinkan mereka untuk memiliki momongan. Laras sudah bolak-balik melakukan pemeriksaan ke dokter tapi, dokter mengatakan tidak ada yang salah pada dirinya bahkan dia sudah menjalankan semua program kehamilan tapi, tetap saja hingga detik ini tidak memuaskan hasil. Rasanya desakan Dina tidak wajar karena dia mengetahui bahwa putranya sendirilah yang tidak ingin memeriksakan diri ke rumah sakit. Pria itu berdalih mungkin mereka belum diberikan kesempatan untuk memiliki buah hati dan meminta sang ibu untuk bersabar sedikit lagi. Saking sedikitnya enam tahun waktu telah berlalu tanpa mereka sadari. Laras yang jengah dan kenyang mendengar cacian serta desakan tersebut, dia hanya diam dan tersenyum menanggapi perkataan sang ibu mertua. Dia tahu sebentar lagi Dina pasti akan pulang dan akan kembali lagi esok harinya. Hal tersebut akan terus berlanjut mungkin hingga sampai dia hamil. "Laras ayolah, sekarang kamu ikut Mama ke rumah sakit. Kamu harus memeriksakan diri sekali lagi agar Mama yakin ada …" "Harus berapa kali aku menyampaikan kepada Mama bahwasanya aku sudah sering datang ke rumah sakit dan dokter mengatakan semuanya baik-baik saja. Aku juga sudah memberikan hasil pemeriksaan kepada Mama. Justru sekarang yang harus Mama desak adalah Mas Tyo, dia yang harus memeriksakan dirinya bukan aku. Empat tahun belakangan ini aku yang selalu berusaha, sendirian. Mana mungkin bisa jika di pihak laki-laki tidak ada usaha sama sekali!" bantah Laras lama-lama kupingnya terasa panas juga mendengar penuturan sang ibu mertua. "Tidak mungkin Tyo yang salah, Laras. Seperti yang kamu ketahui Mama memiliki banyak anak dan suamimu itu adalah anak yang paling kecil. Sedangkan kamu hanyalah anak tunggal dan kedua orang tuamu mendapatkanmu di saat usia mereka berkepala empat. Jadii wajarlah Mama curiga kalau kamu itu yang bermasalah." "Jadi Mama menganggap aku yang bermasalah, begitu?" Laras meletakkan gelas tehnya di meja. Menatap tajam pada sang ibu mertua. Sudah cukup rasanya dia direndahkan tapi, jangan pula membawa nama kedua orang tuanya. "Jangan membantah karena memang itulah kenyataannya. Seandainya kamu tidak bermasalah pasti saat ini kamu sudah hamil. Kami ini berasal dari keluarga yang sangat subur berbeda dengan dirimu," cibirnya. "Ayo kita ke rumah sakit kalau memang itu yang Mama inginkan. Seandainya dokter mengatakan aku baik-baik saja setelah itu Mama harus memaksa Mas Tyo untuk pergi ke rumah sakit pula. Aku tidak ingin terus-menerus disalahkan sedangkan Putra Mama sendiri tidak pernah diperiksakan," sembur Laras meninggalkan Dina di ruang tamu. Dia akan berkemas menuruti keinginan wanita itu untuk pergi ke rumah sakit. Seandainya hasil yang keluar masih sama seperti rumah sakit rumah sakit yang lalu, Laras tidak mau tahu bagaimana caranya dia ingin Dina menyeret Tyo ke rumah sakit pula seperti yang wanita paruh baya itu lakukan padanya. "Kamu dan Mama ribut lagi," tutur seorang pria yang baru saja memasuki kamar dia tampak melonggarkan dasinya sebelum mendekati Laras yang sedang menghias wajah cantiknya di meja rias." "Bukan ribut, aku hanya malas mengikuti keinginan Mama untuk memeriksakan diri ke rumah sakit." Meletakkan lipstik yang baru saja diolesi ke bibirnya. Lalu Laras berbalik dan menatap pada sang suami. "Sedangkan aku ingin kita pergi bersama, sama-sama melakukan tes dan mengikuti program kehamilan agar hasilnya sesuai dengan apa yang kita inginkan, Mas. Aku juga lama-lama muak mendengar ibumu datang ke sini setiap hari mengomel dan menuntut buah hati padaku. Memangnya dia pikir aku ini tidak ingin memiliki anak? Ingin Mas, aku sangat ingin memilikinya sama seperti teman-temanku yang lain tapi," "Aku sudah memeriksakan diri dan hasilnya tetap sama dengan dirimu. Dan dokter menyarankan aku untuk memiliki istri lagi agar membuktikan siapa sesungguhnya yang salah diantara kita." "A-apa? Coba katakan sekali lagi kamu ingin menikah lagi, begitu?" Laras bangkit dari tempat duduknya dia benar-benar terkejut mendengar jawaban yang dikeluarkan Tyo. Enam tahun mereka menikah tidak pernah sekalipun terlintas di pikirannya untuk mengganti pasangan namun, sekarang dengan entengnya Tyo mengatakan akan mencari istri lagi untuk membuktikan siapa diantara mereka yang bermasalah. Kedua pundak Tyo terangkat. "Aku yakin kamu tidak akan merestui pernikahanku maka dari itu aku sudah menikah lagi tanpa sepengetahuan dirimu. Dan seandainya dia hamil dalam waktu dekat kamu harus menerima aku madu." "Tidak bisa seperti itu Mas, kamu ini keterlaluan kamu yang tidak pernah transparan tentang …" "Jangan lagi membahas masalah ini Laras karena semuanya sudah terjadi." Dengan entengnya Tyo merebahkan tubuh di ranjang. "Sekarang kamu tidak boleh kemana-mana karena aku telah menjelaskan kepada Mama apa rencanaku dan sekarang dia sudah pulang ke rumah." "Kamu ini benar-benar …." Rahang Laras mengeras. Tangannya mengepal kuat. Ingin rasanya kepalan tangannya itu dipukulkan ke mulut Tyo yang seenaknya saja berkata bahwa dirinya sudah menikah. Lalu dianggap apa dirinya? Padahal belakangan ini hubungan mereka baik-baik saja. Memang Tyo jarang pulang katanya banyak pekerjaan di luar kota sana. Namun Laras tidak mengetahui ternyata itu semua bisa dikatakan sebagai alasan saja agar dia tidak banyak bicara. "Kalau seandainya kamu ingin membuktikan bahwasanya kalau aku ini yang bermasalah maka aku juga ingin membuktikan kalau kamulah yang bermasalah, Mas. Aku ingin kita bercerai agar aku bisa menikah lagi dengan pria lain." "Tidak bisa begitu. Aku tidak akan menceraikanmu sampai kapanpun itu karena aku yakin kamulah bermasalah dan jujur saja aku hanya ingin anak tidak ingin kehilangan dirimu." "Tapi Mas, kalau seandainya kamu benar mencintaiku kamu tidak akan berani melakukan hal buruk ini. Kamu menyakitiku." Laras mulai menangis ternyata sekuat dan setegar apapun dia tetap air mata itu tidak mampu ditahan ketika cintanya telah dibagi dua dengan wanita lain. "Terima saja kalau seandainya dia tidak hamil maka aku akan menceraikannya. Jika dia hamil maka begitu anak itu lahir aku akan meninggalkannya dan membesarkan bersamamu," tutur Tyo meraih tangan Laras agar ikut berbaring bersamanya di ranjang. Namun Laras menepis tangan Tyo. Dia tidak sudi disentuh suaminya itu lagi. Apalagi baru saja dia mengakui sudah menikah dengan wanita lain itu artinya Tyo telah membagi ranjang dengan istri barunya. "Aku tidak sudi disentuh laki-laki b******k sepertimu!" umpat Laras keluar dari kamar dan membanting pintu. "Kenapa semuanya menjadi seperti ini?" lirih Laras dalam hati. Tatapannya begitu nanar menuruni satu persatu anak tangga. Ingin rasanya dia mengakhiri hidup saja karena pria yang selama ini dianggap sebagai tempat bersandar telah mengkhianati dirinya. Belum lagi ibu mertua yang selalu saja menerornya. Kini dimana wanita paruh baya itu? Kenapa dia langsung pergi ketika mendengar putranya telah menikah lagi? Sepenting itukah sosok cucu bagi ibu mertuanya sedangkan masih ada anak yang lain yang telah memberikannya cucu? Benar-benar sial baginya telah masuk ke dalam lingkungan keluarga Tyo padahal kedua orang tuanya dulu telah memintanya berpikir ulang agar tidak terjerumus ke dalam keluarga yang bisa dianggap sebagai keluarga yang selalu memaksakan kehendak. Tidak peduli apakah orang itu sanggup melakukannya atau tidak. "Nyonya tidak boleh bersedih seperti itu." Laras menoleh ke arah asisten rumah tangganya yang baru saja datang dan meletakkan segelas teh di depannya. Dia adalah Tyas wanita berusia 23 tahun. Hampir satu tahun Tyas bekerja bersamanya. Seorang wanita cantik cukup baik tapi, sayangnya Laras tidak menyukai cara Tyas memperlakukan suaminya. Tidak pernah sekalipun Laras melihat Tyas berkata baik kepada suaminya setiap kali datang berkunjung atau menjemputnya pulang bekerja. "Bagaimana aku tidak bersedih, karena hari ini aku mendengar suamiku sudah menikah lagi hanya karena aku tidak bisa memberinya anak. Padahal aku sudah berusaha sekuat tenaga. Aku sudah berusaha melakukan program apapun tapi, seperti yang kamu ketahui suamiku tidak mau mengikuti apa yang aku lakukan." "Iya, aku tahu. Aku sudah mendengarnya secara langsung ketika nyonya besar dan Tuan berbicara tadi. Nyonya besar malahan bahagia karena akhirnya Tuan mau menerima jodoh yang dia carikan," terangnya sebelum duduk bersila di dekat Laras. "Jadi wanita itu direkomendasikan oleh ibu mertuaku, begitu? Kamu tidak salah dengarkan, Yas?" Laras masih berharap apa yang dikatakan Tyas barusan merupakan sebuah kebohongan semata. Tyas menggelengkan kepalanya. "Dia sekretarisnya tuan. Sering bertemu dengan nyonya besar di kantor. Sepertinya Tuan juga sudah menjalin hubungan cukup lama dengan wanita itu karena tadi Tuan sempat mengatakan dia sudah tahu bagaimana luar dalam sekretarisnya tersebut jadi memutuskan untuk menikahinya dan yakin dia akan hamil dalam waktu dekat. Karena tuan besar tidak ingin memiliki dua orang istri, maka dari itu sekretaris tersebut hanya digunakan untuk membuat anak saja." "Mereka benar-benar keterlaluan." Laras tidak bisa lagi membendung air matanya. Entah sejak kapan suaminya itu berselingkuh di belakangnya. Dia juga tidak pernah menyangka ternyata wanita yang menjadi orang ketiga tersebut tidak jauh dari jangkauannya. Dialah wanita yang selama ini berpura-pura tersenyum setiap kali dia datang berkunjung ke kantor. "Sudahlah, Nyonya. Jangan menangis nanti mereka semua bertepuk tangan karena berhasil menjatuhkan Nyonya. Justru Nyonya harus membalas perlakuan Tuan." Tangan Tyas terulur untuk menghapus air mata yang mengalir di pipi Laras. Meskipun wanita itu tidak pernah berlaku baik kepada suaminya tapi, dia begitu menyayangi majikannya tersebut. "Bagaimana aku tidak menangis …" "Lebih baik nyo6nya membalas apa yang dilakukan Tuan daripada meratapi laki-laki yang tidak memiliki perasaan seperti dia," potong Tyas sebelum Laras melanjutkan kata-katanya yang begitu mengiris hati. "Balas bagaimana?" Laras berusaha menelan air matanya. "Suamiku. Ambilah benihnya untuk membuktikan bahwa Nyonya itu tidak mandul," tutur Tyas bersungguh-sungguh. Langsung membuat Laras membulatkan matanya. "Mas Adrian itu memang miskin, tapi benihnya subur dan banyak. Akunya saja yang tidak mau punya anak, karena takut tidak bisa menghidupinya." "K-kamu …" "Jangan menolak Nyonya pikirkan baik-baik aku yakin di sini yang bermasalah itu Tuan karena dia tidak mau ke rumah sakit berbeda dengan Nyonya yang sudah lelah ke sana kemari untuk memeriksakan diri. Aku sakit hati maka dari itu aku menyerahkan suamiku untuk Nyonya. Bayarannya cukup dengan menuruti saja apa yang aku inginkan tidak banyak, palingan tas warna coklat yang kemarin Nyonya beli di luar negeri." "Kamu sudah gila, Tyas!" Laras bangkit dari tempat duduknya dia meninggalkan Tyas yang dianggap sebagai istri yang benar-benar sudah tak memiliki kewarasan lagi. Untuk saat ini Laras memilih menyendiri di kamar tamu, sampai otaknya membaik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN