22 - Orang Rumah Dan Kangen

2183 Kata
“Yaa… Masa engga jadi lagi kak?” protesnya saat mendengar ucapan seseorang di seberang sana, “Maafkan saya Callisa,hari ini adalah waktu kunjungan saya mengunjungi Abah saya. Itupun kunjungannya sebulan sekali,kalau saya lewatkan berarti akan berkunjung sebulan lagi,saya lupa makanya kemarin buat janji sama kamu. lusa bisa kan? Soalnya kalau besok,saya ada jadwal tarbiyah juga.” Wajah Callisa semakin tertekuk,padahal dia sudah sangat antusias untuk pergi kerumah Cahya,hapalannya juga sudah sangat ia hapal diluar kepala,surah Al-Fil. “Yaudah deh,engga papa. Yang paling penting semoga kakak bahagia bisa ketemu Ayah kakak. Titip salam juga untuk Ayah kak Cahya,salam dari Callisa dan ucapkan terimakasih padanya karena telah membesarkan kak Cahya dengan baik jadinya bisa ngajarin aku banyak agama,” tangannya yang tadinya sibuk memasukkan buku kedalam tas berukuran sedang terhenti,padahal pengen memperlihatkan buku barunya pada Cahya. “InsyaAllah,akan saya sampaikan. Untuk hapalan kamu,tambah saja ke Al-Humazah jadinya lusa nanti,kamu akan menyetor dua hapalan sekaligus. Bisa?” Callisa mengerjapkan matanya beberapa kali,dengan kaku menoleh ke kanan dan kiri. “Kayaknya belum bisa ya? Haha,tidak papa. Yaudah,kamu permantap saja hapalan surah Al-Filnya. Sudah dulu ya,soalnya saya akan berangkat. Assalamualaikum,Callisa.” “Waalaikumussalam,Kak Cahya.” Sambungan telepon terputus. Mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas,Callisa kembali menatanya di meja kerjanya. Lalu menggantung kembali tasnya ke gantungan khusus tasnya,padahal kemarin malam ia sengaja meminta Rakaf menemaninya keluar rumah ke toko buku demi membeli buku ini agar tau banyak soal agama,tapi malah tertunda. “Apa ayahnya Kak Cahya tinggalnya agak jauh ya? Kok ketemunya sebulan sekali mana pake kunjungan segala? Bukannya kunjungan sebulan sekali cuman ada di ranah pesantren? Berarti orangnya tinggal di pesantren dong? Masa iya guru di perketat juga kunjungannya? Udahlah,makin di pikirin makin pusing,” beginilah Callisa,suka sekali mencari sesuatu agar pusing sendiri. Atau bukan hanya Callisa tapi semua perempuan yang ada di dunia ini? Atau semua manusia? Callisa mengibaskan tangannya di udara pertanda bodoamat,tak sengaja melewati cermin melihat penampilannya yang sudah termasuk mode aman. Baju sepanjang pinggang terus lengannya berbentuk balon. Walaupun ada ketatnya sih,tapikan tertutup,iyakan? Celana kulot Panjang,namun agak ketat juga. tapi sudahlah,dandannya pagi ini sia-sia karena tidak jadi bertemu dengan Kak Cahya tersayang. Dengan malas menuju balkon,dari kejauhan ia bisa melihat ada Mba Deva dan Exa di halaman belakang sedang bermain. Hanya mereka berdua,entah kemana yang lainnya. “Mba Deva! Exa gantengku!” panggilnya ceria,ibu dan anak itu sontak mendongak menatap Callisa diatas sana. Exa tertawa dengan riang,membuat Callisa ikut tertawa saking gemasnya melihat keponakan tersayangnya. “Ayo kesini Tante Call!” bukan Exa yang memanggilnya akan tetapi Ratu yang mendadak datang entah darimana, “Engga mau,tante engga mau jadi pengasuh dadakan kamu.” balas Callisa dengan ledekan,dengan cepat masuk kedalam kamarnya,suara teriakan Ratu masih ia dengarkan dengan jelas. Palingan akan menangis merengek pada Deva karena tak berhasil meminta Callisa bermain dengannya. Merasa bosan dalam kamar,Callisa terburu-buru turun kebawah dengan mood baik,bersenandung pelan tapi baru belum sepenuhnya sampe di tangga bawah,suara percakapan kakaknya malah terdengar, “Kamu yakin adik tingkat kamu itu tidak akan mengungkit masalah keluargaku belasan tahun yang lalu? Aku bukannya tidak mempercayaimu dalam memilihkan seseorang untuk Callisa kita,hanya saja dia adalah anak supir Papi dulu,” “Reika,itu masa lalu. Sudah 14 tahun yang lalu,kita kesini untuk menghabiskan waktu dengan Callisa bukan malah mengungkit kisah lama.” Eh,ternyata emak-bapaknya Ratu yang berbincang dari tempat Callisa berdiri. “Kamu lupa dengan perkataan orang-orang? Masa lalu bisa saja menja-“ “Siapa sih? adik tingkatnya Kak Rasya,Kak Cahya dong?” potong Callisa sembari lanjut berjalan kearah para kakaknya. Rasya membalikkan badannya,”Bukan masalah penting. Loh? Kamu bukannya mau keluar ketemu Cahya,kok masih ada disini?” “Engga jadi,katanya mau pergi ketemu bapaknya. Kak Cahya lupa kalau hari ini itu waktu kunjungannya bertemu bapaknya,kayaknya bapaknya orang jauh ya kak? Mana ketemunya sebulan sekali pula. Udahlah,bukan urusanku. Aku mau ketemu Mba Deva,tadi aku liat dia ada di belakang.” Callisa pergi tanpa menanyakan percakapan kakaknya terlalu jauh,berlari kecil menuju halaman belakang. Seperginya adiknya,Reika menghembuskan napasnya berkali-kali,saling bertatapan dengan istrinya lalu tertawa dengan bersamaan,”Kayaknya bahas ginian bagusnya di rumah kita aja,” suara Reika membuat Rasya menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Serasa merahasiakan sesuatu yang besar padahal biasa saja,” “Mau makan siang disini?” “Disini aja,kamu telepon Ray dan Akaf untuk makan siang disini. Takutnya Mami datang lagi seperti kemarin,Callisa tidak memberitahu tapi pembantu tidak bisa berbohong,” Reika hanya mengidikkan bahunya tak peduli,menyusul Callisa ke halaman belakang melihat kebersamaan mereka semua. Reika tersenyum menatap bagaimana Callisa tertawa bermain dengan Ratu,Exa yang kegirangan juga Deva memantau dalam diam. “Mami mau sampai kapan menganggu keseharian Callisa disini? Callisa sudah bahagia dan nyaman berada diantara kami semua.” “Engga kok,Mami cuman mau dia berkembang. Masa adik kamu gitu terus sampe menikah? Mami mau dia menjadi perempuan yang bertanggungjawab dengan dirinya sendiri. Kamu mau manjain dia terus? Mami senang kok dia liat dia bahagia terus,masa mau begitu?” “Mami sebenarnya sayang anak atau tidak?” “Ih Reika,masa meragukan kasih sayang Mami sama Callisa? Dia anak perempuan Mami satu-satunya,anak cewek cantic pula. Bisa Mami bawa kemanapun tanpa takut dibalingin engga ada keturunan yang dibanggakan dalam kategori cantic.” “Terus,kenapa menganggu Callisa malah mengatainya beban?” “Itukan demi kebaikan Callisa juga,Reika sayang.” Percakapannya dengan Engki beberapa hari lalu membuat Reika terus mengarahkan pandangannya pada Callisa yang terus tertawa,ditambah dengan adanya Aydan yang sudah ia ijinkan datang melamar Callisa dalam diam,bisa dikatakan belum resmi. Cuman katanya butuh waktu sebentar,membicarakannya dengan Callisa. Maminya,Engkira. Maminya ini adalah perempuan yang sulit ditebak,kadang menjadi ibu yang menyenangkan kadang juga sangat menyebalkan. Mengenai dosen kesayangan Callisa,melihat gelagat Callisa yang terkesan biasa aja sepertinya Aydan belum membahasnya sama sekali padahal sudah hampir seminggu Aydan meminta ijin padanya untuk melamar Callisa. “Kayaknya lagi banyak pikiran,” Reika menoleh kesamping,menemukan Deva dan ada Exa di gendongannya. “Akaf cerita sama kamu tentang Aydan?” tanpa berpikir Panjang Deva mengangguk,suaminya memang sudah menceritakan tentang Aydan yang datang bertemu dengan tiga bersaudara itu. “Mas Akaf bilang,Kakak aja sampe bingung mau jawab saking pintarnya Aydan menemukan jawaban yang sesuai. Berpendidikan dan tau banyak agama adalah berpaduan yang pas,aku kirain hal kayak gitu cuman ada dalam n****+ eh tau-taunya beneran ada. Mas Akaf juga bilang kalau dia beneran tipe idealnya Callisa kita,” dengan suara lemah lembutnya Deva menjelaskan perbincangannya dengan Akaf beberapa waktu lalu. “Juga bahas soal keluarga Aydan apakah akan menerima Callisa kita yang kekurangan agama,kurasa itu cuman kekhawatiran yang tidak mendasar kak. Aku bukannya tidak menghargai kekhawatiran kak Reika,hanya saja mari percaya dengan pilihan Callisa,” tersenyum lembut,”Aku masuk kedalem dulu,kayaknya Kak Rasya sedang masak untuk makan siang,” menunduk sebentar barulah melewati kakak iparnya. Reika kembali menatap Ratu dan Callisa yang sedang bermain di ayunan,saling berlomba siapa yang paling tinggi namun sepertinya Callisa sengaja mengalah,membuat Ratu tertawa karena menang. Kakak mana yang tidak khawatir jika adiknya akan menikah? Atau ada lelaki yang akan meminangnya? Apalagi Callisa satu-satunya perempuan di keluarganya. “Tante Call kalah,ih kalah sama umur. Hahaha,” “Aunty kalah karena mengalah loh bukan karena beneran kalah,masa tidak mengalah pada anak kecil.” “Nyebelin banget,huaaa.” Terkadang yang membuat kita bahagia adalah keluarga kita sendiri,begitulah yang sedang Reika lihat antara Callisa dan Ratu didepan sana. *** “Liat ponsel mulu dek,para kakaknya ada disini malah fokus sama ponsel.” Callisa menatap Ray sebentar lalu kembali menatap ponselnya,pesan terakhirnya di room chat bernama Jodoh-ku belum terbaca sama sekali. Pak,liburan semeternya dimana? Seru banget ya Pak? “Palingan lagi mikirin Pak Aydan tersayang,” Rasya yang baru datang membawa sepiring buah-buahan langsung mengatakan alasan Callisa terus menatap ponselnya. Di tempatnya,Callisa bertepuk tangan heboh karena Rasya berhasil menebak kegalauannya hari ini. Akan tetapi itu hanya sebentar,karena Callisa kembali menatap nanar ponselnya dimana Pak Aydan terakhir membuka ponselnya adalah berhari-hari yang lalu. “Dek,Aydan tidak pernah membahas hal penting tentang tipe perempuannya begitu?” tanya Ray dengan pelan,matanya melirik Reika yang sejak tadi menyimak. “Pernah,maunya dapat perempuan yang tau agama tapi engga berlebihan juga katanya dia engga tau banyak juga soal agama. Terus mau dapat istri yang nutup aurat juga,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel sama sekali, “Engga ada niatan nutup aurat?” “Ohh soal itu,Pak Aydan pernah bahas katanya jangan pake jilbab karena dia takutnya pas dia nyakitin aku,aku malah lepas jilbab. Pokoknya Pak Aydan pengen aku pake jilbab atas keinginanku sendiri,pokoknya gitulah. Kenapa sih? Pak Aydan engga maksa kok,cuman garis besarnya aja.” Penjelasan Panjang lebar itu membuar Rakaf yang sejak tadi berusaha menidurkan anaknya tersenyum,apa yang Aydan katakan beberapa hari lalu memang benar adanya. Tanpa sadar Callisa belajar agama demi dirinya sendiri. “Cuman nanya aja,siapa tau kamu hapal banyak surah dan rajin shalat demi dia.” Callisa tertawa pelan,”Pak Aydan tau aku shalat aja engga,Pak Aydan engga pernah bahas soal hapal-hapal gitu. Udahlah,Reancy ajak video call,aku ke kamar dulu.” “Dek,masa kami disini kamu malah video call sama teman. Jangan-jangan hati Kamu sudah berpindah ke dia ya? Gimana kalau minta Rean untuk melamar kamu aja?” Merasa ucapan Ray benar,Callisa menolak video call dari Rean yang sudah kembali ke Paris. Duduk kembali di temapatnya tapi tak lama merebahkan kepalanya di paha kakaknya,Ray. Yang memang sejak tadi duduk bersila di sampingnya, “Bahas soal Rean,dia sejak dulu pengen nikah sama bule jadi jangan pernah sekalipun minta dia untuk melamarku. Kemarin katanya hubungannya kandas soalnya Rean katanya kurang kaya,yakali sekelas Rean kurang kaya. Dari ujung kepala sampai ujung kaki barang mahal semua,” mata Callisa berbinar saat melihat kata online yang ia tunggu sejak 2 harian ini. Jakarta. Callisa bangun dari rebahannya membuat Ray kaget juga,”Kenapa Dek?” tanyanya cepat, “Pak Aydan masih ada di Jakarta ternyata,aku kirain dia keluar kota. Ihh,chatku baru dibales setelah sekian purnama. Gengsian banget nih dosen,kalian tidak ada niatan lamaran Pak Aydan untuk aku gitu? Bayangin Pak Aydan jadi suamiku saja,senengnya minta ampun,”Callisa menatap Reika yang sedang memangku Ratu,keponakan perempuannya itu sedang membaca buku dongeng. Reika menggeleng sebagai jawaban,enggan melakukannya. Selanjutnya Callisa menatap Rakaf,Exa yang ada di gendongannya sudah tertidur lelap di bahunya. Rakaf tersenyum selama beberapa detik lalu menggeleng,kakak kedua Callisa itu tertawa barulah pamit menuju rumahnya untuk memulangkan Exa. Sejak 30 menit lalu,Deva sudah pulang untuk memasak makan malam. Yang terakhir Ray,”No!” Wajah Callisa berubah menjadi sedih,kembali berbaring posisinya sama seperti tadi. Jakarta bagian apa Pak? Senang banget kayaknya sampai-sampai tidak ada kabar selama hampir 2 mingguan lebih. Jangan-jangan bapak dah lamar perempuan lain? awas aja ya Pak,saya engga rela. Mengetiknya dengan cepat,Callisa mengirimnya dengan wajah tertekuk. “Kalau sehabis menikah,kamu mau tinggal dimana?” Pikiran Callisa teralihkan,”Hmm ikut suami dong,kalau misalnya nikah sama Pak Aydan berarti tinggal dirumah batunya. Katanya itu rumah peninggalan orangtuanya,rumahnya keliatan adem banget.” Jelasnya Panjang lebar dengan senyuman cerah,menatap kakak ketiganya dari tempat pembaringannya. “Kakak sama siapa dong?” “Ya sama istri kakak dong,makanya cari perempuan yang pas untuk kakak terus lamar. Jangan nunggu aku nikah terus,” bangun dari rebahannya,Callisa menatap Reika yang sejak tadi hanya memperhatikan keduanya. Callisa berpindah duduk disamping Reika. “Kak,jangan-jangan kak Ray belok lagi.” “Heh! Bisa-bisanya.” Sahut Ray dengan cepat, Reika tertawa pelan,tangan kanannya terulur mengusap kepala adiknya yang selalu ia anggap masih seumuran dengan Ratu. Callisa menjulurkan lidahnya mengejek Ray,menunduk dengan cepat saat ponselnya kembali berbunyi. Apa yang akan kamu lakukan jika itu memang benar? “Masa Pak Aydan mau melamar perempuan lain makanya engga ada kabar selama berhari-hari? Hey,aku sudah memperjuangkannya selama berbulan-bulan masa orang lain yang dapatin dia sih? aku tidak akan rela,engga rela ih!” Callisa meninggalkan ruang santai menuju dapur untuk mengambil minum. Ray dan Reika hanya saling menatap lalu menggelengkan kepalanya kompak,yang satunya mempersiapkan diri dan yang satunya lagi sedang menunggu tanpa kepastian. Callisa kembali dengan satu tangan memegang minuman terus tangan yang satunya memegang ponsel. Titip salam untuk kakak kamu. Belum sempat Callisa membalas pesan yang satunya,pesan baru kembali muncul. Pak,ingat dosa pak. Betewe Pak,memangnya bapak kenal kakak saya? Kok sampe titip salam segala sih. Duduk disamping Ray,”Kakak kenal atau pernah ketemu Pak Aydan tidak? Kok sampe titip salam segala sama kalian.” Herannya,tak mengalihkan tatapannya pada room chatnya Bersama Aydan. Ray ikut mengintip,”Jodohku? Ngarep banget dek jadi jodohnya Pak Aydan sampe-sampe nama kontaknya kayak gitu. Engga baik terlalu berharap sama manusia gitu,nanti kalau engga jadi malah menyakiti diri sendiri,” jawaban dari Callisa adalah dengusan kesal,menjauhkan ponselnya dari jangkuan Ray agar tak menganggunya. “Kemarin ka-“ “Pak Aydan sok misterius banget,asli! Masa bilangin aku kepoan? Kenapa malah mirip remaja gini sih? tau ah,sekalinya muncul malah nyebelin tapi ngangenin juga.” perkataan Reika tak terlanjutkan karena Callisa mendadak kesal. “Pengen ku blokir keknya,” gerutuannya terdengar lagi membuat Ratu yang sejak tadi membaca kini mendongak menatap tantenya. “Tante Call jangan marah-marah nanti oma bawa Tante pergi.” Ujarnya pelan,”Ratu engga mau Tante Call pergi.” Lanjutnya lalu kembali menunduk untuk membaca buku dongengnya. Callisa tertawa pelan,”Tenang,aku engga bakal kesana.” Sahutnya dan tertawa ngakak saat balasan Aydan kembali datang. Sudah ya,dosa saya sudah banyak. “Aneh memang,” ujarnya sambil tertawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN