61. Toko Kue

1003 Kata
Dua remaja perempuan dan lelaki itu tampak mengendarai mobil mewah menuju salah satu toko kue yang cukup terkenal. Mereka berdua tampak terdiam satu sama lain sembari fokus menatap jalanan padat merayap di hadapannya. Kebetulan sekali malam ini adalah malam minggu membuat banyak pemuda-pemudi yang melakukan malam panjang bersama sang pacar. Salah satu kebahagiaan yang sering mereka camkan selama berhari-hari. “Zaf, tadi lo ke rumah, ya?” celetuk Evelina menoleh sesaat. “Iya, gue pikir lo udah pulang,” jawab Zafran mengangguk singkat. “Tapi, kenapa lo baliknya lama, Ve? Padahal gue ke rumah tadi udah lumayan gelap dan Tante Wendy kelihatan khawatir gitu.” “Sebenarnya tadi bus enggak ada yang lewat, Zaf. Jadi, gue sia-sia nunggu bus sampai malam,” keluh Evelina mengembuskan napasnya kecewa. “Tuh ‘kan! Seharusnya lo bareng aja sama gue,” sahut Zafran cepat, lalu menoleh sesaat ke arah sahabatnya yang terlihat menyandarkan tubuhnya lelah. “Terus lo balik sama siapa tadi?” “Gue naik taksi. Untung aja ada yang kebetulan lewat dan bukan orang jahat,” jawab Evelina tersenyum tipis. Wajah Zafran benar-benar merasa cemas mendengar jawaban Evelina yang kelihatan seperti takut, tetapi gadis itu berusaha tetap berani untuk menghadapi semuanya. “Ve, lo ingat toko yang sering datang sama Bang Adzran enggak? Gue agak lupa karena udah jarang ke sini,” tanya Zafran mengalihkan pembicaraan sembari sesekali melirik ke arah ponselnya yang memperlihatkan rute perjalanan. “Ada di sebelah kanan, tapi sepertinya kita enggak bisa parkir di depan, Zaf. Ini terlalu ramai, lo harus parkir di mal dulu biar sekalian gue nyari kado buat Bang Adzran,” jawab Evelina memberikan usulan paling bermanfaat. “Lo mau beliian apa buat Bang Adzran? Dia lagi enggak butuh apa pun, selain acc tesis.” “Uhm … entahlah, apa pun yang ada di dalam nanti gue beli. Lagi pula kalau gue ke sana tangan kosong rasanya aneh, Zaf.” “Halah, tahun lalu lo juga gitu. Tapi, Mamah gue malah makin sayang sama lo.” Mendengar hal tersebut, Evelina tertawa geli. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kedua orang tua Zafran sangat menyayangi Evelina. Bahkan mereka tidak segan menerima Evelina kapan pun gadis itu membutuhkan tempat tinggal. Ketika dulu Evelina masih kecil sering ditinggal oleh kedua orang tuanya, gadis itu benar-benar dirawat dengan baik oleh kedua orang tua Zafran. Bahkan mereka memperlakukan Evelina bagaikan anaknya sendiri. Sampai melupakan Zafran yang masih sama kecilnya sehingga harus diurus oleh Adzran. Sejenak mobil yang dikendarai Zafran pun memasuki parkiran depan mal, karena di bawah sudah sangat penuh sehingga mereka langsung diarahkan oleh satpam menuju parkiran depan. Saat selesai memarkirkan sesuatu perintah, Zafran dan Evelina pun beranjak turun. Keduanya memasuki bangunan mal untuk menuju bagian depan yang terdapat toko kue cukup terkenal. “Tadi Azalia benar-benar lo antar sampai depan rumah, Zaf?” tanya Evelina menoleh sesaat ke arah lelaki menjulang tinggi di sampingnya. Mereka berdua tampak melangkah berdampingan seperti sepasang kekasih. Penampilan Evelina sangat modis dengan kemeja cokelat dipadukan rompi rajut berwarna hitam. Senada dengan pakaian Zafran yang terlihat tampan. Akan tetapi, keduanya sama-sama menggunakan sneakers berwarna putih. Sehingga tampak terlihat seperti sepasang kekasih yang melakukan quality time di luar untuk berbelanja ataupun sekedar berkencan. Sesekali Zafran menarik lengan Evelina ketika gadis itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang yang berjalan berlawanan. Benar-benar mencerminkan pacar gentleman. “Lo haus enggak, Zaf? Gue pengen beli itu, boleh?” tanya Evelina meminta izin dengan menujuk salah satu stand minuman. “Ayo, beli dulu!” jawab Zafran menyetujui permintaan gadis cantik di sampingnya. Sejenak mereka berdua pun memesan dua minuman boba yang tengah booming. Bahkan keduanya perlu mengantri selama beberapa saat, sebelum akhirnya dapat minuman yang mereka inginkan. Setelah selesai membeli minuman, Evelina dan Zafran kembali melanjutkan langkah kakinya keluar dari mal. Mereka berjalan beriringan di trotoar dengan Evelina yang berada di depan untuk Zafran awasi dengan baik. Sebab, trotoar masih dalam perbaikan sehingga banyak jalan dan bebatuan yang tidak disusun dengan baik. Tak lama kemudian, mereka berdua pun sampai di sebuah toko kue yang tidak terlalu ramai. Evelina tersenyum lebar dan mendorong pintu kaca itu pelan. Satu pelayan yang berdiri di depan pintu tersenyum ramah, lalu memberikan nampan putih lengkap dengan pencapitnya. Namun, Evelina keburu menggeleng pelan. “Maaf, Kak. Saya mau mencari kue untuk ulang tahun.” “Baiklah, silakan ke sini!” pinta pelayan tersebut menaruh kembali nampan serta pencapit tersebut di tempatnya, lalu mempersilakan Evelina dan Zafran menuju empat lemari pendingin yang cukup besar berisikan berbagai macam jenis dan bentuk kue ulang tahun. Tatapan Evelina langsung mengitari seluruh desain kue ulang tahun yang tidak terlalu ramai dan minimalis. Sedangkan Zafran yang menyerahkan semuanya pada gadis itu hanya melangkah tanpa beban menatap rak per rak yang memperlihatkan berbagai jenis roti maupun olahan kue. “Kak, coba lihat yang ini!” ucap Evelina menunjuk ke arah kue yang terlihat menarik, lalu menoleh ke sana-kemari mencari keberadaan Zafran. Akan tetapi, sayang sekali lelaki itu tidak terlihat membuat Evelina mengembuskan napasnya panjang. Seakan sudah tidak merasa aneh lagi kalau Zafran bertingkah seperti anak kecil yang selalu menghilang ketika diajak pergi ke mana pun. “Mau yang ini aja, Kak?” tanya pelayan tersebut memperlihatkan kue yang tidak terlalu besar, tetapi cukup menarik. “Uhm … sebentar, Kak. Cowok yang ada di sini tadi ke mana, ya?” Evelina tampak berjinjit-jinjit mencari keberadaan Zafran yang mendadak lenyap begitu saja. “Oh, pacarnya, ya? Tadi berjalan ke arah depan, mungkin sedang melihat aneka roti,” jawab pelayan tersebut dengan tertawa pelan. Seketika Evelina mengembuskan napasnya kesal, lalu menggeser layar ponsel untuk menghubungi Zafran. Membuat suara nada dering ponsel lelaki itu terdengar menggema di sekeliling ruangan. Sontak seorang lelaki tampan itu pun muncul dari balik rak panjang di hadapannya. Zafran tersenyum lebar berlari menghampiri wajah kesal Evelina yang ditinggal begitu saja. “Kalau lo jalan-jalan enggak jelas lagi, gue balik!” ancam Evelina kesal. “Iya, iya maaf. Gue tadi ngelihat roti kesukaan Tante Wendy,” rayu Zafran mencubit gemas pipi Evelina. Namun, sayang sekali gadis itu tidak termakan dengan ucapan Zafran yang sedikit menarik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN