Lexus pulang setelah menghilang begitu saja selama beberapa hari. Namun, ia tidak pulang ke rumahnya sendiri. Melainkan pulang ke rumah Samantha. Rumah yang hanya ditempati oleh sepasang anak dan ayah jarang pulang itu, terlihat sama seperti biasanya. Sepi dan horor. Seolah-olah tidak pernah ditinggali sama sekali. Ia menekan bel sekali, kemudian menunggu dengan sabar hingga si pemilik rumah membukanya pintu.
Selang beberapa menit, Samantha keluar dengan mengenakan gaun tidur berbahan satin. Tampaknya amat pas di tubuh jangkungnya, membuat Lexus yang sudah amat lelah itu seolah mendapatkan oasisnya.
"Selama datang kembali, Lexus," ucapnya ramah, mirip seorang istri yang menyambut kepulangan suaminya. Walaupun itu hanya ada dalam pikiran Lexus, karena nyatanya mereka bahkan tidak pernah berpacaran.
"Ak-aku pulang," balas Lexus gugup. Pasrah membiarkan Samantha melepaskan mantel yang ia kenakan.
"Mandilah dulu, akan aku siapkan makan malam," ucapnya lembut sambil tersenyum meneduhkan. Otomatis Lexus langsung melambung tinggi, dengan patuh pergi mandi. Berendam dengan minyak lavender milik Samantha. Kemudian ia berkeliaran seenaknya di dalam kamar bernuansa soft pink itu. Tersenyum puas saat menemukan pakaiannya, di dalam lemari pakaian Samantha, tercampur dengan pas bersama pakaian wanitanya.
Ups. Tampaknya kebiasaan suka mengklaim sembarangan orang menjadi miliknya itu tidak bisa hilang.
"Samantha, aku sudah selesai mandi! Uncle Samuel di mana?" tanya Lexus riang, sembari membuka kulkas. Hal pertama yang Lexus lakukan begitu tiba di dapur, bertindak seenaknya di rumah orang. Benar-benar sikap yang tidak layak dicontoh.
"Dad? Kurasa ia pergi bersama dengan mamamu? Mengerjakan hal rahasia yang membuatmu menghilang tanpa mengabariku sama sekali," balas Samantha datar. Meski sebenarnya terkandung begitu banyak kecemasan dan sindiran dalam kalimat itu, tapi sayangnya Lexus suka mendadak tidak peka jika menghadapi Samantha. Maka dari itu, segala bentuk sindiran wanita itu tidak ia sadari sama sekali.
"Bukannya tidak mau mengabari, tapi tidak sempat," balas Lexus.
"Memangnya apa yang kalian lakukan? Lexie terus mencemaskanmu." Lexus tidak lagi membalas, malah menghela napas sambil mencomot ikan gurame yang baru saja Samantha letakkan di atas meja.
Tangannya langsung dipukul. "Jangan dicomot dengan tangan, bumbunya belum selesai dibuat Lexus. Duduk dan tunggu dengan sabar!" Diomeli pula. Tapi bukan sebal, Lexus malah mengangguk senang. Seenak berimajinasi seolah-olah mereka tengah menikmati kehidupan pengantin baru.
"Oke, oke," jawab Lexus riang. Kemudian bertopang dagu memerhatikan bagaimana Samantha bergerak gesit dengan sebuah celemek berwarna putih.
"Cantiknya~" gumam Lexus tanpa sadar. Otomatis Samantha berbalik, sambil menghidangkan sepiring tumis brokoli. Ia mengernyit menatap heran pada Lexus.
"Apanya yang cantik?" Si abang yang biasanya sangar, mendadak jadi gelagapan tidak jelas, berkeringat dingin dihadapkan dengan bola mata bening pengacau hatinya itu.
"Ikannya! Iya, bentuk potongan ikannya cantik!" elak Lexus dengan bodohnya. Jika melihat bentuk ikan yang kini sudah nyaris hancur akibat perbuatannya tadi. Melamuni Samantha sambil mencongkel-congkel ikan goreng yang belum diberi saus lemon itu.
"Ikannya sudah hancur Lexus. Kamu sakit?" Samantha menjadi cemas, ia langsung membongkar kotak obat di dalam lemari gantung.
"Tidak kok, cuma sedikit lelah. Cari apa, Sam?"
"Termometer, kupikir kamu demam."
Setelah menemukan apa yang ia cari, didekatinya Lexus, menyodorkannya sebuah termometer sekali pakai.
"Aku tidak demam, Sam," tolak Lexus berusaha stay cool. Walaupun dalam hati ia sudah deg-degan saja berada begitu dekat dengan Samantha. Padahal mereka sudah menghabiskan waktu bersama lebih dari setengah masa hidupnya. Tapi tetap saja, rasa gugup penuh kegelisahan itu tidak pernah bisa hilang.
Samantha bersedekap, bersandar pada tepian meja tepat di samping kursi yang Lexus duduki. "Kalau tidak demam kenapa mengucapkan hal yang bodoh?" Ia bertanya dengan serius. Tidak ingin berargumen saat isi pikirannya begitu dipenuhi oleh kecemasan.
"Aku – hem ... itu ... uh. Entahlah." Mendengar jawaban Lexus yang dianggap sedang aneh, Samantha menundukkan badannya sedikit. Diusap kening Lexus dengan pelan, turun perlahan ke dagunya.
"Aku ada untukmu, Lexus, jangan memendam masalah sendiri,” ucapnya penuh perhatian, menyerah untuk menanyai Lexus dan memilih untuk memberikan dukungan saja.
"Ugh. Pokoknya jangan salahkan aku!" jerit Lexus gelap mata. Tangannya bergerak menarik Samantha ke pangkuannya, berlanjut dengan memeluk erat-erat wanita yang telah mengisi hati entah sejak kapan.
"Lexus? Kenapa kamu memelukku? Aduh! Hentikan!" Lexus tidak menjawab, juga tidak berhenti menggigiti leher Samantha. Meninggalkan beberapa tanda kepemilikannya.
Sebenarnya Samantha bisa saja memberontak dan membebaskan dirinya dengan sedikit usaha, tapi tubuhnya tidak mau menuruti perintah otaknya. Ia malah diam saja membiarkan tangan besar itu mengusap kulitnya, membiarkan mulut Lexus bergerak bebas meninggal jejak-jejak merah di sana.
"Ehem!" Hingga sebuah dehaman menghentikan kegiatan mereka. Di depan pintu bersandar seorang pria dewasa tidak asing. Berwajah sedatar papanya, tengah menatap ke arah mereka.
Refleks Lexus membebaskan Samantha, segera menghampiri pria itu memberikan penjelasan. "Jangan salah paham Uncle, aku tidak berniat macam-macam," ucapnya cepat, terdengar bagai sebuah kebohongan di mata pria itu. Pria yang kini berjalan meninggalkan Lexus tanpa berucap satu kata pun. Ia malah langsung menarik leher putrinya, memeriksa beberapa memar yang jelas tidak akan hilang dalam waktu dekat.
"Dad, jangan marah," bujuk Samantha. Digenggamnya tangan sang ayah, memberi sebuah tatapan memohon.
Samuel menghela napas, melepaskan genggaman tangan putrinya. "Jangan ulangi lagi, Tuan Muda, atau Anda dilarang memasuki rumah saya," ujarnya kemudian. Tanpa menatap Lexus, masih bertahan dengan posisi membelakangi Tuan Muda, yang baru saja terpergok berbuat tidak senonoh dengan putrinya.
"Tapi Uncle Samuel, aku – "
"Sebaik Anda berhenti beralasan, karena putri saya bukanlah perempuan murahan yang bisa Anda perlakuan seenaknya. Dia mungkin memang asisten Anda, tugasnya melayani dan menyiapkan segala kebutuhan Anda. Tapi bukan pemuas nafsu. Saya bisa saja mengambilnya kembali, jika Anda tidak bisa menghargainya." Samuel menegaskan dengan keras, memotong pembelaan Lexus begitu saja. Tidak peduli seloyal apa dia, tetap saja sebagai seorang ayah ... Samuel tahu bagaimana harus bersikap.
Lexus langsung menundukkan kepalanya, merasa bersalah. Ia sungguh tidak memikirkan dampak dari perbuatannya, bagaimana segala tindakannya itu terlihat seperti melecehkan di mata Samantha.
"Maaf," lirihnya, benar-benar merasa menyesal.
Samantha juga merasa bersalah pada ayahnya. Seolah-olah ia baru saja menghancurkan kepercayaan yang diberikan padanya. "Maaf, Daddy." Sebuah kata maaf terlontar dari bibirnya, dipenuhi oleh rasa sesal.
Suasana mendadak menjadi canggung, kebisuan begitu mendominasi. Bahkan sampai ketika makan malam telah mereka habiskan. Satu jam terkikuk yang pernah Lexus lewati. Dengan gugup, ia melirik ke arah Samuel yang tengah membaca jurnal kerja memanya. Samuel terlihat amat serius dan mengabaikan keberadaannya, yang kini sedang mencuci piring bersama dengan Samantha.
Ralat, yang benar memecahkan piring. Karena tiga dari lima piring yang ia lap berakhir pecah semua. Samantha sendiri masih serius menyabuni dan membilas piring lainnya, tanpa memedulikan Lexus yang bukannya membantu, malah merusak itu.
"Cukup, Tuan Muda. Bisa Anda tinggalkan piring-piring itu?" Samuel menegur saat melihat perbuatan Lexus. Ternyata diam-diam, ia mengawasi kedua remaja itu.
"Eh!? Ah!? Astaga!! Biar aku bereskan!!" Lexus panik, baru sadar akan perbuatannya.
"Tidak. Pergilah ke kamar dan tidur." Tangannya langsung ditahan, dituntun meninggalkan dapur agar Samantha bisa membereskan kekacauan yang Lexus buat.
"Tapi, Uncle. Aku, kan biasanya tidur di kamar Sam," bantah Lexus, bersuara makin kecil di akhir. Sedikit takut bakalan dimarahi oleh camer, bila mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu.
Dengan gugup, ia menundukkan kepalanya. Berusaha untuk tidak bertatapan dengan pria setengah baya berwajah awet muda yang lebih pendek 10 cm darinya itu. "Aku pikir lebih baik aku pulang saja," sambung Lexus saat tak bisa memahami reaksi Samuel.
Samuel masih saja berwajah datar. Tidak tampak emosi sama sekali dari wajah cantiknya, membuat Lexus tidak pernah bisa membaca isi pikirannya. Sama seperti saat ia menghadapi papanya.
"Ini sudah larut, sebaiknya Anda beristirahat di sini saja. Saya percaya Anda tidak akan berbuat macam-macam, bukan?" Perkataan Samuel itu, mengejutkan sekaligus menakutkan. Sebab dengan ekspresi wajah datar, ia meremas keras bahu Lexus. Lebih seperti sebuah peringatan penuh ancaman.
"Tentu saja, Uncle Samuel." Jawaban Lexus terdengar tegas, tapi dalam hati sudah deg-degan tidak karuan.
Siapa yang bisa bersikap tenang, jika berada di posisi yang sama dengan Lexus? Diizinkan tidur seranjang dengan cewek taksiran, tapi tidak boleh diapa-apakan oleh ayahnya.
Selain nantinya bakalan habis diceramahi, sudah pasti kabarnya akan terdengar sampai ke telinga sang mama. Bukannya Lexus takut dimarahi oleh mamanya, masalah ia pasti akan diejek habis-habisan dan dibuat malu di depan satu keluarga oleh wanita yang telah melahirkannya itu. Derita anak yang punya mama agak gesek, aneh dan berjiwa muda selamanya.
Lexus menelan ludah gugup, berusaha mengenyahkan bayangan mengerikan itu dari pikirannya. Setidaknya ia masih diterima di rumah ini, diizinkan berkeliaran bebas di kamar Samantha.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia langsung melarikan diri memasuki oasisnya. Ruangan beraromakan wangi parfum Samantha, wangi bunga daisy.
Tak lama, Samantha menyusul masuk ke kamar. Naik ke atas tempat tidur di samping Lexus. Wajah cantiknya tampak berkali lipat lebih menggoda dengan efek cahaya lampu kamar yang redup. Saat itu juga, Lexus menyesal memutuskan menginap di sini. Sebab, ia sangat yakin kalau malam ini mustahil dirinya bisa tidur nyenyak di samping Samantha.
"Belum tidur?" Deg! Jantungnya kembali memompa dengan cepat, suara lembut itu bagaikan sengatan listrik baginya. Dalam hati Lexus hanya bisa terus meyakinkan dirinya untuk menahan diri. Atau restu dari camer, akan lenyap begitu saja. Tentu saja dia tidak mau hal itu terjadi, bahkan sebelum mereka resmi berpacaran.
"Belum."
"Aku pikir kamu merasa lelah, mau kupijit?"
Samantha memutar tubuhnya menghadap pada Lexus, menawarkan sebuah service yang terdengar menggoda sekaligus menyiksa. Menyiksa batin dan iman Lexus maksudnya.
"Tidak usah. Um ... Sam, maaf."
"Tidak apa-apa, aku tidak mempermasalahkannya."
"Kenapa? Padahal Uncle terlihat sangat marah."
"Menurutmu kenapa?" Kenapa? Mana Lexus tahu kenapa, pikiran perempuan itu sesuatu yang sangat sulit ia pahami. Sebab perempuan dalam hidup Lexus, hanya ada beberapa orang dan semua tidak normal, berpemikiran aneh dan tidak mungkin disamakan dengan Samantha. Bukti bahwa tidak ada yang sempurna dalam diri manusia. Seorang dengan fisik dan otak sebaik Lexus pun, tetap bisa menjadi manusia paling bodoh jika di hadapkan dengan keadaan seperti ini.
"Aku tidak tahu. Memangnya kenapa?" tanya Lexus balik, setelah otaknya menyerah menebak-nebak isi pikiran Samantha yang sebenarnya sederhana.
Wanita di sebelahnya itu, hanya ingin menyampaikan perasaan cintanya pada Lexus, berharap kodenya dapat dibaca. Sebab posisinya membuatnya tidak boleh mengungkapkan terlebih dahulu perasaan itu, sumpahnya untuk selalu menjaga keprofesionalan dalam keadaan apa pun, membuatnya terpaksa harus mengunci mulutnya rapat-rapat. Jika nantinya ada yang berubah dari hubungan mereka saat ini, maka hal itu hanya boleh diubah dari pihak Lexus, bukan dari pihaknya.
"Lupakan. Selamat tidur," balas Samantha, setelah terdiam lama.