32. Ketakutan Terkecil

1011 Kata
“Beli oleh-oleh apa, Ve?” Seorang gadis berwajah manis tampak melangkah mendekat sembari membawa sebuah kotak di tangannya. Hal tersebut membuat perhatian The Handsome Guy yang awalnya membicarakan masalah pertandingan basket akan dilaksanakan selama beberapa hari lagi. Ketiganya kompak menatap ke arah Evelina tepat ketika Zafran mendapati sahabat perempuannya lebih awal. Lelaki tampan itu mengernyit bingung melihat sebuah plastik di tangan Evelina terlihat berbentuk kotak cukup besar. Evelina tersenyum senang dan mendudukkan diri tepat di samping Zafran. Kemudian, membuka plastik hitam yang membungkus begitu rapat. Gadis itu tampak sangat senang memperlihatkan hasil pencariannya selama beberapa menit di dalam toko. “Gue beli lampu tidur, Zaf. Bagus banget mirip punya Mamah gue yang pecah sama Papah,” jawab Evelina benar-benar memperlihatkan lampu tidur yang sangat cantik. Tentu saja pemandangan penuh takjub tidak hanya terlihat dari The Handsome Guy, melainkan beberapa murid SMA Catur Wulan yang berada di dekat mereka pun ikut mengagumi buah tangan milik Evelina. Zafran menatap penuh takjub, lalu menyentuh permukaan hiasan lampu tidur yang benar-benar mirip. Ia memang sempat mengetahui masalah orang tua Evelina yang bertengkar akibat hiasan lampu saja. “Wah, iya benar-benar mirip, Ve!” Mendengar pujian dari sahabatnya, Evelina merasa sangat beruntung bisa menemukan satu-satunya barang yang bisa mengingatkan sang ibu pada kenangan masa lalu. Meskipun tidak seberarti dengan miliknya dulu, tetapi Evelina benar-benar ingin menghibur sang ibu yang akan kembali sebentar lagi. “Yeoksi! Gue juga pertama kali ngelihat langsung ngerasa bahwa ini mirip sama punya Mamah.” Tanpa bosan sama sekali Evelina terus memandangi hiasan yang ada di hadapannya. Sedangkan Jordan yang sejak tadi menatap datar mulai tertarik. Reyhan sama sekali tidak mengerti hanya bisa mengangguk-angguk mendengar perbincangan dari dua sahabat yang sudah dekat sejak kecil. Hira yang kebetulan berada di dekat mereka pun tampak sangat kesal mendengar perbincangan mereka. Apalagi Evelina begitu lepas berbicara dengan Zafran tanpa mengindahkan tatapan orang lain. “Eve kenal sama Zafran?” tanya Dara mengernyit tidak percaya. Mendengar pertanyaan mengejutkan tersebut membuat Syafa melebarkan mata. Gadis itu tampak bingung harus menanggapi dengan bingung atau terkejut bahwa masih ada orang yang tidak mengenal Evelina dan Zafran bersahabat sejak kecil. “Astaga, Dara!” Syafa menoyor kepala Dara gemas. “Eve sama Zafran itu udah sahabatan dari kecil. Lo bisa lihat cara dia bicara sama Zafran dan Jo sama Rey itu beda banget.” Dara mengangkat alisnya penasaran, lalu kembali menoleh ke arah meja Evelina dan The Handsome Guy yang masih asyik berbincang. Padahal mereka bertiga tampak masih menikmati makan siang. “Lo enggak makan siang, Ve?” tanya Reyhan menyadari gadis cantik itu tidak mengambil piring sama sekali. Evelina menatap sesaat ke arah deretan antrian yang lumayan membuat gadis itu menggeleng pelan, lalu menjawab, “Gue makannya nanti aja.” “Ve, gue boleh lihat barang lo?” pinta Jordan dengan menipiskan bibirnya canggung. Ia hampir tidak pernah meminta izin pada siapa pin, sehingga wajar saja jika terasa aneh berbicara dengan Evelina. Walaupun lelaki itu tahu bahwa Evelina pasti akan mengizinkannya. “Tentu saja! Tapi, jangan lo beli karena benda ini satu-satuya aja di toko,” balas Evelina setengah mengancang dengan nada becanda, lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia hendak mengantri mengambil makan siang, nyatanya perutnya mendadak berbunyi lapar. Mendapat kesempatan emas, Jordan pun tidak menyia-nyiakannya. Lelaki itu pun langsung mengambil hiasan lampu tidur yang sangat cantik. Mengagumi tanpa bisa memiliki merupakan ungkapan yang begitu cocok untuk Jordan. Karena pada kenyataannya lelaki itu menginginkan benda yang sama. Sementara itu, Evelina tampak mengantri mengambil makan siang sembari menikmati buah semangka yang berada di meja bundar berisikan makanan cuci mulut. Namun, bukannya menikmati ketika selesai makan siang, Evelina malah menikmatinya sebelum makan siang. Gadis itu benar-benar tidak bisa ditebak membuat Zafran yang memperhatikan dari kejauhan langsung menggeleng tidak percaya. Tepat berada di depan mata, Evelina pun langsung mengambil dua centong nasi panas dari dalam tempat nasi, lalu beberapa lauk menghiasi piringnya. Sebelum kembali ke meja, gadis itu menyempatkan diri mengambil dua lembar kerupuk besar, tiga potong lapis talas bogor, dan dua cup puding cokelat yang kelihatan manis. Setelah itu, Evelina pun kembali ke meja dengan piring yang benar-benar penuh. Bahkan The Handsome Guy langsung tercengang melihat betapa banyaknya makanan yang Evelina ambil. Seakan gadis itu akan menghabiskannya dengan cepat. “Ve, lo lapar atau mumpung ada di sini?” tanya Zafran setengah menyindir isi piring sahabatnya yang benar-benar menggunung. Evelina tertawa pelan, lalu menjawab, “Sebenarnya kebetulan aja gue pengen banyak. Lagi pula di sana juga masih penuh, jadi kenapa enggak diambil, ‘kan? Sayang banget kalau sampai dibuang karena orang-orang pada gengsi.” “Benar juga,” gumam Reyhan merasa masuk akal apa yang dikatakan Evelina. Sedangkan Jordan yang mendengar ucapan tersebut hanya menggeleng pelan, lalu menyerahkan kembali hiasan milik Evelina. Ia sudah cukup mengagumi barang tersebut, karena pada kenyataannya lelaki itu tidak bisa memiliki. Evelina menggeleng tidak percaya, lalu mulai menikmati makan siang yang ternyata cukup enak. Meskipun tidak dapat dipungkiri ia ingin sekali menikmati tanpa memikirkan pendapat anak-anak lain, tetapi kehadirannya bersama The Handsome Guy saja sudah mendapatkan banyak perhatian. Benar-benar menyebalkan. Di saat Evelina asyik menikmati makan siang, tiba-tiba pandangannya terpaku pada sesosok wanita paruh baya berwajah pucat tengah berdiri di depan pintu masuk rumah makan. Hal tersebut membuat Evelina seketika menghentinkan kegiatannya, dan menatap wanita paruh baya itu dengan kening berkerut bingung. Namun, sayang sekali pergerakannya sama sekali tidak terlihat mencurigakan membuat The Handsome Guy tampak asyik membicarakan masalah perlelakian. Evelina tampak penasaran sekaligus takut ingin berbicara dengan wanita paruh baya tersebut, tetapi sepertinya niat gadis itu harus diurungkan. Karena wajah wanita paruh baya itu membawa sebuah rasa intimidasi dan kemarahan. Tidak ingin memperhatikan lebih lanjut, Evelina kembali menikmati makan siangnya dengan mengabaikan wanita paruh baya tersebut. Untung saja wanita paruh itu tidak menyadari penglihatannya, walaupun Evelina tidak percaya begitu saja. Sebab, dari yang ia ketahui sesosok hantu pun bisa merasakan orang-orang memperhatikan mereka. Meskipun tidak bisa mengatakan secara langsung. Karena bagi sebagian hantu, berbicara dengan orang bukanlah hal mudah. Semua itu Evelina ketahui ketika berbicara Trejo, bisa dikatakan sesosok tersebut mengatakan banyak hal, dan semua yang diceritakan rata-rata menjadi pelajaran baru untuk Evelina bertindak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN