Bab 11

1834 Kata
Enam bulan berlalu semenjak pertemuan Rara dengan Annisa ibu kandung yang dirindukannya selama ini. Walau dia belum mengetahuinya, namun sebenarnya kontak batinnya begitu kuat. Sehingga ketika pertemuan pertama dengan Annisa, ada rasa damai, yang hadir dalam ruang harinya yang selama ini terasa kosong. Enam bulan telah berlalu, kekosongan itu kembali dirasakannya, bahkan kini lebih terasa sakit dari yang sebelumnya. Nomor hp yang disimpannya tak dapat dihubungi, karena ternyata nomer itu ada padanya karena hpnya tertinggal di kamar hotel, mau mencari alamat dimana dia tinggal, saat itu Rara lupa saking asiknya hingga lupa tanya alamat Rani Maharani itu. Kalau biasanya hanya ada kata berharap, tapi untuk kali ini berpisah dengan orang yang baru dikenalnya sangat berbeda. Ada rasa rindu, terasa ada sesuatu yang hilang dalam hati Rara. Selama hidup baru kali ini dia merasakan hal seperti ini. Karena ada sesuatu yang baru yang tidak pernah dirasakan sebelumnya dan buat Rara ini hal yang sangat menyakitkan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Maka dia ceritakan pada sang papa. Dengan memakai celana training pendek, atas tank top sport. Rara duduk di kursi dan kaki di atas meja. Bungkus Snack, bekas minuman kaleng berserakan. Sungguh pemandangan yang tak biasa di mata pak Soeryo Atmodjo. Diambilnya kursi, dan pak Suryo duduk disamping putrinya. Tak ada kata sedikitpun, dia hanya membelai rambut Rara setelah itu ikutan nimbrung. Dibukanya soda, namun ketika mau di teguk, sambil melotot Rara berkata : "Jangan yang itu pa!!,ini saja. Papa gak boleh minum minuman bersoda." Sang papa tau, pasti bakalan dilarang. Dan itu cara pak Soeryo untuk membuat putri cantiknya mau bicara ketika lagi suntuk. "Ini Snack buat papa, jangan yang mengandung kolesterol tinggi. Gak baik buat seusia papa." Sambungnya. Papa gak bisa menahan rasa ingin tertawanya. "Maaf nona dokter saya khilaf." Canda pak Soeryo. "Biasa banget papa ini." Kata Rara sambil pasang bibir monyong. Diturunkan kaki dari meja kemudian menariknya menuju tempat tidur. Seperti biasa putri cantiknya sukanya ngobrol sambil baringan. "Paaaa." "Heeeeeeeeem….apaaaaa?" Jawab papa Soeryo "Rara mau tanya serius sama papa." Disayanginya sang papa. "Papa pasti jawab dengan serius juga." Tenang, memandangi wajah Rara sambil membelai rambut Rara. "Aaaaaiiiiiiiis!!!". Dipukulnya pinggul papanya perlahan. Pak Soeryo meringis. "Maem yuk?" Ajak papa. "Males,pinginnya ngobrol semalaman sama papa." Jawabnya manja. "Siap tuan putri." Sambil mencubit hidung sang tuan putri Rara. "Papa ganti baju dulu biar bisa santai." Tepisnya "Lima menit.". Kata pak Soeryo. Kemudian bangkit menuju kamarnya. Sesaat setelah pak Soeryo kembali berbaring di samping Rara, dan Rara menjadikan tangan kiri papanya sebagai bantal. "Pa," "Hem." "Papa pernah kecewa, sakit hati, kangen, gelisah dalam waktu yang bersamaan gak." Tanya Rara dengan nada lembut perlahan. "Sebentar tak ingat-ingat dulu.". Kata pak Soeryo serius. "Kalau boleh tau nich itu kecewa tentang apa?". Lanjutnya. "Rara juga gak tau pa?. Tiba-tiba saja Rara merasakan itu.". Dengan nada sedikit lesu. "Okey, begini. Aktifitas terakhir sebelum Rara mengalami ini apa kira-kira yang membuat Rara bahagia,pokoknya yang membuat Rara nyaman ya semacam itu?" Tanya papa. Diceritakan semua hal yang membuatnya bahagia. Termasuk pertemuannya dengan Bu Rani Maharani, yang notabene adalah mama yang melahirkan dirinya, yang selama ini dinanti-nantikan. "Ada sih pa, tapi kejadiannya sudah lama banget. Heeeem. Papa inget gak Rara pernah cerita bertemu dengan mama waktu Rara pulang dari Paris waktu itu?" "Yang mana ya?... … sebentar papa ingat-ingat dulu." Sesaat pak Soeryo berpikir sejenak. "Oooo iya papa inget.. Kenapa?" “Enam bulan yang lalu, Rara ketemu sama dia, di sebuah hotel bahkan Rara sempat bersama Bu Rani Maharani selama seminggu menemani dia sampai dia pilih dari sakitnya, kami berdua sudah akrab. Rara menganggap dia mama sendiri, suatu hari dia pergi mendadak karena ada urusan penting sampai-saampaai hpnya tertinggal di kamar hotel, Rara gak bisa menghubungi dia karena hpnya tertinggal dan sekarang ada sama Rara, dan bodohnya Rara waktu itu lupa tanya alamatnya.. apa mungkin itu ya penyebabnya?" Papanya gak berani bohong takutnya nanti suatu saat sampai tau, dia bakal sakit hati dan bakalan menghapus kasih sayang yang selama ini dia berikan. "Coba ingat-ingat lagi kejadian mungkin ada yang lebih dari itu?" Tanya pak Soeryo. Malam mulai larut, namun sang papa berjanji menemaninya sampai sang putri terlelap. "Ah, besok saja akan Rara coba cari, sekarang sudah larut papa bobok saja, besok disambung lagi ya pa… met malem met bobo. N mimpi indah, tapi temenin Rara sampai ter….. ooo gak jadi dah papa bobo saja. Minta tolong pintunya Rara ya pa." Belum sampai papanya pergi, Rara sudah terlelap. Diselimuti lalu diciumnya kening putri tercinta. Lalu beranjak dan pergi ke kamarnya. Mendengar cerita dari putrinya, kembali pak Soeryo benar-benar gak bisa memejamkan mata. Pikirannya mengambang dan teringat kala itu Rara masih mulai mengenal bangku sekolah Taman Kanak Kanak. Sang Istri menemui dirinya. Meminta maaf dan bermaksud ingin kembali hidup bersama. "Maafkan aku pa, papa boleh tidak menerima mama, karena mama sudah menghianati papa." Kata Annisa kala itu. "Jangan memanggil aku papa, dan tolong jangan mendekati Rara. Dan aku tidak ingin melihat kamu, bukan karena tingkahmu, tapi aku tak ingin Rara tau bahwa mamanya pergi meninggalkannya karena lari dengan lelaki lain. Camkan itu." Kata Soeryo dengan nada lembut tanpa emosi sedikitpun. "Maafkan aku dan keputusanku." Sambungnya. Dan sejak saat itu Soeryo memang tak pernah melihatnya lagi. Sebaliknya Annisa, dia memang tak pernah menemui Rara dan Soeryo secara langsung, tapi setiap kali dia kangen sekali datang ke kota ini melihat perkembangan anaknya dari kejauhan. Dengan cara mengganti penampilannya. Karena sang Suami tak ingin anaknya sampai tau bahwa ibu yang melahirkan adalah seorang ibu yang tidak setia dan lari dengan lelaki lain dengan mengabaikan dan menelantarkan anak demi mengejar lelaki lain. Kata inilah yang membuat Annisa benar-benar tidak berani mendekati Rara. Dan kata ini pula yang menyiksa sepanjang hidupnya. Dan terngiang dalam ingatan setiap kali bermaksud memberanikan diri untuk mengakui kesalahan di depan anaknya, yaitu Rara. Yang lahir dengan nama Klaudy Rara Maharani Atmodjo. Namun ketika Annisa meninggalkannya, nama Maharani dihapus dan tidak tercatat di akta kelahiran Rara. ………………………… "Kehadiran Annisa beberapa bulan yang lalu sudah membuat Soeryo Atmodjo tidak tenang dan suatu saat nanti pasti bakal menjadi masalah besar. Dan dugaan itu benar-benar terjadi hari ini" Pikir Soeryo Atmodjo. Dia sudah mencari cara dan jalan keluar terbaik namun hingga kini belum ada titik terang. "Rara sudah dewasa, dan dia pasti bisa menentukan apa yang terbaik ketika dia bertemu dengan mama yang telah melahirkannya, tapi dia telah berbohong bahwa dia tak pernah bertemu dengan mamanya." Pikirnya. "Haruskah aku menemui Annisa?" “Haruskan aku ngomong terus terang?" "Pasti bakal kecewa kalau tau bahwa papanya sudah mengerti bahwa orang yang ditemuinya adalah mama Rara". Pikiran Soeryo benar-benar kalut. Sementara itu disisi lain dalam waktu yang bersamaan. Annisa dirawat di rumah sakit swasta, dan belum sadar akibat kecelakaan yang cukup fatal, yang membuatnya koma. Saat Rara baru saja membuka mata, hp bergetar dan bunyi berkali-kali karena, dia enggan untuk bangun diabaikannya suara itu. "Cantik, tuh hpnya bunyi dari tadi." "Males pa!!, Papa saja yang angkat, mungkin dari penggemar Rara." "Ya..betul, ini dengan siapa ya?" Cukup lama pembicaraan mereka. "Katanya dari kantor polisi. Orang yang kecelakaan punya nomor hp Rara, tapi gak ada identitas lain. Kemungkinan sudah diambil orang, atau dicuri." Kata papa sambil menyodorkan hp ke Rara. _______ Rara. Bergegas menuju rumah sakit yang diberitahukan.pak polisi itu. "Gak usah panik begitu, mandi saja dulu nanti kita kesana sama-sama." Mendengar kata itu, ia langsung tenang dan menuju ke kamar mandi. "Perjalanan kita cukup jauh, mending sarapan dulu takutnya papa pingsan di jalan kalau gak sarapan." Papanya memang pintar membujuk halus. Asal atas nama papa apapun dia lakukan. Karena bagi Rara sosok papa adalah segalanya "Papa pengen nambah nich siapa tau di rumah sakit jauh dari kantin biar papa gak sampai laper nanti, tapi temenin ya, Rara harus tambah juga ... kan gak enak kalau papa malem sendiri?". Rara hanya mengangguk sedikit malas. Pikirannya hanya satu yaitu mama si Rani Maharani. Selama perjalanan Rara tak banyak bicara, memang belum pasti bahwa ciri-ciri yang dikatakan polisi persis seperti yang dia kenal yaitu Bu Rani, karena menurut polisi dia ditemukan tanpa identitas apapun. yang ditemukan dalam saku hanya nomor hp itupun nomornya sudah buram kemungkinan besar sudah habis tercuci beberapa kali. Sedangkan iden titas lain tidak ditemukan. "Putri papa hari ini terlihat kusut banget." Kata pak Soeryo memecah keheningan namun Rara hanya tersenyum kecut. Sehingga pak Soeryo tak berani melanjutkan sapanya. "Tolong bukain air minum, papa haus.” Mendengar itu Rara langsung sigap. Dan dibukanya air mineral diberikannya kepada sang papa tercinta. "Kurangi dulu kecepatannya, baru minum." Kata Rara. "Biar gak ngantuk tolong bukain donk cemilan itu." Dibukanya wafer dan disuapi nya sang papa. "Fokus liat jalan biar Rara yang nyiapin papa dan gak usah noleh kesini liat jalan saja." Kata Rara. "Kita berhenti di supermarket biar Rara yang bawa mobilnya”. Mendengar putrinya mulai mau bicara, sang papa hatinya berbunga-bunga. Tiga jam lebih perjalanan hingga sampai di rumah sakit yang diinformasikan oleh polisi. Dan setelah dikonfirmasi dan ditemui di ruangan, ternyata benar bahwa itu adalah Bu Rani Maharani, ibu kandung yang menelantarkannya yaitu Annisa istri dari Soeryo Atmodjo. Kata dokter dia koma. Ditungguinya sang mama. "Papa harus cari hotel dekat sini biar gak terlalu jauh dari rumah sakit, Rara jaga Bu Rani ya, kalau ada apa-apa telepon papa." "Ya pa, papa langsung istirahat saja. Besok papa kesini kalau kondisi papa sudah membaik." Kata Rara. ……………… Pikiran pak Soeryo kalut. Kini diperhadapkan masalah baru, *Apa yang harus aku lakukan, agar masalah ini terselesaikan tanpa menyakiti hati Rara?" Pikirnya. "Seandainya waktu itu aku mengijinkan Annisa menemui anaknya bakal gak serumit ini." Pikirnya menghantui malam ini yang membuat dadanya terasa sesak. Soeryo memang sejak awal.menyadari dan tak menyalahkan siapapun, yang ada dalam pikirannya adalah bahwa ia tak mau sampai tau, bahwa dia dilahirkan dari rahim seorang ibu yang tega menelantarkan anak demi mengejar laki-laki lain, ia tak mau sampai anaknya membenci ibunya yang notabene seorang berpendidikan tinggi namun bermental seorang yang tega dan gak sayang terhadap anak kandungnya sendiri. ……. "Rara,minta dikirim apa, ini papa mau kesana." Tanya Soeryo dalam pembicaraan lewat telepon. "Gak pa, Rara gak lapar." Jawabnya singkat sedikit malas ngomong, tak seperti biasanya kalau sudah di depan papanya. "Anak papa itu kuat, tangguh, mandiri dan bisa mandi sendiri, perhatian sama papa tersayangnya, tidak mudah Menyerah dan." Belum selesai papa bicara, ia menjawab: “Iya…iya aaa…aaa…aaa..papa…aaa…aaa sayang. Rara bawain makanan kesukaan Rara, buah apel manalagi Malang ukuran besar jangan terlalu kecil, anggur hijau super dan minuman soda jangan merk lain yang kaleng terus satu lagi jeruk Mandarin. Oooo iya lupa bawain baju Rara sekaligus Daleman ya juga atas bawa, Rara kemarin lupa bawa he..heee..eee…heee… makaci pa..muuuaaach." Kedekatan sama sang papa sejak kecil tak berubah sampai hari ini, bahkan dulu saat mulai menginjak remaja papanya yang tau pertama kali menstruasi, dan papa pula yang memperhatikan dan kapan saat menjelang datang, bahkan papanya pula menyediakan dan membeli perlengkapan wanita untuk putri semata wayangnya. Sesibuk apapun pekerjaannya, memang Rara ada dalam hatinya setiap saat. Jadi gak heran sampai dewasa dia tetap terbuka dan saling terbuka. Hal itu pula yang dirasakan Rara, setiap kali ada yang mendekati dirinya dan bermaksud menjadikannya pacar juga papa pertama yang dapat cerita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN