Kipas angin yang dibiarkan berputar ke kanan dan ke kiri menjadi pertanda bahwa perkumpulan lima cowok sableng yang sedang membicarakan topik terhangat, yaitu; perdebatan antara Zaky dan Anya, pacarnya. Yang diberi hastag oleh Remond : #SatuJamLebihGalauBersamaZaky
"Cewek masih banyak, Boss." Ucap Jason sambil membuka bungkus beng-beng yang ia dinginkan dikulkas selama sepuluh jam. Kelamaan gak sih?
"Iya tahu." Jawab Zaky.
"Jangan galau ngapa ish." Ucap Denis sambil ikut-ikutan membuka bungkus beng-beng.
"Makanya jangan punya pacar, Ky. Udah lah mending dagang video bokep aja sama Aris di jembatan layang." Ledek Remond.
Merasa dihina, Aris langsung menjawab, "Gue gak dagang, ya. Gue seorang kolektor."
"Sebelas duabelas, k*****t!"
"Kolektor apa lu? Boneka barbie?" Sindir Jason.
"Haha. Lucu lo, monyet." Aris tertawa sumbang sehingga kepalanya menjadi sasaran toyoran ketiga sahabatnya.
"Ah, gue tuh sayang sama Anya. Gue gak bisa hidup tanpa dia." Zaky meremas-remas bantal yang ia peluk.
"Ini lo masih idup." Celetuk Aris dengan datar.
"Itu perumpamaannya, b**o!" Remond langsung menoyor kepala Aris lagi. "Bokep wae sih maneh mah, Oon! Eweuh polo-an pan jadina!" (Bokep melulu sih kamu. jadi gak ada otaknya kan.)
"Berisik, woy! Hargilah Zaky, kawan-kawan." Lerai Denis.
Remond bergeser agar duduk lebih dekat dengan Zaky kemudian menepuk bahu partner alay-nya itu. "Ky, cerita sama aku. Masalahnya apa sampe kamu berantem sama Anya dan gak ikut tauran?"
"Bahasa lo edan!"
Remond mendengus. "Gue salah muluh perasaan."
"Wey...ini gua mesti gimana? Pengen baikan sama Anya!!!" Zaky berteriak dengan sangat frustasi.
"Iya masalahnya apa, Tytyd pendek?!" Tanya Jason.
"Sabar, K*ntol payah!" Zaky menjawab dengan mata melotot. "Gue tuh kemaren jalan sama Anya, terus dia bilang katanya dia mau nanya sesuatu dan kalau gue bisa jawab jujur, gue dibolehin tauran sepuas hati gue. Yaudah gue jawab jujur lah. Abis gue jawab, dia malah ngomel."
"Dia nanya apaan emang?" Tanya Aris.
"Dia nanya kalau dia gendutan atau kagak. Gue jawab iya. Gue jujur, man."
"Wah...itu sih malam petaka!" Ucap Remond.
"Ya, itu jawaban ngajak perang palestina itu namanya." Jason terkekeh. "Cewek kan mendadak serem nauzubilah kalau dibilang gendut."
"Terus salah gue gitu? Salah nyokap gue? Salah nenek gue? Salah tetangga gue?" Rengek Zaky.
Denis menepuk bahu Zaky sambil terbahak. "Kalau Aa udah terlanjur keceplosan bilang si neng gendut, demi keselamatan nyawa Aa, mending Aa ngeles kayak gini : 'kamu cantik kok. Maka dari itu, temenin aku gendut yak sampe kakek nenek.' Selain kode bahwa Aa nerima si neng apa adanya, ini juga bisa jadi kode kalau Aa serius sama si neng. Ciee kode mau ngelamar."
Jason menaikan sebelas alisnya. "Jadi menjerumus ke ngelamar-ngelamar segala sih?"
"Kok bahasa lu jadi sebelas dua belas sama Remond, Den?" Zaky bergeridik. "Kalian bukan pengikut yayasan Dimas Kanjeng Taat pribadi 'kan?"
Denis dan Remond langsung terbahak. "Ya kagaklah." Jawab mereka secara bersamaan.
"Udah ah, ngomong sama kalian gak akan nemu titik terang!" Zaky bangkit dari sofa kemudian merebahkan tubuhnya ditempat tidur milik Aris karena mereka memang sedang kumpul dirumah Aris. Soalnya disini banyak makanan.
"Yaudah atuh ah, gue juga mau chat sama gebetan baru." Remond menjulurkan lidahnya sambil memamerkan isi chat terbarunya dengan Adina.
"Kalau jadi, gue yang paling banyak dapet PJ!" Ancam Jason.
"Haha. Tenang." Remond menunjukan jempol tangannya. "Lo sendiri kok gak chat sama Ghea? Bi-Bi lo tercintaaaah?"
Jason terkekeh pelan. "Ah, iya! Gue chat ah."
"Fanatik J mode on." Ledek Denis yang langsung dihadiahi cubitan kecil nan syahdu ditete kanannya oleh Jason.
"Sana lu pada pergi. Jangan ganggu gue." Jason mengusir kawan-kawannya dengan songong kemudian ikut merebahkan tubuhnya disebelah Zaky dan langsung mengetik pesan.
Jason : Bi
Jason : Bi, mau tau gak?
Abighea : hm. Paan?
Jason : menurut aku, semua hari itu Selasa. Selasa ada di sulga kalo baleng kamu
Abighea : Aku?
Jason : iya kamu. ihiiiy
Abighea : Aku? Jadi duta shampo lain? HAHHA
Jason : kamvreeet
Abighea : MAMPUS LU SOK NGEGOMBAL SIH DSR LU JABLAY
Jason : makin cinta sama kamu
Abighea : -______-
***
Ghea sedang menempel-nempelkan berbagai guntingan koran diatas karton. Karena tadi pagi ia harus mengantar Adina PDKT, jadilah sekarang ia harus membuat bahan mading sendirian karena anggotanya sudah mengerjakan tugas mereka masing-masing secara berkelompok.
Ghea mengantuk. Sebenarnya satu jam yang lalu ia merasa sedikit tidak mengantuk karena Jason mengiriminya chat-chat i***t yang lumayan kocak, tapi karena sekarang chat-nya sudah berakhir, Ghea jadi kembali mengantuk.
Padahal Ghea yang tidak membalas chat terakhir Jason. Dan dengan sombongnya, ia hanya me-read saja.
Ghea menyimpan pekerjaannya diatas meja dan ia tak sengaja melirik pada n****+ yang diberikan oleh Jason. Ia ambil n****+ itu kemudian mencoba membuka halaman pertama.
"Tahu dari mana coba dia, gue pengen n****+ ini?" Gumamnya sambil terus membuka halaman n****+ tetapi tidak membacanya.
Perhatian Ghea teralihkan ketika ketukan dijendelanya terdengar. Ia simpan n****+ itu ditempat semula kemudian ia melangkah menuju jendela. Ghea membuka gorden dan langsung berteriak ketika kepala Adina menyembul.
"Ngapain lo?!"
Adina terkekeh pelan sambil mencoba masuk kekamar Ghea.
"Ngapain manjat, Di? Pintu rumah gue kan masih berfungsi."
Adina mendengus. "Gue udah ketok beberapa kali gak ada yang bukain."
"Oh iya lupa." Ghea menggaruk kepalanya sambil nyengir. "Kak Dammi gak ada, Bokap nyokap nganterin Adek gue ke konter HP. Hehe."
"Widih, Rianna mau dibeliin Hp baru?"
"Dibeliin Hp baru jenggot lu lembek! Rianna gadein HP buat beli kunci jawaban UN. Parah banget gak sih? Heran gue."
Adina terbahak. "Rianna emang the best. Btw, gue nginep ya."
"Lagi?"
"Please," Adina memasang puppy eyes-nya. "Lo tahu lah."
"Di, kali-kali jangan ngehindar. Emang gak bisa ya diomongin baik-baik?"
Adina menggeleng sambil merebahkan tubuhnya dikasur. "Boro-boro diomongin, Ghe. Mereka aja gak pernah saling tatap. Lo gak akan tahu rasanya jadi gue. Anak broken home."
"Gue gak bermaksud,"
"Haha, santai, Ghea sayang. Gue gak marah kok sama lo. Tapi, gue pengen tidur nyenyak malem ini. Rumah gue sepi banget kaya kuburan cina. Lo kan tahu sendiri, orang yang katanya nyokap sama bokap gue itu sibuk sama hidupnya masing-masing. Mereka terpaksa gak cerai kan karena gak mau gue usir dari rumah gue itu. Mereka gak mau jadi gembel makanya bertahan."
Ghea mendekati Adina kemudian mengelus bahunya dengan pelan. "Kalau lo butuh sesuatu, lo jangan sungkan."
"Ah, gue terharu." Adina terkekeh geli. "Tapi, makasih ya. Lo emang paling ngerti gue, Ghe."
"Sama-sama."
"Eh-eh," Adina bangkit dari tidurnya dan langsung duduk menghadap Ghea. "Lupain masalah menyedihkan gue. Sekarang, gimana perkembangan lo sama Jason? Gue belum ngode sih ke dia. Coba nanti gue chat. Atau, sekarang aja gue chat?"
"Apasih." Ghea memutar kedua bola matanya. "Gue sama Jason gak penting. Harusnya gue nanya perkembangan lo sama Remond." Walau gue gak setuju lo pacaran sama badboy lagi. tambah Ghea dalam hati.
"Penting lah, Ghea! Gue berani jamin, besok kaca mading lo pecah lagi kalau lo gak jadian secepetnya sama Jason. Gue sama Remond aman kok. Hehe."
"Apa hubungannya sama kaca mading, Di?"
"Ada!"Adina berteriak. "Jason bakal terus jahilin lo, Ghea. Selagi dia belum dapetin lo, dia bakal terus gangguin lo. Dia sejenis penasaran gitu lah sama lo."
"Sejenis?"
"Ya, itulah pokoknya. Gue bukan penulis, Nyet. Gak paham bahasa Indonesia yang baik dan benar. Intinya, percaya sama gue."
"Percaya sama lo musyrik."
Adina memukul kepala Ghea dengan bantal. "Maksud gue bukan gitu, ih! Serius, Ghe!"
"Ya-ya, terus gue mesti gimana? Lo kira gampang gak dijahilin sama Jason? Satu jam yang lalu dia masih godain gue dengan chat-chat norak. Gue gak tahan."
Adina menghela nafasnya. "Maka dari itu kalian harus pacaran. Kalau udah mantanan kan gengsi mau ngejailin juga."
"..."
"Gimana kalau gini aja. Lo pacaran sama Jason dan gue janji deh gak akan telat lagi. Jadi lo gak perlu muter otak buat masukin gue secara ilegal ke kelas, gimana?"
"..."
"Deal, Ghe?"
"Gue pacaran sama Jason biar dia gak gangguin gue lagi. bukan karena ada niat lain."
"Oke, Deal?"
Ghea menjabat tangan Adina "Deal!"
"Eh, Ghe. Tadi pagi pas gue PDKT, Lo sama Jason kemana?"
***
"Jasoooon! Denisss!"
"Mati! Mati!"
"Jasoooon! Denisss! Kemari kalian!"
"Aduh...."
Pak Koko memasang mata elangnya sambil melambaikan tangan dengan kejam kepada dua muridnya yang sedang berniat memanjat tembok untuk kabur.
"Mau kemana kalian, para siswa tampan tak berotak?"
"Aih, bapak." Denis merapikan poninya sambil terkekeh tanpa dosa. "Ada tauran dilapangan depan, pak. Seru. Masa saya gak ikutan sih? Ih, kudet dong."
"Oh... mau tauran?"
"Mau, pak. Bapak ijinin? Ah, makasih pak." Jason menyalami tangan pak Koko dengan bersemangat. Tak membuang kesempatan, pak Koko langsung menjewer telinga Jason dengan tangan kirinya yang bebas sehingga Jason meringis kesakitan.
"Denis, kamu mau saya jewer juga atau lari kodok sepuluh kali dilapangan bola?!"
"Teganya dirimu padaku, Pak." Denis mengusap-usap matanya seolah-olah menangis haru.
"Ini rambut kalian gaya apa, sih? Astaga! Ini sekolah, bukan yayasan kangen band!" Pak Koko berganti menjewer telinga Denis tanpa melepaskan jewerannya pada telinga Jason. Jadilah, dua cowok badboy itu memadukan ringisan mereka dengan suara yang begitu pilu.
"Ayo ikut saya ke ruang BP! Kalian kena Razia!"
"Aduh, gak bawa STNK euy." Celetuk Denis dengan i***t.
"Razia rambut, Pe'a! Bukan tilang motor!" Jason menepuk kepala Denis karena untung saja sekarang pak Koko sudah tidak menjewernya, melainkan menarik dasinya.
Dimana letak untungnya, man?!! GAK ADA!
"Ayo!" pak Koko menarik kedua dasi yang dipakai oleh Denis dan Jason sehingga beliau mirip sekali seperti sedang menggiring kambing. Bedanya, kambing yang ini dua cowok ganteng.
Setelah sampai diruang BP, pak Koko langsung mengeluarkan gunting dari laci kemudian menyeringai dengan galak pada kedua badboy yang wajahnya tampak takut, tapi tetap saja songong.
"Pak, gaya mohak ya." Ucap Denis sambil nyengir. Dengan kejam, pak Koko menarik dasi Denis sehingga cowok itu pura-pura tercekik dengan sangat amat dramatis.
"Mohak mata lu somplak! Ini Razia! Bukan salon haji Rhoma irama!" Pak Koko menjawab dengan penuh emosi. Beliau siap memotong poni fenomenal Denis tetapi Jason berteriak sehingga fokusnya langsung beralih.
"Pak, Itu madam Rose pake rok mini, pak!"
"Mana?" Pak Koko langsung melirik kearah yang ditunjuk Jason.
"MAMPUS! EMANG ENAK KITA KERJAIN! MAKAN TUH RAZIA!" Jason dan Denis langsung berlari ketika pak Koko siap meledakan amarahnya.
"JASOOON!!! DENISSS!!! SAYA KASIH KALIAN PENGURANGAN 100 POIN!!"
"ALLHAMDULILAH!! I LOVE YOU, BRAD PITT-NYA SMA MAHARDIKA!!"
Mereka berdua belari dikoridor dengan cepat sambil tertawa terbahak-bahak.
"Gampang dikibulin banget si Brad pitt, yak?" Celetuk Jason. Denis mengusap dadanya sambil tertawa. "Ampuni dua hambamu ya ganteng ini, Tuhan. Haha."
Dipersimpangan, Jason langsung melenggang ke ke kantin dan Denis memilih pergi ke perpustakaan untuk tidur. Oke, jangan ditiru.
Jason masih terkekeh ketika mengingat ekpresi penuh emosi dari pak Koko. Ia memang benar-benar murid nakal.
Ketika Jason sampai didepan mading, ia tak sengaja melihat Ghea yang sedang sibuk menempelkan beberapa karton dipapan mading dengan sangat serius. Jason geli melihatnya.
"Bi,"
"Mau apa lo?!" Ghea langsung menutup madingnya dengan kedua tangan sehingga menyerupai kelelawar yang sedang membuka sayapnya. "Gue mohon jangan pecahin kacanya lagi. awas aja lo!"
"Hehe, santai, Bi. Cuma pengen nyapa kok."
"Oh," Ghea perlahan menurunkan tangannya kemudian berdehem. "Bekal lo dikelas."
"Iya. Nanti makan bareng ya?"
Ghea mengangguk.
"Tumben gak nolak?"
"Mau ditolak?"
Jason terkekeh pelan. "Ya enggak dong."
"Yaudah sana lo pergi."
"Iya, deh." Jason tersenyum. "Gue jemput dikelas?"
Ghea mengangguk lagi.
"Yaudah gue mau beli es batu. Bye, Bi." Jason meneruskan perjalannya tetapi tak lama Ghea kembali memanggilnya.
"Kenapa, Bi?"
"Pulang sekolah mau nemenin gue gak?"
Jason menaikan sebelah alisnya. "Lo ngomong ke gue?"
"Iya." Ghea memutar kedua bola matanya. "Kalau gak mau juga gak papa. Gak maksa."
"Mau!"
"Yaudah. Pulang sekolah diparkiran. Jangan telat."
Jason mengangguk. "Sip." Kemudian ia kembali melangkah sambil bersiul. Jason merasa sedikit aneh pada sikap Ghea yang agak sedikit 'jinak', tapi itu lebih baik karena Ghea terlihat lebih manis jika tidak marah-marah.
Manis, Eh?
***
Ghea sedang menjelaskan rencananya dengan Adina pada Alen. Cowok gay itu nampak tidak setuju, tetapi Ghea mencoba menjelaskan bahwa ia hanya akan mencari keuntungan saja jika pacaran dengan Jason. Ghea bilang pada Alen bahwa ia sudah bosan dijahili Jason dan jadi pacar Jason adalah cara satu-satunya agar cowok caper itu berhenti jahil padanya. Mungkin.
"Ghe, lo tahu kan, kadang-kadang gak semudah itu."
"Alen, gue janji semuanya akan baik-baik aja."
Alen menghela nafasnya. "Ghea, gimana kalau nantinya lo suka beneran sama Jason?"
"Never!" Adina berteriak. "Lo tahu sendiri kalau Jason bukan tipe Ghea. Tipenya Ghea tuh cowok yang pinter, taat aturan, baik, sholeh. Lo tenang aja, Alen. Ghea gak akan jatuh ke pesona abal-abalnya Jason."
Ghea mengangguk dengan mantap. "Gue janji."
"Kalau lo akhirnya suka beneran sama Jason?"
Ghea menatap Alen dengan serius. "Len, gue gak akan suka sama Jason. Kalau nanti misalnya Jason suka sama gue---walaupun agak gak mungkin, ya itu bukan urusan gue. Tapi, gue gak akan suka sama dia."
"Lo janji apa?"
"Kalau gue sampe suka sama Jason, lo boleh musuhin gue."
Alen menaikan sebelah alisnya. "Lo lelangin kepercayan sahabat lo sendiri demi permainan gak bermutu kaya gini?"
"Ini bukan permainan gak bermutu, Len! Kalau lo emang sahabatnya Ghea, harusnya lo dukung Ghea. Dia tuh lagi memperjuangkan kebebasannya dari kejahilan Jason, Len!" Teriak Adina.
"Iya, Alen." Ghea menggoyangan lengan Alen untuk membujuk.
"Gue dukung lo, Ghe. Tapi, gue gak akan musuhin lo kalau lo suka sama Jason. Tapi lo sendiri yang harus ninggalin Jason kalau lo mulai ngerasa suka sama dia. Karena dia gak baik buat lo."
Ghea mengangguk. "Akhirnya gue bakal tetep ninggalin dia kok. Kan gue Cuma pengen lepas dari kejahilan dia aja. Siapa sih yang mau jadi pacar benerannya? Enggak ada."
"Gue pegang janji lo."
(*)
Warung bubur yellow hari ini cukup ramai. Walaupun bukan weekend, tapi BY memang selalu jadi tempat makan favorit semua kalangan. Karena favorit, maka dari itu Ghea mengajak Jason makan di BY. Bukan karena apa-apa, tapi Ghea ingin cepat-cepat pacaran dengan Jason supaya ia juga cepat putusnya. Kalau sudah putus pasti aman 'kan? Setidaknya itu yang ada di imajinasinya.
"Gue bayarin. Anggap aja ucapan terimakasih karena lo udah nolongin gue pas pingsan dan beliin gue novel."
"Oke, dengan senang hati."
Ghea mendengus pelan. "Dasar gak tahu malu."
"Ish, gak boleh nolak rezeki, Bi."
"Serah lo, deh."
Ghea berdehem kemudian melirik Jason yang sedang sibuk dengan ponselnya. Ia benar-benar bingung ingin membicarakan hal apa karena biasanya ia akan perang dengan Jason, bukan duduk-duduk jaim menggelikan seperti saat ini.
"Hm,"
"Kenapa, Bi? Keselek sendok?"
Ghea melotot pada Jason tetapi tidak lama kembali memasang wajah biasa. "Dasar cowok. Gak peka."
"Apa, Bi?"
"Ah, enggak. Gue liat cowok yang duduk dipojok itu. Ceweknya kayanya pengen makan direstoran, tapi malah diajak makan diwarung. Gak peka padahal ceweknya cemberut."
Jason melirik meja yang dimaksud Ghea kemudian terkekeh. "Bukan gak peka, Bi. Tapi gue yakin kalau sebenernya dari dulu tuh pasangan makannya disini. Tuh ceweknya aja lagi ngelunjak kali."
"Ya tapi apa salahnya nyenengin pacar sendiri?"
"Denger ya, Bi," Jason menatap Ghea dengan serius. "Cowok tuh bukan gak peka, tapi ceweknya aja yang kadang-kadang kebanyakan nuntut. Cewek kalau pas PDKT aja bilangnya : 'Aku cinta kamu apa adanya. Gak mandang materi. Aku tulus ke kamu.' Eh, pas udah pacaran, dijajanin cilok sama cowoknya langsung kesurupan."
"..."
"Jangan pake kode karena cowok gak semuanya ikutan eskul pramuka. Kita gak ngerti begituan."
Ghea balas menatap Jason dengan serius. "Cowok juga manis pas PDKT aja ah. Pas PDKT selalu chat : 'hai, selamat pagi, have a nice day. Kamu lagi apa? Udah makan? Jangan lupa makan nanti sakit ya. Good night. Nice dream ya. Jangan lupa mimpiin aku :)' Cowok pas udah pacaran chat nya berubah jadi cuek kaya gini : 'Aku lagi sama temen. aku lagi sibuk. Aku gak bisa. Aku capek. Night'. Kaya gitu kan? Mau apa lo?"
Jason tersenyum tanpa mengalihkan matanya pada Ghea. "Pengalaman, ya?"
"Apasih."
Jason terkekeh. "Jujur aja gak papa."
"Ngayal."
"Ah, malu-malu."
Ghea melemparkan tisu yang sudah ia remas-remas pada Jason, bersamaan dengan mbak-mbak yang datang untuk membawakan bubur pesanan mereka.
"Silahkan dimakan buburnya, kakak."
"Terimakasih, Mbak."
Ghea langsung memakan buburnya yang enak dimakan selagi panas itu. Tetapi perhatiannya teralihkan pada Jason sedang mengipas-ngipas buburnya menggunakan case ponsel. i***t? sangat.
"Lo lagi ngapain?"
"Eh," Jason tersenyum pada Ghea. "Gue gak bisa makan kalau makanannya panas. Harus nunggu sampe dingin dulu. Kalau bisa didinginin pake es batu."
Itu benar. Jika semua orang menyantap baso, mie ayam, soto, atau apapun ketika masih panas, berbeda dengan Jason yang harus selalu menunggu makanannya sampai dingin. Apapun itu. Bahkan, ia mau memakan bubur jika sudah dingin. Entah karena ia memang tidak bisa makan selagi panas atau memang otaknya konslet.
Membayangkan bubur dingin yang pasti akan berair, Ghea langsung merasa mual. Pantas saja Jason tidak pernah mengeluh jika bekal yang dimasak oleh Ghea dingin, ternyata selera Jason memang ajaib.
Satu hal yang Ghea pelajari dari makan siang hari ini bersama Jason ; tidak usah memakai sianida, beri saja makanan panas karena pasti Jason mabuk lalu pingsan.
***
Ruangan kelas seketika menjadi heboh ketika suara kentut terdengar. Semua mata langsung tertuju pada bangku belakang pojok yang menjadi sumber suara yang mirip bom atom itu.
"J! Lo menjijikan sangaaaat!" Teriak Laila yang mempunyai tempat duduk tepat didepan sang biang kerok ; Jason.
"Lu makan apa sih, dude? Lalat aja pingsan nyium kentut lu." Komentar Hilman, sang Mario teguh-nya kelas 11-4.
Jason tertawa pelan. "Ya, sorry ih. Gak bisa ditahan."
Bohong. Itu bohong.
Sebenarnya Jason sengaja kentut karena...
"Jason? kamu kentut? Sana pergi wudhu lagi! berarti yang baca al-qur'an diganti Khairul." Ucap pak Umu.
Yeah, Jason itu sengaja kentut supaya tidak membaca al-qur'an. Dasar nakal!
"Maaf, Pak. Gak bisa ditahan."
"Ya-ya. Cepat wudhu lagi."
Jason mengangguk pada pak Umu kemudian mengedipkan sebelah matanya pada Khairul. Ia melenggang keluar kelas dan langsung pergi menuju toilet.
Ditengah perjalanan, tak sengaja Jason bertemu dengan Reyhan yang sedang mengambil beberapa foto kegiatan anak-anak futsal. Dengan angkuh, Jason melewati Reyhan, tetapi sang ketos itu nampaknya sadar.
"J, Hoodie dilarang dipakai di area MIS."
Jason mendengus pelan sambil membuka tutup hoodie yang sengaja ia pakai semenjak pagi.
"Jason,"
"Apalagi?" Jason memutar tubuhnya untuk menghadap Reyhan. "Bisa gak sih lo gak terpatok sama peraturan?" Jason kembali memakai tutup hoodie-nya dan mulai melangkah lagi. Tetapi, Reyhan kembali memanggilnya. Kali ini disertai tarikan tangan yang pelan.
"Jangan sentuh gue!" Jason menepis tangan Reyhan dengan wajah menahan marah.
"J,"
"Bodo amat." Jason kembali mengambil langkah untuk meninggalkan Reyhan. Ia memegangi lengannya yang tadi sempat ditarik Reyhan.
"Kenapa sama tangan lo? Lo tutupin pake Hoodie?"
Jason menghentikan langkahnya kemudian memutar tubuhnya dan berjalan menghampiri Reyhan dengan ekpresi yang seolah-olah mengatakan, 'Apa urusan lo, b*****t?!'.
"Kenapa sama tangan lo?"
Jason mendengus. "Not your bussines, Dude."
"J, mau sampe kapan?"
Jason menaikan sebelah alisnya.
"Mau sampe kapan kita kaya gini? Gue kakak lo, J."
Jason Tertawa sumbang. "Bukan! Jangan karena lo sama gue satu ayah, lo bisa nyebut kalau diri lo itu kakak gue. Kebanyakan drama idup lo!"
"Jason,"
"Ini bukan dirumah, Rey. Ini disekolah. Di Mahardika, lo sang ketua osis, dan gue murid biasa yang ganteng. Selesai."
Reyhan menghela nafasnya. "Mama Ines,"
"Jangan panggil nyokap gue dengan sebutan mama!" Jason langsung menarik kerah seragam Reyhan dengan kasar. "Beliau bukan mama lo! Dan gak akan pernah jadi mama lo!"
"J,"
Jason melepaskan Reyhan kemudian berbalik badan untuk pergi. Ia melangkah cepat menuju gudang belakang dan langsung menendang apapun yang ia temui.
"b*****t!" umpatnya kasar.
Jason mengeluarkan sebungkus rokok dari saku hoodie-nya dan langsung menyalakan satu batang rokok dengan korek. Ia hisap rokok itu dengan penuh emosi sampai ia tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang memperhatikannya.
"Lo pikir keren ngerokok kaya gini?"
"Uhuk!" Jason menjauhkan rokok yang sedang ia nikmati kemudian mengangkat wajahnya untuk melihat siapa orang yang berani mengganggunya.
"Bi? Lo-lo ngapain?"
Ghea memutar kedua bola matanya. "Gue yang harusnya nanya begitu. Lo ngapain disini? Ngerokok kaya orang kesetanan kaya gitu?"
"eh," Jason terkekeh pelan. "Lagi pengen ngerokok aja."
"Lo pikir lo keren?"
Jason mengerutkan dahinya. "Gue emang perokok aktif, Bi. Kalau masalah keren, gue emang keren dari lahir."
"Dih,"
"Kenapa? Lo gak suka cowok yang ngerokok?"
Ghea menggeleng dengan mantap. "Gue gak suka sama siapapun yang bunuh diri secara perlahan menggunakan rokok. Itu perbuatan paling idiot."
Jason langsung menginjak rokoknya sampai padam kemudian memasang senyum manis pada Ghea. "Berarti sekarang gue keren dimata lo? Gue kan udah gak ngerokok."
Ghea mengangkat kedua bahunya kemudian duduk disebelah Jason sambil mengeluarkan Iphone 6-nya.
"Case kita samaan!" Teriak Jason lalu mengeluarkan ponselnya. "Tuh! Jodoh ini namanya."
"Kang jiplak lu!" Ghea memperhatikan case ponsel Jason yang sialnya memang sama. Sebenarnya warna ponsel mereka juga sama.
"Sini," Jason mengambil ponsel Ghea kemudian ia sejajarkan dengan ponselnya diatas kursi. "Case aja samaan, kita juga mau sama-sama gak mengarungi kejamnya dunia?
"Apa sih lo."
"Haha."
"Gila."
Jason tertawa kencang sampai air matanya keluar.
"Kenapa lo disini, Bi? Nyari gue, ya?"
Ghea mengangguk.
"Huh? seriusan?" Tanya Jason dengan heran.
Ghea mengangguk lagi. "Jangan GR dulu, gue kan Cuma mau ngasihin bekal doang."
"Eh, Hehe. Iya."
Ghea memberikan kotak bekal berisikan sayur bayam dengan irisan nugget. Jangan salahkan Ghea jika tidak nyambung, karena ini permintaan Jason.
"Makasih, Bi." Jason langsung membuka kotak bekal itu dengan mata yang berbinar. Mau tidak mau, Ghea memang sedikit puas jika Jason menyukai masakannya.
Maen rasional aja. Siapa sih yang gak suka dipuji? Nah, Ghea juga begitu.
"Mau gak, Bi? Gue suapin deh." Goda Jason.
"Abisin aja. Makan sama tempatnya juga gak papa."
"Ah, suka gitu." Jason terkekeh pelan sambil meneruskan acara makannya. Entah kenapa sudut bibir Ghea rasanya naik.
"Lo cepet banget makannya."
"Abisnya enak." Jason memberikan kembali kotak bekal itu pada Ghea. "Makasih ya, Bi. Gak nyangka besok terakhiran gue makan masakan lo."
"Allhamdulilah..."
Jason mendengus. "Jahat."
"..."
"Nanti cekek gue lagi ya. Biar lo masakin gue lagi."
"Sini gue bunuh aja!" Ghea menepuk tangan Jason menggunakan kotak bekal.
"Sakit, Bi."
"Cemen!"
Jason mengusap tangannya. "Ini sakit."
"Kenapa? Dan, kenapa lo masih pake Hoodie ini dari pagi? Kok gak ditegor osis?"
"Kalau nanya itu satu-satu, cantik."
Ghea langsung menaikan lengan hoodie Jason kemudian matanya melotot. "Kenapa nih? Berantem apa tauran? Sok jago!" ia tekan tangan Jason yang biru-biru dengan gemas sehingga Jason meringis pelan.
"Sumpah, Bi! Ini sakit!"
"Mampus! Sok jago sih lo!"
Jason kembali meringis. "Gue tuh harusnya disayang-sayang, bukan dicaci maki."
"Heleh,"
Jason melirik Ghea kemudian memasang wajah cemberut. "Sayang-sayangin dong."
"Ogah."
"Ahhh..."
Ghea melirik lengan Jason yang sepertinya memang cukup sakit. Biru-birunya benar-benar sangat mendominasi kedua tangan Jason yang ia tutupi hoodie.
Idenya memakai hoodie cukup diancungi jempol lah!
"Berantem sama siapa lu?"
Jason menaikan kedua bahunya. "Bebas sih cowok ganteng mah."
"Oh, iya. Mampus juga bebas."
"Iya lah."
Ghea menggeram kesal. "Males ngomong sama lo ya! Dikhawatirin malah ngelunjak!"
"Apa, Bi?"
"Lo tuh, dikha---di kasihanin malah gak tahu diri! Ngelunjak!"
"Oh...dikasihanin. Tadi kok kaya denger dikhawatirin ya?" Sindir Jason sambil berbisik. Ghea sebenarnya dengar, tetapi ia tidak mau menjawab karena merasa malu. s**l! Kenapa ia harus merasa malu pada cowok caper semacam Jason? Please, Ghea hanya salah ngomong kok tadi! Serius!
"Udah aha gue mau pergi!" Ghea langsung mengambil ponselnya kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Jason yang sedang tertawa setan. Ia benar-benar kesal karena pakai salah ngomong segala. Bisa-bisa Jason besar kepala dan Ghea tidak mau itu terjadi.
Ghea kembali kekelas walau sedang jam kosong karena sang ibu guru harus pergi menjenguk sodaranya yang sakit bisul. Sebenarnya ada tugas menyalin materi dipapan tulis, tetapi tidak ada yang mengerjakan. Namanya juga anak sekolah!
"Adina kemana, Len?"
"Pergi sama gebetan barunya."
Ghea menghela nafas. "Itu alasan gue gak mau Adina pacaran sama badboy lagi. bukannya tambah bener, malah tambah rusak."
"Lo juga OTW jadian sama badboy. For your information."
Ghea berdehem. "Alen, gue kan terpaksa. Lagian kan gue janji kalau semuanya bakal baik-baik aja."
Alen hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya pada buku komik yang sedang ia baca.
Merasa diacuhkan, Ghea mengambil headset dari tas-nya berniat untuk mendengarkan musik saja. ia mengaktifkan ponsel dan merasa terkejut karena ia merasa tidak mengganti wallpaper ponselnya.
"Sejak kapan gue doyan mickey mouse?"
Ghea menggeser layar, dan ia juga bingung karena kunci pengaman tidak muncul. Padahal Ghea yakin, kalau ia selalu memasang sandi dilaptop, ponsel, tab, bahkan apapun yang berkaitan dengan privasi.
"Kok gini sih?"
Ghea menggaruk pelipisnya ketika tampilan menu ponselnya terasa berubah.
Drtt...
Remond : si aris mabok bubur kacang skrg b***k mulu. lol. Mau liat ee dia gak my bro?
Ghea mengerutkan dahinya sambil membaca pesan yang baru saja masuk.
Sejak kapan gue berteman sama Remond di Line?
"Tunggu,"
Sial! Jangan bilang kalau ponsel gue ketuker sama Jason?
"Ah! Pake samaan segala sih case-nya!"
Ghea mengacak-acak rambutnya. Gemas karena ia begitu ceroboh sehingga tidak bisa mengenali ponselnya sendiri.
Drrt...
Papa, Calling...
"Aduh, mampus gua!"