37. Kakak Kelas

992 Kata
Keesokkan harinya, SMA Catur Wulan mulai masuk seperti biasa. Dengan kelas 11 yang baru saja melakukan hiking tampak sedikit kecewa, karena memang bisa dikatakan mereka hanya melaksanakan kegiatan selama satu hari saja. Namun, berita hilangnya Dara dan Mesya benar-benar menyebar dengan cepat membuat kelas lain mendadak penasaran. Terlebih kelas 11 bungkam tanpa suara. Meskipun mendapat banyak pertanyaan, tetapi mereka semua kompak bungkam tidak bersuara. Kedatangan Evelina seperti biasa menggunakan bus pun menarik perhatian beberapa kakak kelas yang terlihat berkumpul di sudut lapangan sebelum masuk ke dalam kelas. Mereka semua memperhatikan langkah Evelina yang tampak santai tanpa beban. “Evelina!” panggil salah satu dari ketiga kakak kelas yang sempat mencari masalah pada gadis itu. Untung saja langsung ditanggapi dengan cepat oleh Jordan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mendengar namanya diserukan oleh seseorang, Evelina pun langsung menoleh dengan tatapan datar. Gadis itu memperhatikan kakak kelas yang melambai-lambai mengkode dirinya untuk mendekat. Akan tetapi, sayang sekali Evelina tidak ingin menghampiri mereka pun hanya diam dan kembali melanjutkan langkah kakinya. Perbuatan tersebut membuat ketiga kakak kelas yang terlihat diabaikan mendadak kesal. Kemudian, dengan langkah lebar-lebar mereka bertiga langsung memblokir jalan Evelina membuat gadis itu mengangkat kepalanya sembari mengernyitkan kening bingung. “Eve, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa hiking kelas 11 udah pulang?” tanya seorang gadis berambut panjang sepunggung dengan sedikit berwarna kecokelatan alami dan tanpa mengenakan dasi. Sedangkan dua dayang di belakang gadis itu tampak memasang ekspresi kesal sekaligus congkak membuat Evelina mengernyitkan keningnya bingung. Ia hampir tidak mempercayai situasi di depannya menyebalkan. Evelina menggeleng pelan. Ia tidak berniat menjawab apa pun kepada tiga gadis sok berkuasa di hadapannya. Padahal tanpa mereka sadari sejak tadi ada sesosok hantu menyeramkan dengan lehernya yang tergorok mengenaskan menatap penuh kebencian. Sesosok berwajah pucat dengan seragam sekolah, gadis itu tampak mendekati ketua geng perempuan nakal yang terlihat kesal menatap Evelina. Membuat Evelina spontan menarik ketua geng itu pergi, karena ia satu-satunya orang yang bisa melihat sekaligus menyelamatkan gadis nakal itu dari kesurupan. Entah kenapa hawa dari sesosok gadis pucat berseragam sekolah itu benar-benar penuh dengan intimidasi. Sampai Evelina mendadak takut, tetapi ia berupaya agar tidak kesurupan massal yang terjadi. Sehingga mau tidak mau gadis itu pun menyelamatkan ketua geng gadis nakal sekaligus kakak kelas yang selama ini penuh kebencian terhadap dirinya. Siapa sangka kalau ternyata gadis nakal itu sama sekali tidak terima dengan tindakan tidak sopan Evelina yang menarik tanpa meminta izin lebih dulu. Membuat dua dayang yang di belakangnya langsung mendorong pundak Evelinda dengan sedikit keras. “Heh! Lo pikir lo siapa? Hah!!?” sentak salah satu dari dua dayang menyebalkan di hadapan Evelina. Sejenak Evelina hanya meringis pelan memegangi pundaknya yang terasa sedikit berdenyut. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dorongan dayang gadis nakal itu benar-benar keras. Namun, anehnya ketua geng gadis nakal itu sama sekali tidak memberikan reaksi apa pun terhadap dorongan mendadak dari Evelina. Ia hanya terdiam, sebelum akhirnya berlari pergi. Tentu saja hal tersebut membuat dua dayang yang awalnya hendak memberikan pelajaran pada Evelina langsung menoleh bingung dan berlari menyusul ketuanya. Sedangkan pergerakan itu membuat Evelina mengembuskan napanyas lega. Setidaknya Evelina tidak mendapat sentakan atau sentuhan kasar lagi. Meskipun niatnya baik, tetapi orang yang berada di sekitar mungkin akan merasa tersinggung. Apalagi gadis nakal yang tadi sempat Evelina tolong. Evelina mengembuskan napasnya panjang sembari membenarkan letak pakaiannya yang sempat miring, lalu bergumam pelan, “Nolong salah. Enggak nolong juga salah. Dasar nasib!” Setelah itu, Evelina pun melanjutkan perjalanan menuju kelasnya dengan kembali menunduk menghindari banyak tatapan aneh sekaligus penuh emosi. Sayangnya mereka tidak bisa melakukan apa pun, karena kalau Evelina terluka sedikit saja yang akan turun tangan adalah The Handsome Guy. Memang sebagian murid tidak ada yang berani mencari masalah dengan Evelina, walaupun mereka sangat panas melihat kedekatan gadis itu. Karena kalau melakukan kesalahan sedikit saja, bisa-bisa kesempatan yang selama ini menjadi tujuan mereka menjadi hilang begitu saja akibat kebodohan. Selama melangkah menuju kelas, Evelina benar-benar menunduk dengan earphone terpasang memutar sebuah musik mengalun lembut kesukaannya. Sebuah grup kpop bernama NCT Dream dengan judul lagu Life Still Going On. Saat Evelina hendak mengangguk-angguk bagian reff, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang berteriak memanggilnya. Membuat gadis itu langsung mengangkat kepalanya kembali. Kali ini mata Evelina menyipit bingung. “Evelina!” panggil Syafa berlari menyusul dengan napas tersenggal-senggal. Sejenak gadis yang merasa namanya dipanggil itu pun berbalik dengan kening mengernyit bingung, lalu memperhatikan Syafa yang berusaha menetralkan suaranya. “Lo tahu kabar Dara sama Mesya?” tanya Syafa terdengar panik. Dengan polos Evelina hanya menggeleng pelan, lalu bertanya balik, “Memangnya ada apa?” “Mereka berdua udah ketemu, Ve!” jawab Syafa kurang santai dan hampir berteriak membuat beberapa murid yang berada di dekat mereka langsung menoleh bingung, karena memang bisa dikatakan tidak semua mengetahui kabar tentang kacaunya hiking kelas 11. “Benarkah?” Evelina tampak melebarkan mata tidak percaya. “Iya, benar! Sekarang mereka berdua lagi di rumah orang tua masing-masing. Gue tahu masalah ini dari Dara. Karena dia langsung ngabarin gue kalau baik-baik aja. Cuma masalah hilangnya belum cerita apa pun,” balas Syafa mengangguk meyakinkan. Evelina pun tersenyum tipis. Ia mengangguk penuh kelegaan mendengar bahwa mereka yang hilang telah ditemukan. Akan tetapi, perasaan gadis itu mulai berkata lain membuat Evelina tidak bisa bereaksi berlebihan seperti Syafa. Entah kenapa perasaannya mengatakan ada hal yang lebih besar terjadi. Setelah selesai berbincang, keduanya pun melangkah bersamaan menuju kelas yang berada di lantai atas. Syafa tidak henti-henti mengajak Evelina berbincang, walaupun hanya ditanggapi seperlunya saja. Memang tidak dapat dipungkiri gadis itu masih merasa sangat canggung. Apalagi Evelina yang tidak pernah dekat pada siapa pun, selain The Handsome Guy. Sesampainya di kelas, tatapan Evelina pun jatuh pada Jordan yang terlihat sedang membaca. Lelaki itu memang terkadang melakukan kegiatan rutinnya setiap pagi tepat sebelum kelas dimulai. Evelina melenggang santai menuju bangku miliknya, lalu menaruh tas ransel yang terasa sedikit berat akibat gadis itu harus menaruh beberapa barang di dalam lokernya untuk keperluan sekolah. Sebab, seluruh barangnya sudah dibawa pulang mengingat akan pergi hiking selama beberapa hari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN