"Ibu!" panggil Duma. Jogi yang baru keluar dari kamar mandi dan mendengar anak gadis kesayangan nya itu memanggil ibu nya pun langsung saja menjawab.
"Ibu kau sedang tak ada di rumah, Ibu kau lagi mencari makanan untuk sarapan kita di luar Duma, memang nya kau perlu apa?" tanya Jogi sambil mengusap-usap rambut nya dengan handuk yang menggantung di leher nya.
"Oh tidak ada kok ayah, ibu nyari makanan di mana emang?" tanya Duma.
"Tak tau, mungkin sebentar lagi juga pulang, di dekat sini pokoknya, mana mungkin jauh-jauh kan kita masih baru, nanti ibu kau nyasar lagi," ucap Jogi sambil berjalan ke arah kamar nya untuk bersiap-siap memakai baju kantor, karena hari ini ia sudah mulai bekerja di kantor pusat nya. Duma pun langsung saja berjalan ke arah depan rumah nya untuk menghirup udara di pagi hari yang segar ini. Ngomong-ngomong Duma terpikirkan tentang sekolah nya. Kira-kira mulai kapan ya Duma akan kembali bersekolah. Ah, nanti Duma tanyakan saja kepada ibu nya. Duma pun duduk di kursi depan melihat ke arah jalanan. Tidak lama, pagar rumah nya pun tergeser, ada yang mendorong. Itu adalah Lamtiar. Lamtiar berjalan dengan tangan nya yang sudah membawa makanan yang di lapisi oleh plastik berwarna hitam.
"Duma, ngapain di depan sini sendirian? Ayo masuk kita sarapan di dalam, ibu hanya membeli nasi uduk. Soalnya ibu tidak tau mau beli apa," ucap Lamtiar.
"Iya ibu, ayo sini Duma bawakan,"
"Ayah kau mana Duma?" tanya Lamtiar. Karena tidak melihat suami nya itu.
"Ayah ada di kamar, mungkin lagi siap-siap kan hari ini ayah sudah mulai bekerja,"
"Oh yaudah, ibu ke kamar dulu ya, kau sarapan duluan aja tak apa," ucap Lamtiar. Lamtiar pun langsung berjalan ke kamar nya untuk menemui suami nya. Jogi.
"Jogi, kau sudah mau berangkat?" tanya Lamtiar ketika sudah masuk ke kamar nya.
"Nanti, jam tujuh lewat lima belas menit aku berangkat," jawab Jogi. Lamtiar pun membantu mengikatkan dasi suami nya itu.
"Kau ini, mengikat dasi saja masih acak-acakan," ucap Lamtiar. Jogi pun hanya tertawa kecil. "Kan aku mau nya kau yang mengikat nya sayang, karena hasil ikatan dari jari-jari indah kau ini sangat indah, aku suka," ucap Jogi dengan segala kegombalan nya kepada istri nya.
"Halah mulai deh, masih pagi ini loh mulut kau itu manis sekali kalau ngomong,"
"Eh tapi aku serius sayang, itu bukan gombal," ucap Jogi sambil kedua tangan nya memeluk Lamtiar.
"Ih lepas Jogi, nanti Duma melihat. Udah ah kau ini kebiasaan deh,"
"Apa loh sayang, biarin aja Duma melihat biar Duma tau betapa sayang nya ayah nya ini kepada ibu nya," ucap Jogi sambil tiba-tiba mencium pipi istri nya.
"Heh apasih kau ini, masih pagi udah cium sana cium sini, ini udah selesai. Ayo keluar kita sarapan,"
"Duh aku masih ingin berduaan dengan kau sayang,"
"Jangan macem-macem ya Jogi, ayo keluar ini sudah jam tujuh kau harus sarapan,"
"Baiklah baiklah ibu negara," ucap Jogi pasrah. Lamtiar pun melepaskan pelukan dari suami nya itu dan langsung meninggalkan suami nya di kamar. Lamtiar menghampiri Duma yang sedang makan di depan tv.
"Gimana Duma makanan nya, enak?" Duma pun menoleh kepada ibu nya yang datang. Duduk di kursi.
"Iya enak Bu, beli dimana emang?" tanya Duma.
"Itu tidak jauh dari rumah kok," jawab Lamtiar. Tidak lama, Jogi pun keluar dari kamar nya dengan membawa sebuah tas yang berisi mungkin dokumen-dokumen.
"Jogi, kau mau makan di sini atau di meja makan?" tanya Lamtiar.
"Di sini aja, biar bareng sama anak cantik aku," ucap Jogi sambil duduk bersebelahan dengan Duma yang makan di atas karpet.
"Sebentar akan aku ambilkan," ucap Lamtiar sambil berjalan ke dapur. Jogi pun tersenyum melihat anak gadis nya yang semakin hari tumbuh dengan baik. Dengan wajah nya yang sangat cantik, percis mirip dengan istri nya. Lamtiar. Tidak lama, Lamtiar pun datang dengan piring yang sudah di isi oleh nasi uduk yang ia beli tadi dan secangkir kopi hitam hangat di kedua tangan nya.
"Ini sarapan kau,"
"Kau sudah makan?" tanya Jogi.
"Aku nanti saja, sedang malas sarapan aku,"
"Kenapa? Sini ayo bareng sarapan bersama ku saja,"
"Tidak, kau makan saja. Nanti, ketika aku sudah lapar aku akan makan," Jogi pun mengangguk mendengar jawaban dari istri nya.
"Ibu, ayah, aku mau izin keluar ya," ucap Duma.
"Mau kemana Duma? Emang kamu tau jalan di sini? Nanti kamu nyasar gimana?" ucap Lamtiar. Jogi pun mengangguk, menyetujui ucapan Lamtiar.
"Aku mau jalan-jalan di dekat sini ibu, siapatau aku dapat teman,"
"Sudah lah Duma, kau itu tidak tau jalan. Udah di rumah aja sama ibu," Lamtiar masih melarang.
"Ihhh ibu sebentar aja kok,"
"Yasudah lah Tiar, Duma kan hanya ingin jalan-jalan sebentar ke luar, Duma juga pasti ingin tahu gimana suasana di sini, yakan Duma?" ucap Jogi.
"Iya betul ayah,"
"Tapi, aku khawatir sama Duma," ucap Lamtiar.
"Nanti aku sering kabarin ibu kok, kalau aku dimana nya," Lamtiar pun menghela napas nya. Memang susah anak nya ini. Keras kepala. Sama seperti Jogi. Jika dia ingin ini pasti harus, tidak akan ada yang bisa menentang nya.
"Baiklah, kalau begitu ingat kau harus selalu kabarin ibu," ucap Lamtiar.
"Iya ibu, kalau gitu aku pergi sekarang ya dahh,"
"Iya hati-hati ya sayang," Duma pun langsung saja beranjak dari tempat ia duduk. Dan langsung pergi keluar.
---
Aruna
"Untuk penilaian ulangan kalian semua kemarin, banyak sekali nilai nya yang tidak tuntas, yang tidak melewati atau pas dengan nilai KKM, bagaimana bisa seperti itu? Sedangkan yang nilai nya yang di atas KKM bahkan ada yang hampir sempurna tu banyak beberapa saja dari tiga puluh enam murid yang ada di kelas ini," ucap Bu Tiwi selaku guru mata pelajaran fisika di kelas ku.
"Apa kalian semua tidak belajar sebelum melaksanakan ujian kemarin?" lanjut Bu Tiwi.
"Belajar Bu," jawab kami semua dengan kompak.
"Lantas kenapa nilai kalian banyak yang remidi?" tanya Bu Tiwi. Kami semua pun tidak ada yang berani menjawab pertanyaan dari guru tersebut.
"Yasudah, ini ibu akan bagikan hasil ulangan kalian kemarin, dan yang remidi nanti akan ibu infokan kembali,"
"Nara, ini belajar lagi kecil sekali nilai kau itu," aku pun deg-degan sekali mendengar kata Bu Tiwi sebagian nilai anak-anak kelas kebanyakan di bawah KKM. Tiba saatnya nama ku di panggil oleh Bu Tiwi.
"Aruna Ardellia Felicia, nah ini nilai Aruna adalah nilai yang hampir sempurna di kelas ini, belajar yang giat kembali ya Aruna, sampai kau mendapatkan nilai seratus," ucap Bu Tiwi sambil tersenyum ke arah ku. Aku pun mengangguk. "Terima kasih Bu," aku sangat senang sekali ternyata aku mendapatkan nilai yang hampir sempurna. Tidak sia-sia aku belajar sampai larut malam. Memang benar sekali, usaha tidak akan mengkhianati hasil.
"Baiklah anak-anak semua nya, mari kita lanjutkan materi kita, sekarang kalian semua buka bab empat, dan perhatikan baik-baik penjelasan dari ibu ini, karena jika kalian tidak merhatikan penjelasan ibu dengan tidak fokus, maka nanti ketika kalian ujian, kalian akan remidi kembali, kalian mau remidi?" ucap Bu Tiwi.
"Tidakk buuu," jawab kami semua dengan kompak. Kemudian aku dan anak-anak kelas pun langsung fokus memerhatikan Bu Tiwi ketika memberi penjelasan materi.
---
Saat ini bel istirahat sudah berbunyi. Aku langsung saja pergi ke perpustakaan untuk mencari buku-buku untuk aku pinjam dan untuk aku pelajari mempersiapkan olimpiade bahasa inggris ku. Karena, olimpiade itu akan tiba sekitar dua mingguan lagi. Ya waktu nya benar-benar sangat cepat, jadi aku harus benar-benar mempersiapkan materi agar aku bisa juara ketika olimpiade nanti.
"Hai ibu Sisy," sapa ku kepada Bu Sisy. Bu Sisy adalah penjaga perpustakaan di sekolah ku. Bu Sisy adalah salah satu guru yang bisa di bilang masih sangat muda sekali. Tapi, walaupun masih muda Bu Sisy ini guru yang sangat asik untuk berbincang-bincang apalagi jika ingin bertukar pikiran.
"Eh Aruna, pasti mau minjem buku lagi ya?" ucap Bu Sisy. Tuh kan, Bu Sisy ini guru yang sangat ramah sekali. Banyak siswa-siswi yang akrab dengan Bu Sisy.
"Iya nih Bu, soalnya bentar lagi olimpiade akan mulai,"
"Oh kamu ikut olimpiade Aruna?" tanya Bu Sisy.
"Hehehe iya Bu,"
"Olimpiade apa?"
"Aku ikut olimpiade bahasa inggris bu,"
"Wah keren deh kamu Aruna, ibu dukung kamu pokoknya," ucap bu Sisy sambil menunjukan kedua jari jempol nya.
"Terima kasih ibuu, yaudah aku mau nyari buku dulu ya Bu mau memperdalam materi-materi nya Bu, biar waktu olimpiade aku bisa menjawab nya,"
"Iya iya silakan, semoga kamu bisa mengharumkan nama sekolah ini ya," aku pun mengangguk. Lantas aku pun berjalan mengelilingi rak-rak untuk mencari buku-buku yang aku perlukan.
Aku melihat ada sebuah buku yang menarik perhatian ku. Dan ternyata buku itu letak nya ada di paling atas. Sedangkan aku? Aku tidak sampai untuk menggapai buku tersebut. Aku mengedarkan pandangan ku, kesana kemari mencari kursi atau meja untuk pijakan aku agar aku bisa mengambil buku yang ada di atas rak. Tapi, hanya saja aku tidak menemukan nya. Aku pun terpaksa berjinjit-jinjit bahkan sampai melompat-lompat kecil untuk bisa menggapai buku tersebut. Lompatan pertama tidak sampai, terus lompatan kedua pun aku masih belum bisa menggapai nya. Aku pun tidak menyerah, dan lompatan ketiga aku melompat dengan sangat tinggi dan akhirnya buku itu bisa ku gapai, tapi ketika aku ingin mendaratkan kaki ku ke lantai. Aku pun tidak bisa menahan keseimbangan ku.
Bughhh!
Aku pun terjatuh dengan suara yang cukup keras, sampai-sampai orang-orang yang sedang membaca di perpustakaan ini langsung menoleh mencari siapa yang menghasilkan bunyi yang cukup keras itu. Untung saja posisi ku ada di bagian rak pojok, yang mana posisi ku tersebut tidak akan ada yang mengetahui nya, karena di daerah bagian pojok ini jarang sekali orang-orang akan melintasi nya. Aku pun langsung saja bangun, takut-takut ada orang yang melihat bisa malu aku nanti. Tapi, ternyata kaki kanan ku seperti nya terkilir sedikit. Soalnya ketika aku bangun, kaki kanan ku terasa sakit. Tanpa pikir panjang, aku pun memaksakan kaki ku untuk tetap berjalan, menghampiri Bu Tiwi yang sedang bermain handphone nya. Setelah ini, aku berpikir untuk pergi ke uks terlebih dahulu untuk meminta minyak agar aku urut sebentar kaki kanan ku.
"Bu Tiwi," panggil ku.
"Eh udah selesai cari buku nya Aruna?" tanya Bu Tiwi.
"Aku ambil tiga buku ini aja dulu deh Bu, nanti kalo kurang aku cari lagi," ucap ku sambil menahan sakit di kaki kanan ku.
"Oh yaudah kalau gitu, sini ibu cap dulu, bawa kartu perpus nya tidak Aruna?"
"Bawa Bu, sebentar," aku mengambil kartu perpus ku yang aku selipkan di kantong baju seragam rompi ku.
"Nah ini Bu," aku menyodorkan kartu nya di meja Bu Tiwi. Bu Tiwi pun langsung saja memindahkan cap-cap nya ke selembar kertas yang akan di selipkan di belakang buku tersebut.
"Ini Aruna, kembalikan dengan tepat waktu ya,"
"Baik Bu, terima kasih ibu guru cantik,"
"Sama-sama Aruna cantik," kami pun sama-sama tertawa pelan mendengar nya. Aku pun langsung saja memakai sepatu ku yang ku letakkan di rak sepatu yang di sediakan di depan perpustakaan. Kemudian, aku pun berjalan sedikit pincang menuju ke UKS, untuk mengobati sedikit kaki kanan ku.
[]