43. Informan Valid

989 Kata
Evelina tampak melangkah tanpa suara menuju anak tangga yang mengarah pada kamar pribadinya. Gadis itu benar-benar setengah berjinji agar kakinya tidak menimbulkan suara. Apalagi malam ini kedua orang tuanya berada di rumah. Jelas mereka berdua akan mempertanyakan kehadirannya yang pulang lebih lambat. Membutuhkan perjuangan besar menaiki anak tangga satu per satu tanpa menimbulkan suara sama sekali. Bahkan Evelina sesekali berjongkok ketika mendengar sesuatu yang bergerak ataupun berpindah posisi. Meskipun gadis itu tahu bahwa pelakunya adalah teman yang tidak kasat mata tersebut. Akan tetapi, tetap saja Evelina berusaha berpikir positif agar kedua orang tuanya tidak terganggu. Sesampainya di dalam kamar, Evelina pun menutup pintu dengan sangat lembut, sebelum akhirnya menjatuhkan tubuh di tempat tidurnya sendiri. Namun, mulut gadis itu langsung terbuka lebar melihat kehadiran sesosok hantu yang tidak asing di ingatannya. “Nonik?” panggil Evelina mengernyit bingung, lalu spontan menegakkan tubuhnya dengan mendudukkan diri menatap sesosok wanita anggun yang berdiri di hadapannya. “Hai, Eve!” sapa nonik belanda tersebut dengan melembaikan tangannya singkat. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Evelina penasaran. Bukannya mendengarkan, nonik belanda tersebut malah terbang mengelilingi kamar Evelina yang begitu luas. Wanita anggun itu seakan mengetes kemampuannya dalam menghindari barang-barang yang mungkin akan menimbulkan suara. “Kamarmu sangat luas, Eve. Bagaimana caranya kamu bisa tinggal di vila itu?” celetuk nonik belanda mendudukkan diri tepat di atas lemari hiasan milik Evelina yang memperlihatkan deretan album koleksinya. Evelina mengacak rambutnya kesal, lalu melepaskan jaket yang menyisakan kaus dalamnnya saja. Gadis itu melucuti sepatu sekaligus celana panjang dengan mengenakan hot pants berwarna hitam. “Astaga, tolong jangan masuk ke kamarku!” pinta Evelina mulai geram dengan sikap nonik belanda yang selalu ingin tahu, tetapi malah menjadikan pengganggu di dalam kehidupannya. Nonil belanda tersebut langsung mengembuskan napasnya panjang, lalu beranjak turun dan berdiri tepat di hadapan Evelina. Wanita dengan tinggi semampai dihiasi kaki jenjang itu pun tampak sangat anggun. “Maafkan aku, kedatanganku ke sini untuk memberi tahu bahwa kedua temanmu telah ditemukan. Tapi, kali ini aku minta kamu tetap berhati-hati, Eve,” ungkap nonik belanda dengan mengembuskan napasnya berat. “Ada apa?” tanya Evelina bingung. “Salah satu dari kedua temanmu ada yang bersekongkol dengan makhluk hitam besar penjaga vila kalian berdua. Aku tidak bisa mengetahuinya, karena itu bukan wilayahku. Jadi, aku hanya bisa meminta kamu berhati-hati,” jawab nonik belanda dengan mendengkus kesal. Ia benar-benar merutuki ketidakmampuannya dalam melakukan banyak hal. “Sebenarnya aku baru bertemu dengan orang tuanya Mesya tadi, mereka juga terlihat tidak terima saat aku berusaha menjelaskan yang sejujurnya.” Evelina tampak mendudukkan dirinya lesu di tepi tempat tidur. Melihat hal tersebut, nonik belanda pun beranjak turun dan berhenti tepat di hadapan gadis berwajah cantik nan manis. Wanita anggun itu tampak mengusap penuh kelembutan pada puncak kepala Evelina dengan kasih sayang penuh. Entah kenapa rasanya sangat menenangkan bagi nonik belanda, membuat wanita itu sanggup melakukannya kapan saja. “Apa yang mereka katakan tentangmu, Eve?” tanya nonik belanda penasaran. “Tidak banyak, tapi mereka berdua seperti mengacuhkanku saja. Apalagi semua penjelasan yang aku bawa menurut siapa pun tidak masuk akal,” jawab Evelina frustasi. “Apakah aku harus memperlihatkan siapa diriku sebenarnyna?” “Jangan!” cegah nonik belanda cepat. “Kamu tidak pernah membuat pengakuan terhadap diri sendiri, Eve. Biarkan mereka yang menilaimu dengan cara mereka sendiri. Lagi pula sekarang kamu baik-baik saja tanpa perlindungan. Aku hanya takut kalau sesosok hitam besar itu malah membawa kesialan untukmu.” “Memangnya apa yang sedang terjadi?” Evelina mendongak menatap nonik belanda yang benar-benar tinggi seperti sang ayah. Membuat gadis itu sedikit tidak percaya dengan gen tinggi orang belanda yang sangat rakus. “Aku belum bisa mengatakan apa pun, karena informanku sedang mencari celah untuk penyelidikan,” balas nonik belanda dengan lesu membuat Evelina spontan mengeryit bingung. “Siapa informanmu?” “Kamu mengenalnya, Eve.” Nonik belanda tampak sangat misterius. “Bukankah kalian berdua baru saling melepaskan satu sama lain?” “Siapa? Memangnya aku pernah saling melepaskan satu sama lain,” gumam Evelina sembari mengernyit bingung sampai ingatannya langsung tertuju pada satu-satunya hantu yang ia kenal dengan baik. “Maksudmu … Trejo?” Dengan mantap nonik belanda mengangguk, lalu berkata, “Selama ini dia menjadi informanku. Walaupun Trejo sedikit menyebalkan, tapi dia selalu melakukan tugasnya dengan baik.” Evelina hanya bisa tercengang mendengar perkataan nonik belanda yang sama sekali tidak ia duga. Bahkan wanita anggun itu tampak serius dengan perkataannya sendiri membuat Evelina mau tidak mau mempercayainya. Akan tetapi, wanita itu jelas sama sekali tidak mengira bahwa Trejo yang begitu ramah menjadi sumber informasi setiap pengetahuan dari nonik belanda. “Eve, sepertinya aku harus kembali karena sebentar lagi tengah malam dan portal yang digunakan kami terbuka lebar. Aku ingin berjalan-jalan sebentar,” ungkap nonik belanda yang sikapnya seakan seperti manusia, membutuhkan healing ke tempat lain. “Apakah hantu juga memerlukan liburan? Aku sama sekali tidak menyangka,” ujar Evelina mengembuskan napasnya panjang. Nonik belanda tertawa pelan, tetapi wanita itu tidak mengatakan apa pun, selain terbang pergi menjauh dari kamar Evelina melalui celah jendela balkon yang masih terbuka sedikit. Sepeninggalnya nonik belanda yang membawa berita cukup mengejutkan, Evelina pun kini menjadi sangat pendiam. Gadis itu mulai memikirkan bahwa Mesya seperti pada dugaannya. Akan tetapi, gadis itu tidak ingin memikirkan hal apa pun. Ia berusaha tetap berpikir positif. Karena Dara dan Mesya adalah teman sekolahnya. Walaupun tidak dapat dipungkiri kedua gadis itu sempat menuduh dirinya dengan tidak baik. Saat Evelia berpikir mengenai Dara dan Mesya, tiba-tiba ponselnya berdering singkat membuat gadis itu meraih benda pipih yang berada di atas meja nakas. Kemudian, mulai menggeser layar ponsel yang bertuliskan nama lengkap Evelina Keith dengan hiasan begitu manis. Ternyata sebuah pesan singkat dari Zafran membuat Evelina menggesernya tanpa menunggu lama. Memperlihatkan sebuah pesan singkat yang diketik beberapa menit lalu. Sejenak Evelina mulai membaca pesan tersebut dalam diam, sampai matanya mendadak melebar dengan sebuah kata menarik perhatian penuh. Gadis itu mengalihkannya sesaat ke arah lain, sebelum akhirnya membalas pesan dari Zafran dengan segera.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN