DDM 6 – Ketakutan Tak Berdasar

1892 Kata
*** Dalam hidup, kita kerap kali berpikir bahwa ketika mendapatkan banyak cobaan dari Tuhan, itu berarti Tuhan tidak mencintai kita, namun sebetulnya bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya, cobaan adalah teguran agar kita bisa hidup lebih baik, juga lebih kuat dari sebelumnya.   IG: Upi1612 ***   Angeline langsung pergi ke kamarnya. Dirinya mencoba mencari sesuatu yang amat berharga baginya. Dirinya memasukkan barang-barangnya ke dalam koper dengan asal-asalan, membawa dompetnya yang kosong karena Angeline memang lebih suka memakai uang non tunai.   Lalu, Angeline pun langsung bergegas untuk pergi. Dan saat dirinya hendak pulang, mata Angeline langsung tertuju pada sepucuk surat yang ada dalam pakaian terakhir sang Mama. Angeline memang tidak mendapatkannya secara langsung dari orang tuanya, hanya saja Angeline mendapatkan surat itu dari pihak rumah sakit beserta pakaian kedua orang tuanya.   “Gue harus bawa surat itu. Gue yakin isinya penting. Lagian ini peninggalan terakhir nyokap-bokap gue.” kata Angeline kepada dirinya sendiri.   Setelah membawa semua barang yang menurutnya cukup penting. Dirinya pun langsung keluar dari kamarnya.   “Sudah. Saya akan keluar dari sini. Apakah bapak puas?” tanya Angeline kesal.   “Sebentar, kami akan melakukan pemeriksaan atas barang-barang yang akan adik bawa.” kata polisi tersebut.   Angeline benar-benar tidak bisa melakukan apapun walaupun dalam hati ingin memaki polisi tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan, kini Angeline pun langsung dipersilakan pergi. Mang Jarot dengan setia menemani anak tuan majikannya tersebut. Semua pasilitas Angeline lenyap seketika termasuk mobilnya.   Sesampainya di luar rumah.   “Non, bagaimana kalau Non ikut saya, tinggal bersama anak dan istri saya?” tanya Mang Jarot.   “Enggak perlu, Mang. Saya bisa sendiri.” kata Angeline.   “Non mau tinggal di mana?” tanya Mang Jarot.   Sebagai orang tua, Mang Jarot sangat mengerti keadaan Angeline yang tidak memiliki siapa-siapa dan tidak diakui oleh siapun termasuk keluarga orang tuanya semenjak Angeline tidak memiliki apa-apa lagi.   “Saya akan mencari apartemen saja, Mang.” kata Angeline.   “Yasudah saya antar, Non. Anggap saja ini bakti terakhir saya kepada keluarga Non yang sudah menghidupi keluarga saya selama belasan tahun.” kata Mang Jarot.   “Nggak usah, Mang. Saya booking lewat aplikasi aja.” kata Angeline.   Angeline langsung mengeluarkan ponselnya. Lalu mulai membooking apartemen sesuai keinginannya. Namun, saat hendak melakukan p********n Angeline terkejut. Dirinya tidak bisa melakukan transaksi. Angeline masih belum menyadari apa yang tengah terjadi.   “Lho, kok nggak bisa?” tanya Angeline pada dirinya sendiri.   “Ada apa, Non?” tanya Mang Jarot.   “Nggak tau nih, Mang. Saya juga bingung. Di sekitar sini ada minimarket atau supermarket gak ya, Mang?” tanya Angeline.   Angeline berniat ingin mengecek semua kartunya, mengambil uang cash, dan melakukan p********n via minimarket atau supermarket.   “Ada, Non. Di dekat sini ada indomaret..” kata Mang Jarot. “Ayo, Non. Saya antar udah malam takut ada apa-apa.” kata Mang Jarot.   Angeline pun mengangguk. Bagaimanapun dirinya tidak berani ke mana-mana sendiri apalagi kondisi sedang malam. Angeline sebenarnya sedikit merasa takut kepada Mang Jarot yang terlalu baik kepada dirinya meski sejatinya Angeline tahu kalau Mang Jarot adalah orang kepercayaan orang tuanya yang terlihat sangat baik.   Jujur, Angeline tidak pernah benar-benar percaya kalau di dunia ini ada orang baik. Dan ketika dirinya bertemu dengan Mang Jarot yang begitu baik kepada dirinya, pikiran negatif pun mulai berdatangan. Namun, Angeline kini pasrah. Dia pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.   Sesampainya di tempat. Mang Jarot meminta untuk menunggu di luar saja, di tempat parkir, “Sini, Non. Biar saya yang jagain tasnya. Non masuk saja.” kata Mang Jarot.   Lagi-lagi Angeline mengangguk, dirinya pun masuk ke dalam. Dirinya ingin mengecek kartu ATMnya. Dan betapa terkejutnya dirinya semua kartu ATM miliknya tersebut sudah tidak bisa digunakan. Angeline pun mulai panik dan mendatangi kasir, lalu menanyakan apa yang terjadi, karena dirinya tidak pernah mengalami hal demikian sebelumnya.   “Maaf, Kak. Sepertinya semua kartu kakak terblokir.” kata petugas indomarett.   Deg!   Angeline pun kini benar-benar terkejut mendapatkan informasi tersebut dari petugas. “Enggak mungkin, kenapa bisa keblok-..” seketika Angeline teringat akan sesuatu.   Angeline langsung teringat sesuatu. Dirinya kini teringat kalau posisinya saat ini memang sangatlah mewajarkan kalau memang kartunya terblokir.   Angeline langsung mengambil kartu-kartu tersebut dan langsung keluar begitu saja. Kali ini Angeline tidak bisa lagi mengeluarkan air mata. Dirinya muali mewajarkan semua yang terjadi pada dirinya.   “Bagaimana, Non?” tanya Mang Jarot.   Angeline langsung berpikir untuk menerima tawaran Mang Jarot. Terlepas dari ketidaktahuan Angeline akan niat Mang Jarot, Angeline tidak memiliki pilihan lain, dan dirinya merasa pasrah saja. Toh hidupnya sudah seperti ini, sudah sulit, Angeline rasanya sudah tidak akan kaget lagi bila memang hidupnya akan lebih sulit lagi.   Angeline mulai menyiapkan mental dan tempat di hatinya untuk menampung rasa kecewa.   “Mang, boleh saya tinggal di rumah Mang Jarot?” tanya Angeline.   “Boleh, Non. Tapi rumah saya kecil, apa Non tidak keberatan?” tanya Mang Jarot.   “Iya, Mang. Nggakpapa.” kata Angeline.   “Baiklah kalau seperti itu. Saya juga ada punya anak perempuan seumuran Non. Nanti Non bisa tidur dengan dia.” kata Mang Jarot.   Angeline mengangguk dan tersenyum.   “Nah, itu dia ada angkotnya.” kata Mang Jarot.   Angeline sebenarnya ingin memprotes Mang Jarot yang membawanya pulang ke rumah menggunakan angkot namun semua itu hanya sampai tenggorokan saja. Nyatanya Angeline tidak mengutarakan apapun. Dirinya mengangguk saja. Dia merasa harus menurut karena dia tidak memiliki siapa-sapa lagi yang mau menampung dirinya.   Menampung.. mendengar kata-katanya saja hati Angeline seperti teriris.   Mang Jarot menyilakan Angeline untuk masuk ke dalam angkot terlebih dahulu setelah menyetop angkot. Setelah Angeline masuk ke dalam, baru Mang Jarot ikut masuk ke dalam.   Ya ampun, bau.. –batin Angeline.   Angeline mengusap hidungnya pelan. Dirinya merasa tidak mau menyinggung siapapun. Ini adalah kali pertama dirinya naik angkot. Dirinya memang pernah naik angkutan umum namun hanya Busway dan MRT saja.   “Kiri, Bang..” kata Mang Jarot menghentikan angkot mereka.   Setelah angkot berhenti, mereka pun langsung keluar angkot. Lalu dari tempat pemberhentian angkot. Mereka berdua harus masuk ke dalam sebuah gang. Angeline mulai ketar-ketir. Keadan gang begitu sepi. Kini pikiran Angeline mulai ke mana-mana. Dirinya takut sesuatu yang buruk akan terjadi kepada dirinya.   “Ayo, Non. Maaf ya, Non, rumah saya jauh dari jalan raya.” kata Mang Jarot.   Angeline hanya menggangguk dan berkata, “Iya, tidak apa-apa.” kata Angeline.   Tak lama kemudian, Mang Jarot langsung sampai di depan sebuah rumah yang jauh terpencil dari rumah-rumah warga lainnya.   “Ini rumah saya, Non.” kata Mang Jarot.   Angeline masih belum bisa mengeluarkan nafas lega karena rumah tersebut sangatlah menyendiri. Angeline masih berpikir yang macam-macam. Dia membayangkan kalau rumah yang akan di masukinya tidak berpenghuni dan Mang Jarot akan melakukan hal macam-macam kepada dirinya.   TOK TOK TOK!   Mang Jarot langsung mengetuk pintu.   “Assalamualaikum.” salam Mang Jarot.   “Waalaikumsalam.” jawab seseorang dari dalam rumah.   Angeline langsung bisa bernafas lega. Suara itu adalah suara perempuan, Angeline berani bertaruh kalau suara itu adalah suara dari istri Mang Jarot.   Suara seseorang membuka kunci pun terdengar. Lalu tak lama pintu dibuka dan terlihatlah seorang wanita paruh baya yang tengah memakai daster ala ibu-ibu. Angeline mulai bersyukur dalam hati karena semua prasangkanya salah.   “Bu, kenalin, ini Non Angeline anak majikan, Bapak.” kata Mang Jarot kepada istrinya.   “Non, kenalkan, ini Jubaedah, istri saya.” kata Mang Jarot kepada Angeline.   Angeline pun bersikap sopan. Dirinya langsung menyodorkan tangan kepada istri dari Mang Jarot sambil tersenyum. Bagaimanapun, Angeline tahu kalau dirinya kini orang yang menumpang dan sudah seharusnya dirinya bersikap baik bila tidak mau diusir.   “Angeline, Bu.” kata Angeline.   Istri Mang Jarot atau Jubaedah melirik tangan tersebut namun dirinya langsung menjabat tangan Angeline, meski dalam pikirannya banyak sekali hal yang ingin ditanyakan, “Saya Jubaedah.” katanya.   “Ada apa ya, Pak. Kenapa Non Angeline sampai ke sini?” tanya Jubaedah kepada suaminya.   “Mulai hari ini dia akan tinggal sama kita.” kata Mang Jarot.   Mang Jarot memang berbahasa formal hanya kepada keluarga majikannya saja, sedangkan bila berbicara dengan keluarga atau orang lain, Mang Jarot biasa menggunakan bahasa sehari-hari.   “Apa?” seru Jubaedah seakan protes secara refleks. Mata Jubaedah yang sebelumnya tidak memperhatikan koper yang dibawa Angeline. Langsung menatap koper tersebut.   Angeline terkejut. Dirinya kini merasa ketakutan kalau dirinya harus pergi. Apalagi malam-malam. Dirinya benar-benar tidak tahu harus pergi ke mana lagi kalau sampai Jubaedah tidak menginginkan keberadaannya.   “Bu.. jaga suara ibu, Non Angeline jadi kaget.” kata Mang Jarot.   “Kita harus bicara, Pak!” seru Jubaedah.   Mang Jarot jadi kesal kepada istrinya namun dirinya sadar kalau dirinya memang seharusnya merundingkan ini semua dengan istrinya terlebih dahulu.   “Maaf ya, Non, saya tinggal dulu sebentar. Non, duduk dulu saja. Tunggu saya kembali.” kata Mang Jarot sambil menunjuk kursi yang ada tak jauh dari pintu.   Angeline mengangguk mengerti.   Lalu Mang Jarot dan istri pun langsung pergi masuk ke dalam rumah dan berunding dengan istrinya.   “Duh, kalau gue diusir gue harus pergi ke mana?” tanya Angeline pada dirinya sendiri.   Angeline mengusap kepalanya yang tidak sakit. Angeline bingung.   Tak lama kemudian, Mang Jarot keluar, Angeline langsung berdiri, dalam hati dirinya mulai mencemaskan apa yang akan dikatakan oleh Mang Jarot kepada dirinya.   “Ayo, Non, silakan masuk.” kata Mang Jarot sambil tersenyum.   “Terima kasih, Mang.” kata Angeline.   Angeline benar-benar tidak tahu lagi harus membalas kebaikan Mang Jarot dengan apa. Mang Jarot benar-benar orang yang baik.   Mang Jarotpun membawakan koper milik Angeline. Dan mereka pun masuk ke dalam.   Sesampainya di dalam rumah Mang Jarot, Angeline pun terkejut melihat salah satu temannya yang biasa di bully-nya di sekolah, yakni Cathy. Jujur Angeline tidak menyangka kalau Cathy adalah anak dari Mang Jarot. Karena dari nama Jarot dan Jubaedah saja Angeline mengira kalau nama anak mereka adalah Jejen, Juminten, Juleha atau semacamnya, sama sekalo bukan Catrina atau Cathy.   “Ngapain lo di rumah gue?” seru Cathy menatap Angeline dengan tatapan tidak bersahabat.   Lagi pula bagaimana Cathy bisa bersahabat dengan Angeline kalau Angeline sendiri adalah teman yang selalu membullynya di sekolah? Sikap Cathy sebetulnya sangatlah wajar, mengingat bagaimana parahnya perlakukan Angeline kepada Cathy.   Kenapa diantara semua cewek, harus Si Kucing sih yang jadi anaknya Mang Jarot? –batin Angeline.   “Lho, kalian saling kenal?” tanya Mang Jarot. “Rina kenal sama Non Angeline?” tanyanya lagi sambil menatap anaknya lalu menatap anak majikannya secara bergantian.   “Kami teman satu sekolah, Mang.” kata Angeline   Angeline tentu tidak mau kalau sampai Cathy mengatakan kepada orang tuanya kalau Angeline adalah orang yang selalu membullynya di sekolah. Kalau Cathy mengatakannya tentu saja, Angeline tidak akan diterima di rumah tersebut.   “Ck, teman.” kata Cathy sambil melipat tangan di d**a.   “Wah, ternyata teman sekolah. Alhamdulillah sekali kalau seperti itu. Kalau Non sudah kenal anak saya berarti saya tidak perlu memperkenalkan lagi.” kata Mang Jarot.   Angeline mengangguk. Cathy yang melihat senyuman Angeline kepada ayahnya langsung mencibirnya dalam hati, dan memasang raut ingin muntah.   Mang Jarwo memandang anaknya tajam, Rina yang takut akan tatapan ayahnya langsung diam saja.   “Mang, apa boleh kalau saya mengajak Cathy keluar sebentar?” tanya Angeline.   “Oh, tentu saja. Rina. Ikut sama Non Angeline sana.” kata Mang Jarot.   “Rina nggak mau, Bapak.” kata Cathy.   Namanya Catrina, di sekolah di panggil Cathy dan di rumah dipanggil Rina. Angeline mencoba menghapalnya dalam hati.   “Rina!” seru Mang Jarot.   Cathy yang merasa kesal langsung menghentakkan kaki dengan kesal dan langsung berjalan keluar.   “Saya keluar dulu ya, Mang.” kata Angeline.   “Silakan, Non.” kata Mang Jarot.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN