Rencana yang Terealisasi.

1571 Kata
“Perkenalkan nama saya, Rama. Dan ini rekan saya namanya, Andi,” ujar pria yang memperkenalkan diri dengan nama, Rama. Pria dengan badan tinggi besar, cukup berbeda dengan yang ada di sebelahnya. “Nama saya, Almahyra. Panggil saja, Alma,” balas Alma dengan diiringi senyuman ramah. “Mari. Silakan duduk, Pak Rama, dan juga Pak Andi.” “Baik, Bu, terima kasih.” Almahyra selaku memperlakukan semua tamunya dengan sangat baik. Ditambah ia  menjamu mereka dengan apa yang ia miliki. Pandangan mata, Andi sedari awal sudah tidak dapat teralih kan dari cantiknya wajah Almahyra. Kecantikan yang dimiliki wanita dengan mata indah, hidung yang mancung, dan senyuman yang indah itu sudah pasti membuat banyak  pria tidak dapat berpikir dengan sempurna. Andi tidak banyak bicara seperti halnya Rama. Temannya itu tampak sangat antusias menjelaskan segalanya kepada, Almahyra. Rama yang duduk tepat berhadapan langsung dengan Almahyra pun tidak dapat menghindar. Ia juga terlihat terkesima akan daya tarik pada wajah Almahyra. Tidak lama setelah itu, sang ibu keluar bersama bocah kesayangannya. Wanita senja tersebut membawakan dua gelas teh hangat. Ditambah dengan satu stoples kue kering. Rama yang tadinya terlihat tertegun. Kini seakan tersadar, dan langsung mengeluarkan berkas yang terbungkus amplop berwarna cokelat dari dalam tasnya. “Silakan diminum dulu tehnya, Nak,” ujar sang ibu dengan senyuman ramah tak ubahnya wanita yang terlihat anggun, memperhatikan gerak gerik Rama. Ibunya duduk tepat di samping putrinya seraya memangku sang cucu. “Terima kasih, Bu.” Secara serentak, Andi dan Rama menjawab perkataan ibu Almahyra. “Ini dia surat resmi dari Bank Permata Andalan. Dan ini berkas-berkas yang harus Ibu Almahyra mungkin ingin membaca dan mempelajarinya terlebih dahulu.” “Baik, Pak, kalau begitu saya akan mempelajarinya terlebih dahulu. Agar nantinya tidak ada yang merasa dibodohi atau pun dirugikan.” “Silakan, Bu. Sepertinya saya mohon izin untuk mencicipi kue dan teh hangatnya. Jujur saja saya lapar.” Rama sepertinya tipe pria yang suka bergurau. Dan hangat dalam bergaul kepada semua perempuan. Berbeda dengan Andi yang tampaknya seperti, Abizard. Dingin, kaku, dan tidak menyenangkan. Almahyra yang diajak bercanda langsung tertawa. Dan jelas hal itu, membuat kedua pria itu semakin terpesona akan kecantikannya. Rama dan Andi mencicipi kue tersebut, tidak lupa menikmati minuman yang telah suguhkan, sang pemilik rumah untuk keduanya. Setelah beberapa saat, Almahyra larut dalam bacaannya. Ia terlihat menganggukkan kepala. Tidak membutuhkan waktu lama untuknya mempelajari semuanya dengan teliti. Dan tentu saja hal tersebut membuat raut wajah, Andi dan Rama menjadi bertambah kagum. “Bagaimana, Bu? Apakah, Ibu tertarik dengan tawaran kami?” tanya Rama memastikan kembali. “Saya tertarik, tapi, bagaimana mungkin saya mendapatkan fasilitas liburan VIV ini? Apa bisa dijelaskan?” tanya Almahyra. “Jadi begini, Bu, bank kami sedang mengadakan undian berhadiah. Dengan hadiah utamanya berlibur selama satu minggu ke Resort Mandalika Prabu yang terletak di Pulau Bulan. Untuk satu keluarga yang beruntung dan akan mendapatkan Private Access,” terang Rama. “Tapi, Pak, bagaimana bisa saya yang mendapatkan hadiah utama tersebut, sedangkan tabungan saya tidak seberapa di tempat Bapak bekerja. Dan itu yang menjadi pikiran saya sejak tadi.” Almahyra terlihat curiga pada kedua pria tersebut, jelas saja ia akan melakukan hal itu karena benar-benar tidak masuk akal. Tanpa sebab yang jelas ia langsung menjadi pemenang undian, padahal sebelumnya tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak yang bersangkutan. Sudah pasti itu akan mengundang banyak pertanyaan. “Bisa saja, Bu, karena kami mengundinya secara acak dan menjadikan ini sebagai Surprise bagi nasabah yang beruntung.” “Bisa jadi begitu.” “Ibu tenang saja, pokoknya semua keselamatan, dan segala yang menyangkut Ibu dan keluarga selama berada di sana kelak, adalah tanggung jawab kami.” “Iya, iya. Saya percaya, lagi pula tidak saya temukan sedikit pun tipu muslihat di sini. Lagi pula asuransi ini benar terdaftar dengan pihak terkait.” “Tentu saja, karena keselamatan, Ibu dan keluarga adalah tanggung jawab kami. Sebagai pemenang hadiah utama. Maka dari itu, Ibu beserta keluarga akan mendapatkan pelayanan VIV terbaik,” lanjut Andi setelah sekian lama ia bungkam. Akhirnya kini ia mengeluarkan suaranya. Almahyra mengalihkan perhatiannya yang semula tertuju pada Rama. Kini malah berpaling padanya membuat Andi sedikit salah tingkah, di tatap oleh wanita cantik dengan mata indah. Rama melanjutkan makan kue kering, sementara Andi berbincang dengan Almahyra. “Bagaimana, Bu? Apakah, Ibu mau berlibur ke tempat itu?” tanya Almahyra kepada ibunya yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka dengan saksama. “Tentu saja, Ibu mau. Iya ‘kan, Dek?” ujar sang ibu meminta persetujuan, Emilia yang terlihat langsung mengangguk gembira. “Iya, Emil mau liburan. Apa lagi kalau tempatnya bagus,” jawab sang anak dengan wajah lugu. Almahyra tersenyum mendengar pernyataan sang anak yang sangat polos dan juga menggemaskan. Kemudian ia masuk untuk mengambil berkas yang dibutuhkan, dan memberikan dokumen pribadinya itu pada kedua pria tersebut untuk memenuhi administrasinya. Setelah semuanya selesai, Rama dan Andi langsung berpamitan kepada, Almahyra dan juga keluarganya. Pada sore hari atau malamnya, Andi akan kembali datang. Untuk menyerahkan tiket dan segala akomodasi yang akan diberikan kepada, Almahyra. Rama dan Andi keluar dari pekarangan rumah, Almahyra. Keduanya langsung masuk ke dalam sebuah mobil yang mereka parkirkan di luar pekarangan tersebut, ternyata di dalam sana Amir sudah menunggu dengan harap cemas. “Bagaimana? Apakah dia mau? Atau dia menolak?” tanya Amir dengan raut wajah yang penuh akan kecemasan. Sepertinya dia takut bahwa rencananya akan gagal. “Beliau setuju, Pak,” jawab Rama dengan senyuman kepuasan. “Apa! yang benar kamu?” hampir saja, Amir berteriak mendengar pernyataan yang diucapkan oleh, Rama. “Benar, Pak. Ibu Alma sudah menyerahkan semua dokumen yang Bapak butuh, ‘kan,” sahut Andi menimpali pertanyaan dari, Amir yang membuat pria itu seketika terlihat ceria. “Bagus! Kalau begitu tinggal satu langkah lagi. Maka tugas kalian akan selesai. Dan ini setengah bayaran kalian, sisanya akan saya lunasi jika semua sudah selesai.” “Baik, Pak, Terima kasih.” Amir menyerahkan segepok uang. Di dalam amplop cokelat kepada dua orang itu, setelah itu mereka meninggalkan tempat itu dengan mobil yang dikendarai oleh Rama. Laju mobil terhenti setelah 500 meter dari jarak rumah, Almahyra. Kemudian mereka meninggalkan Amir yang akan melanjutkan perjalanannya menggunakan kendaraan pribadinya, dengan semua dokumen yang sudah ia dapatkan. Di dalam mobilnya, Andi malah tersenyum sendiri dengan mata yang seakan tengah mengkhayal. Rama yang berada di sampingnya memperhatikan, ia tampak mengerutkan kening. Sejurus kemudian Rama melemparkan sebuah botol plastik. Ke arah Andi yang masih saja mesem-mesem. “Eh! Kenapa lu?” tanya Rama sambil menoleh ke arah, Andi. “Gila wajar banget, ‘sih, Pak Amir sampai gila kayak begitu. Ceweknya cantik banget,” celetuk Andi dengan senyuman tipis. “Iya, iya. Tadinya gua pikir ini orang buat kejutan sampai segila ini untuk apa coba! Ternyata ....” keduanya mengakui pesona, Almahyra yang benar-benar tidak memudar meski sudah memiliki satu anak. “Gua kalau punya cewek kayak begitu bakal betah di rumah.” “Alah! Enggak yakin gua. Orang kayak elu begini, mau punya bini secantik apa juga kalau ada yang lebih cakep pasti akan melengos.” “B-a-n-g-s-a-t lu!” Amir sudah tiba pada kediaman seorang temannya yang sudah dihubungi terlebih dahulu. Di sana dia akan mulai mengurus segalanya. Amir merupakan orang yang cerdas dengan relasi yang berada di mana-mana. Setelah bertemu dengan temannya tersebut, mereka mulai membicarakan apa yang harus dilakukan. Agar tidak menimbulkan kecurigaan sama sekali bagi, Almahyra. Dan dia benar-benar ingin semuanya berjalan dengan baik dan sesuai harapannya. Sedangkan, Almahyra dan Emilia tampak sedang asyik menyiapkan pakaian yang akan mereka bawa saat berlibur kelak. Emilia sangat bersemangat dalam memilih baju, celana, dress, dan rok yang akan dia bawa. Almahyra yang melihat tingkah lucu sang anak hanya tertawa riang. Hingga dia melihat buku yang selalu dia bawa ke mana-mana. Alamhyra menghampiri buku yang terletak di atas tempat tidur tersebut, dia tersenyum kemudian memeluknya. Emilia yang melihatnya mengerutkan keningnya. “Ma, memangnya buku itu dari siapa?” tanya Emilia dengan wajah yang lugu. “Buku ini ... dari seseorang yang berarti di hidup, Mama,” sahut Almahyra menatap wajah sang anak dengan tersenyum penuh arti. Di wajahnya tampak jelas ada kebahagiaan yang dipendamnya. Jelas sekali, seseorang itu sangat berarti baginya. Almahyra mimpi buruk wanita yang tidak mudah jatuh cinta, akan tetapi tingkahnya itu justru membuatnya sulit melupakan seseorang. Selama hidupnya, hanya ada dua orang pria yang mampu mengisi hatinya. Bagi Almahyra cinta bukan segalanya. Namun, ketika ia sudah jatuh cinta maka cukup orang itu saja untuk mengisi seluruh kisah hidupnya. Kecuali memang ada keharusan yang membuatnya meninggalkan sang kisah cinta tersebut. Almahyra juga bukan tipe wanita yang terlalu bergantung kepada pasangan. Iya wanita mandiri yang bisa mengurung segalanya dengan sendiri. Bahkan terkadang Iya terlihat seperti wanita yang tidak membutuhkan pendamping hidup. Namun bagaimanapun dia tetaplah seorang aku yang membutuhkan seseorang untuk tempatnya bersandar. “Dia adalah pria yang bisa membuat mama merasa dunia Mama sudah sempurna,” kejar Almahyra dengan wajah tersenyum bahagia. “Kalau kamu besar nanti. Kamu akan memahami sendiri bagaimana rasanya ketika jatuh cinta kepada seorang pria yang bisa membuatmu seolah dialah dunia.” “Jatuh cinta itu, apa, Ma?” tanya Emilia dengan polosnya. “Aduh! Mama lupa kamu masih balita, jatuh cinta itu rasa sayang yang besar banget ke orang lain, Sayang.” “Hm. Emil juga jatuh cinta sama, Mama.” “Hahaha.” Almahyra tertawa terbahak-bahak. Sampai ia memegangi perutnya, sepertinya Almahyra merasa dirinya sangat konyol. Telah membahas persoalan jatuh cinta kepada balita yang berusia 5 tahun. Sedangkan Emilia dia hanya terdiam melihat ibunya terpingkal-pingkal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN