Sudah seminggu Raka menunggu hasil file dari Pipin.
Ya pada akhirnya Raka tetap akan memanggil Fina sebagai Pipin, yaah karena Pipin lebih enak di dengar di telinganya.
Raka yang sudah 5 bulan lebih di pindahkan di humas n*****a hanya selalu di tugaskan mengetik laporan.
Memang di portopolionya tertulis bahwa dia selalu berada di garis belakang.
Nilai akademisnya tinggi namun akademiknya kurang.
Semua orang mengira dirinya tak bisa berkelahi dan hanya mempunyai otak yang pintar saja.
Andai semua orang tau dia adalah agen pasukan khusus snow white, jago berkelahi, memakai s*****a apa lagi membunuh musuh yang berada di depannya.
"Tak apa lah anggap aja cuma hukuman karna kejadian kemarin" Raka berusaha menghibur dirinya.
Ia mengantuk karena suasana kantornya yang sepi.
Semua anggota devisinya telah pergi mematai- matai seorang bandar n*****a yang menyuplai di bar terkenal di kota Hogga.
Banyak p*****r yang di cekokki n*****a sebelum mereka serahkan ke p****************g.
Sungguh ironis, kota Hogga yang kental akan adatnya kini telah tercemar dengan n*****a.
Andai kemarin mereka langsung menangkap Ridwan, sayang mereka ingin menangkap ikan paus sampai lupa bahkan ikan paus juga suka makan ikan kecil.
Alhasil ikan kecil mati di makan ikan paus pada akhirnya.
Raka menangkap bayangan seorang pria lewat di depan ruangannya, dari posturnya pria itu seperti Yuda.
Rakapun ingin keluar ruangan, ia ingin sekali mengetahui progress dari data yang hilang di laptop Agung.
Namun sebelum ia ingin memegang kenop pintunya, Agung lewat juga di depan ruanganya.
Pria itu terlihat terburu- buru.
Raka yakin ada yang tak beres dengan orang itu.
Setelah memastikan Agung telah lewat ia membuka pintu dengan pendengaran yang tajam ia berusaha mengejar Agung lewat suara langkah kakinya yang khas.
Untung saja kantor ini sepi karena semua anggota sepertinya terjun di lapangan.
Ia mengikuti Agung sampai di depan toilet.
'DARRRR'
Raka yakin suara itu adalah suara pintu toilet yang di buka paksa oleh seseorang.
"Kamu berani bohong dengan saya ?" tanya Agung pada seseorang, suaranya terdengar sangat emosi.
"Enggak pak sumpah" jawab suara seorang pria yang Raka yakin adalah Yuda.
Apa atasannya itu tau bahwa Yuda mencuri data- datanya ?
"Jangan bohon kamu ! Data saya banyak yang hilang !" ucap Agung seperti orang bodoh.
Padahal kalau virus sudah menyebar memang akan banyak data yang hilang.
"Lah kan bapak tau sendiri memang virusnya tu bikin data hilang, ada yang rusak pula. Mana bisa saya ngambil data bapak"
"Nanti virusnya nyerang data saya dong" Alasan Yuda memang bagus.
"Hmm yaudah saya percaya. Awas kamu bohong" ucap Agung.
Sepertinya Agung akan keluar dari toliet itu.
Raka segera berlari lalu berpura- pura akan menuju ke toilet.
Ia berpapasan dengan Agung.
"Eh pak habis dari toilet ya ?" tanya Raka ramah, padahal dalam hatinya ia ingin muntah.
"Ya seperti yang kamu lihat lah, sudah ya saya sibuk" jawab Agung dengan wajah tak enak.
"Oh iya, nanti kamu ke ruangan saya ada hal yang penting yang akan saya bicarakan" ucap Agung lagi.
"Iya pak" Raka masih mencoba ramah padanya.
Setelah Agung pergi, Raka kembali dengan ekpresi datarnya.
Ia memasuki kamar mandi dan melihat Yuda sudah terduduk di lantai kamar mandi.
"Eh kenapa lu ?" tanya Raka khawatir.
"Lemes dumes aku mas" jawab Yuda dengan suara yang memang sudah terlalu lemas.
"Udahlah gakpapa yang penting kan gak jadi ketauan" ucap Raka menenangkan.
"Yok kita makan, tapi gue ke ruangan Agung dulu ya dia mau bicara hal penting" ucap Raka.
Yuda mengangguk, dengan sempoyongan dia berjalan keluar dari kamar mandi.
Ia terus berjalan menuju kafetaria.
Raka langsung kembali berjalan ke arah ruangan milik Agung.
Setelah ia mengetuk pintu, Agung langsung menyuruhnya untuk masuk.
"Duduk" ucap Agung.
Ia membaca sebuah kertas, lalu mulai melihat ke arah Raka.
"Rakasiwi bersekolah di akademi polisi ibu kota, lulus dengan nilai paspasan langsung jadi tim n*****a" Agung membaca profile palsu dari Raka.
"Kamu langsung bisa masuk di kantor polisi ibu kita gimana caranya ? Ada orang dalam ?" tanya Agung.
Memang susah jika tak ada orang dalam, mustahil memang naik tanpa di bantu oleh orang lain di kepolisian.
"Sebutkan satu nama, tak apa bapakku juga dulu jadi kepala kok. Gak heran kan sekarang aku jadi kepala juga" Agung menyombongkan hasil dari orang dalamnya.
"Ya sama aku dulu juga pinter sih cari yang mana bisa bikin naik jabatan" lanjutnya jujur.
Mungkin dia pikir dia hebat, namun bagi Raka yang penuh usaha sampai menjadi pasukan khusus usaha yang di sebut oleh Agung itu adalah s****h.
"Bagas Dirga" jawab Raka cepat, ia berbohong.
'Anaknya maksutnya' lanjutnya dalam hati.
"Wah hebat juga, kapan- kapan ajak saya makan sama jendral bintang 3 itu" ucap Agung mendadak ramah dan sopan.
"Oh boleh pak" Raka ingin mencoba akrab dengan pria tua itu.
Siapa tau pria itu akan memberikan secuil informasi tentang insiden Ridwan atau mungkin memberi tau salah satu bukti dari kejahatannya.
Siapa yang tau bukan ?
"Ah ya besok kamu pindah ke devisi kejahatan berat, dan kita ada pertukaran anggota".
"Ibu kota memang selalu seenaknya"
"Pasti mereka kinerjanya jelek sehingga mengajak untuk bertukar anggota" Agung terus saja bersumpah serapah.
Raka malas mendengarnya.
Setelah Agung selesai mengomel ia mengizinkan Raka untuk pergi dari ruangannya.
Tapi sebelum Raka pergi, Agung memberi 5 lembar uang 100ribuan.
"Nih buat beli rokok, jangan lupa ya Bagas harus makan satu meja sama saya" sepertinya Agung masih saja percaya bahwa Raka mengenal dekat Bagas.
"Oh oke pak terimakasih, dia sodara saya yang paling baik emang" ucap Raka lagi.
'Sodara setanah air maksutnya' lanjutnya dalam hati.
Ia memang tak salah kan ?
Agung tersenyum senang, ia berpikir bisa naik pangkat lagi di umurnya yang semakin tua.
.
.
.
Setelah seharian bekerja, Yuda dan Raka kini sedang berkendara bersama.
Mereka mengobrol sejenak di parkiran sebuah restauran burger.
"Cuma tempat ini yang gue bisa percaya aman" ucap Raka sambil memakan burgernya.
"Jadi gimana virusnya? Aman ?" tanya Raka pada Yuda.
"Aman mas tinggal dikit, besok aku kasih ke kamu" jawab Yuda pemuda itu juga menikmati burger keju miliknya.
"Tapi mas kita pulang yuk gak enak disini" ucap Yuda sambil melihat sekitar.
"Kenapa ? Lu capek ya ?" tanya Raka khawatir.
Yuda adalah salah satu orang yang dapat ia percayai, mereka menjadi dekat bagai adik dan kakak.
"Itu mas" Yuda menunjuk sebuah mobil.
Mobil yang diam itu tiba- tiba bergoyang dengan heboh.
Wajah Raka memerah.
Dia baru percaya bahwa basement di sini memang banyak untuk tempat in the hoyyy para kaum miskin.
"Ingetin gue buat grebek basement ini" ucap Raka, ia menaruh kembali burgernya karena tidak napsu.
Ia ngemudikan mobil, mengantar Yuda terlebih dahulu.
.
.
.
"Thanks ya mas burgernya hati- hati nyetirnya" ucap Yuda yang sudah turun dari mobil.
Raka menganggukkan kepalanya lalu segera pergi dari rumah Yuda.
Yuda senang akrab dengan Raka, pria yang terlihat kaku itu ternyata sangat baik jika sudah mengenalnya.
Tiba- tiba Yuda merasa di perhatikan, sudah hampir sepekan ini ia merasa ada yang mengawasi.
Ah mungkin itu hanya perasaanya saja, karena disini ia tidak pernah melihat orang asing.
Besok ia akan minta Raka mengajarinya berkelahi.
Yuda masuk ke dalam rumahnya, ia mengambil laptopnya di laci lemarinya.
Ia menghidupkannya lalu mulai mengotak atik kembali data milik Agung yang tersimpan rapi di laptopnya.
Setelah dua jam ia berhasil membuka satu file yang rusak.
Matanya terbelalak melihat sesuatu yang harusnya ia tak tahu.
"Wah parah pak Agung ternyata ikut andil dalam bisnis n*****a" ucapnya kesal.
"Udah tau ya ?" suara asing membuat Yuda menengok ke belakang.
Di sana ada pria memakai topeng, namun dari kulit di samping matanya terlihat kulit pria itu berwarna merah.
Sepertu bekas terbakar.
"Harus di habisi nih" pria itu berlari sambil memegang pisau.
Yuda yang sudah membatu tak bisa menghindar.
Dengan s***s pria itu menancapkan pisau berulang kali ke tubuh Yuda.
Yuda lemas, ia merasa ajalnya akan tiba.
Pria yang sudah merasa Yuda akan matipun membuka topengnya.
Wajah pria itu rusak, terbakar. Mengerikan sekali.
"Kenapa kaget ya liat wajahku ? aku ini memang malaikat penjabut nyawa" ucapnya pria itu lagi.
Yuda merasa dingin, ia mulai memejamkan matanya.
Pria itu mengirim chat pada seseorang, mengabari bahwa Yuda telah mati.
Ia mengambil laptop dan handphone Yuda.
Lalu segera pergi, ia takut ada orang lain yang melihatnya keluar dari rumah Yuda.
Yang pria itu tak tau, Yuda bangkit dari tidurnya.
Dengan berlumuran darah ia mengambil sebuah kertas dan pulpen.
Ia menuliskan sebuah pesan.
Yuda menggenggam kertas itu di tangannya, sebelum pada akhirnya ia menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.