49 - Hari Sibuk Masing-Masing

2123 Kata
“Untuk bab duanya masih memerlukan banyak revisi,kamu asal memasukkan padahal bab sebelumnya tidak saling terkait. Kemarin saya sudah mengatakan,sebelum memasukkan poin yang ini,”Aydan mengetukkan belpoinnya pada berlembar-lembar kertas dimeja itu,”Perhatikan dulu halaman sebelumnya,masa iya bagian A-nya bahas projectnya sedang berlangsung terus bagian B-nya sudah ke tahap dipakai oleh para karyawan? Kamu pikir masuk akal?” membuka penutup belpoinnya dan mencoret banyak kalimat. Mahasiswa yang ada di depannya hanya bisa pasrah,yang ada di otaknya pasti revisi habis-habisan setelah ini mana jadwal yang di targetkannya untuk sidang tinggal menghitung hari. “Kalau cara kerja kamu begini terus,saya menjamin kamu ikut sidang sekitar 3 bulan lagi.” Sebuah berita mengerikan yang pernah mahasiswa itu dengar selama semingguan ini sibuk bolak balik ke ruangan Aydan. “Lalu bagian B-nya Pak? Saya baiknya memberikan apa?” tanyanya was-was. “Kenapa tanya saya? Kamu sudah menentukan rumusan masalahmu dari berminggu-minggu lalu. Jadikan itu acuan dan tetap fokus untuk menyelesaikannya dengan baik,bukan malah memikirkan kapan ini selesai apalagi dengan target mau ikut sidang di akhir bulan,” Aydan mendorong pelan lembaran kertas itu ke hadapan mahasiswa laki-laki itu. “Menentukan target berarti kamu siap hasilnya akan berantakan,saya tekankan kamu harus bisa menyelesaikannya dan jangan lupa kuasai semua materinya. Bahas ini kembali dengan Bu Rasya,jangan lupakan rumusan masalahmu. Kamu pikir masuk akal saat baru memilih pohon apa yang akan di tanam terus selanjutnya sudah menikmati buahnya? Saya tau persis judulnya memang fokusnya ke kenyamanan karyawan dan menajemannya bagaimana,tapi setidaknya ada hal bagus yang bisa menambah nilai kamu,” ia mengantongi balpoinnya,tersenyum tipis. “Poin B-nya masukkan proses kantor itu dibuat,jangan semuanya setidaknya 50% saja. barulah poin C-nya kamu fokus ke tujuan awal. Paham?” mendengar hal itu,Mahasiswa bernama Aldansyah itu segera mencatatnya. Pak Aydan ini orangnya tak tertebak. “Kita ketemu lusa,sudah selesai.” “Baik Pak,terimakasih atas waktunya hari ini.” Aydan hanya membalas dengan anggukan tipis,membiarkan anak bimbingannya membereskan kertasnya lalu pergi. Selepas kepergiannya,Aydan mengistirahatkan tubuhnya yang terasa Lelah sekali,mana sekarang sudah jam 5 sore. Hari ini jadwalnya padat sekali. Dengan wajah lelahnya,Aydan berdiri mengambil beberapa berkas yang bertumpuk di meja kerjanya,tas jinjingnya barulah meninggalkan ruangan. Suasana kampus masih ramai,masih banyak mahasiswa yang sibuk berlalu Lalang atau memang sengaja tinggal sebentar berbincang dengan yang lainnya. Sepanjang Aydan berjalan menuju parkiran,Aydan mendapatkan sapaan sopan dan ucapan selamat sore. Setelah masuk kedalam mobilnya,bukannya langsung melajukannya. Aydan malah mengeluarkan buku dzikirnya,membacanya lebih dulu sebelum pulang takutnya waktu sorenya berlalu. Tadinya mau sehabis shalat ashar tapi ada beberapa mahasiswa yang datang,jadinya mengurus mereka dulu. Membacanya dengan tenang ditemani samar-samar suara tawa para mahasiswa yang berlalu di sekitarnya,atau teriakan pelan mereka yang saling memanggil. Mata Aydan memang sesekali mengarah kesana dengan punggung bersandar di belakang,tapi pikirannya sibuk bertasbih pada Allah,selalu utamakan waktu berdua dengan Allah agar Allah tak merasa terlupakan. Ya,Aydan menganggap Allah adalah sahabatnya. Orang yang bisa memberinya banyak hal termasuk takdir Aydan pasti ada di tangan-Nya. Sekitar 20 menitan kemudian,Aydan menyelesaikan dzikirnya,segera melaju pulang tapi tak langsung sampai rumahnya. Mampir di toko khusus bahan makanan,seperti sayur dan yang lainnya. Saat ini Aydan sibuk memilah bahan makanan mana yang harus ia beli,haruskah kangkung atau kacang Panjang? Pada akhirnya yang Aydan ambil adalah seikat kangkung lalu memasukkannya kedalam keranjangnya. “Kamu sudah melihatnya?” “Iya,kemarin di acara pengajian. Kan kita sudah lama menunggu update sosmednya tapi engga ada,eh sekalian ketemu orangnya humble banget,mau diajak foto sama siapa aja mau. Tau engga,dia juga udah pake jilbab loh,cantic banget pokoknya.” “Seorang Callisa pake jilbab?” “Engga percaya? Aku aja juga engga percaya andaikan engga liat sendiri beberapa hari lalu.” Niat Aydan ingin mengambil sekilo kentang terhenti,agak terusik dengan bisik-bisik dua perempuan tak jauh darinya. Aydan tidak salah dengarkan? Callisa yang sedang mereka bahas adalah Callisa yang akan di lamarnya di hari senin nanti. “Aslinya cantic banget,terus dia dengan senang hatinya menjawab semua pertanyaan orang. Dekat sama dia tuh insecure banget,pokoknya engga salah suka sama dia mah.” Tak mau pulang terlalu malam,Aydan mengambil bahan makanan yang ingin dibelinya dengan cepat. Membayarnya terburu-buru lalu masuk kedalam mobilnya,sesama kaumnya saja banyak yang menyukai Callisa lalu apa kabar dengan lawan jenisnya? Aydan tidak bisa membayangkannya bagaimana banyaknya laki-laki yang terpesona pada seorang Princess Callisa. Mengenyahkan semua pikiran tak menentu itu,Aydan melajukan mobilnya agar cepat sampai dirumah sepinya itu. Jam sebentar lagi masuk waktu maghrib,belum lagi macet sebelum sampai rumahnya. Jadinya sekitar setengah 7,Aydan baru bisa memarkirkan mobilnya di depan rumahnya. “Assalamu’alaina wa’alaa ibadillahish shoolihin.” Ujarnya saat masuk kedalam rumahnya,salam ini selalu Aydan katakan setiap kali kembali kerumahnya karena dalam rumah sedang kosong,kecuali ada orang di dalam maka Aydan akan mengucapkan salam umum seperti biasanya. Bergegas menyimpan bahan makanannya di meja makan lalu mandi,sebelumnya Aydan sudah mampir shalat di jalan jadi tidak akan terkejar waktu. Sehabis mandi dan berganti pakaian,seperti biasanya ia akan membaca Al-Quran sampai masuk waktu isya. Sehabis shalat isya,akan menata bahan makanan dibelinya sore tadi. Kalau masih sendiri ya begini,urusan dapur masih di lakukan sendiri. Habis menikah mungkin masih mengurus dapur tapi akan dibagi dua dengan istrinya nanti,bahas soal istri Aydan langsung terpikirkan satu nama. Princess Callisa. Merasa melupakan sesuatu,Aydan buru-buru ke kamarnya dan mengaktifkan ponselnya,sengaja dimatikan saat shalat magrib di jalan tadi. Ada banyak pesan yang masuk,termasuk kedua adiknya. Bukannya membuka pesan itu,Aydan malah membuka pesan dengan nama tak asing lagi. Princess Callisa. Bapak sudah pulang belum? Ada pesan sebelumnya,itupun dikirim sekitar kemarin malam. Assalamualaikum Pak Aydan. Maaf sebelumnya,tapi Papi dan Mamiku engga jadi pulang minggu ini soalnya ada urusan mendadak banget. Katanya bakal pulang minggu,insyaallah. Jadi bapak bisanya pas hari senin,maaf ya Pak. Membalas pesan Callisa dengan satu kata ‘Sudah’ setelahnya Aydan menyimpan ponselnya di meja makan. Kembali menata bahan makanan di kulkas,yang sebelumnya kosong kini dipenuhi dengan bahan makanan kembali. Mengambil dua butir telur dan satu daun bawang. Aydan menuju pantry untuk memasak dadakan,perutnya sudah lapar sekali. Jika sudah begini jalan keluarnya adalah omlet cepat ala Aydan. hanya mencampurkan telur dan daun bawang,penyedap rasa habis itu dimasak. Tidak cukup 7 menit,makanannya sudah tersedia di meja makan ditemani nasi hangat. Aydan kurang suka kalau nasinya dingin,tidak enak di lidahnya. Sehabis makanpun,Aydan harus mencuci alat makannya barulah selesai. Akan sibuk lagi dengan berlembar-lembar pekerjaan yang super duper banyak sekali. Ting. Niat Aydan ingin mengambil berkas malah beralih mengambil ponsel,wajah seriusnya perlahan berubah menjadi senyuman tipis. Lama-kelamaan ia tertawa kecil,ada dengan Callisa sebenarnya? “Astagfirullah,sadarlah Aydan.” gumamnya menyadarkan diri,membalas pesan itu dengan cepat lalu fokus memeriksa kerjaan. Ia dan Callisa belum ada hubungan apapun,mau sudah melamar sekalipun Aydan harus tetap menjaga jarak. Kecuali keduanya sudah sah menikah,beda lagi ceritanya. *** Pak,saya bingung taauu. Kok bapak minggu kemarin makin ganteng? Iya. Callisa berdecak sebal karena balasan pesannya hanya tiga huruf saja,itupun sangat kaku. Tak mau menganggu Aydan,Callisa beralih pada pemandangan malam diatas sana. Langit malam ini sangat indah dipenuhi bintang-bintang pertanda tidak aka nada hujan. Callisa sekarang ada di halaman belakang,berbaring malas di ayunan besar. Matanya memandang hamparan langit yang melebihi luasnya lautan. Tapi kenapa Ray sangat suka laut ya? Padahal menurut Callisa,lautan hanya berisi air saja. tapi kenapa juga Callisa harus capek-capek memikirkan sesuatu yang tidak penting dan bukan urusannya? Memiringkan badan,ia langsung menemukan pintu kaca. Didalam sana tepatnya di kursi santai ada Ray yang sibuk berkutat dengan laptop. Tak jauh dari Ray,ada Ratu yang sedang sibuk bermain dengan barbienya. Lalu kemana orangtua Ratu? Mereka berdua sedang menghadiri pesta klien katanya,makanya menitipkan Ratu disini. Sudah jam 8 lewat,tapi belum ada tanda-tanda mengantuk dari Ratu. Padahal pesan kakkanya tadi,baiknya Ratu tidur di jam 8 agar besok bangun pagi dan bisa ke sekolah. “Kak,Ratu belum ngantuk?” tanyanya dengan suara agak di besarkan. Didalam rumah,Ray menghentikan kerjaannya sebentar,memandang keponakannya. “Ratu sayang,sudah mau tidur?” balasannya adalah gelengan. Dan Ray tau Callisa juga melihat jawaban itu,di tempatnya Callisa mau tak mau bangun dari rebahan malasnya. Inipun masih menggunakan mukena sehabis shalat isya tadi,memakai sandal rumahan barulah mendekati keponakan perempuannya. “Keponakan cantikku,tidur sama Aunty yuk! Aunty bacain dongeng tentang seorang perempuan yang akhirnya bisa menemukan pangerannya.” Pancingnya,senyum Callisa mengembang saat Ratu mendekat padanya. Keduanya berjalan menuju kamar tamu,rebahan berdampingan. “Princessnya kayak tante Call?” tanya anak itu. “Hmm mirip engga ya?” jahilnya sambari memasang selimut untuk mereka berdua. “Atau wajah Princessnya beda?” “Namanya Marsha. Marsha ini suka sekali ambil air di dermaga,terus di kemudian hari Marsha menemukan ikan kecil yang mungil banget. Marsha bingung,ikannya mau diapakan kalau mau dimakan tidak akan kenyang kalau di buang sayang banget soalnya kan Marsha sudah capek-capek cari ikan sehabis ambil air tadi,” ceritanya,ini hanyalah cerita asal-asalan Callisa. Poin pentingnya adalah Ratu harus tidur. “Setelah lama berpikir,akhirnya Marsha membawa ikan ini kerumah kecilnya. Rumahnya sangat kecil,terus tinggalnya di lereng gunung hutan terdalam. Hanya segilintir orang yang bisa kesana,tapi Marsha harus tinggal disana. Sebelumnya bareng neneknya,tapi neneknya sudah lama meninggal.” Callisa dengan sayang mengelus rambutnya,si Ratu ini. “Ada keanehan,setiap kali Marsha pulang. Tanamannya yang di tanam samping rumah tambah subur dan berbuah cepat. Yang buat Marsha heran adalah kok bisa baru di tanam hari ini sudah berbuah? Terus pintu rumah kecilnya juga jadi bagus,padahal sebelum berangkat Marsha ingat betul pintunya sebentar lagi roboh,” Callisa berusaha membuat nada suaranya seakan antusias,sejak bercerita ia tak memandang Ratu. Tapi ke arah jendela. “Jangan-Jangan ikannya yang bantuin Marsha,Tante Call.” Sahut Ratu dengan suara lemah,Callisa tau Ratu mulai mengantuk. “Ini terjadi selama 6 bulan lamanya,Marsha jadi sering ke kota dengan jarak jauh sekali. Ke kota untuk menjual hasil kebunnya,namun suatu hari saat Marsha sudah mendekati rumahnya. Ia melihat ada orang asing di lahan kebunnya,sedang mencangkul dan menyiraminya. Marsha kaget,siapa orang itu. Kok bi-“ ucapan Callisa terhenti saat menunduk menatap Ratu,sudah tidur padahal 2 menit lalu masih menebak. Callisa dengan gerakan pelan turun dari ranjang,memperbaiki posisi selimutnya barulah keluar dari sana. Kakaknya masih di tempat yang sama,suara ketikan berasal dari keyboard terdengar dengan sangat jelas. “Ratu sudah tidur?” suara Ray menggema. “Udah,semenit yang lalu.” Jawabnya jujur,kembali ke ayunan ranjang,berbaring malas sambil bermain ponsel. Berharap ada pesan dari Aydan tapi kosong. “Masuk Dek,dingin.” “Engga mau,masih mau disini.” Tolaknya,”Kan ada selimut juga.” memperlihatkan selimut tebal dimana Ray sendirilah yang menyimpannya disana. Ray bahkan sesekali bermalam disana,setelah memastikan cuaca aman,tidak akan ada hujan. Tapikan ada atap kaca diatas ranjangnya,entahlah bagaimana konsepnya. “Kerjasamanya dengan klien Kak Rakaf gimana? Berjalan lancar?” “Engga mau bahas kerjaan dirumah,kerjaan ya di tempatnya dong bukan dibawah kerumah segala. Padahal aku sudah berkali-kali bilang tapi kak Ray keras kepala banget. Mending nikahnya sama kerjaan itu aja,bakal aku restuin kok,” Ray meringis pelan mendengar omelan dadakan itu,memang Ray yang salah sih. “Eh sebentar,tadi sore di butik ada perempuan cantic dengan pakaian tomboynya datang. Katanya ini rekomendasi dari kak Ray. Hayolah! Itu perempuan yang kakak suka kan? Widih,kakak ternyata Sukanya modelan perempuan kayak gitu? Pas aku tanya kegiatannya apaan,katanya penyanyi jalanan juga penyanyi di restoran. Hahaha.” Callisa bangun dengan cepat membuat ayunan itu bergerak beberapa kali. Duduk bersila dan menopang dagunya,Callisa menatap lurus ke arah Ray. “Kok diem? Berarti tebakanku benar dong? Haha,Kakakku ternyata Sukanya sama perempuan agak wow ya?” “Agak wow?” “Haha,benar ternyata,haha.” Callisa tertawa sendirian di ayunan ditemani ayunan itu terus saja bergerak karena gerakannya. Perempuan yang tadi datang ke tempatnya adalah perempuan dengan penampilan aneh,memakai rok selutut tapi ditemani legging sampai mata kaki. Pake baju kaos ditemani jaket kulit. Rambutnya di kepang dua,ada kalung berliontin bintang laut di lehernya. Punya lesung pipit juga,jadinya cantic pas tersenyum. Alisnya tebal,pipinya tirus. Pokoknya punya ciri khas tersendiri. Tak ada tanggapan dari Ray,lagian Ray beberapa hari ini memang sering bertemu dengan perempuan itu. Tapi karena agak risih dengan penampilan acak-acakannya jadi Ray memberikan alamat butik Callisa,meminta perempuan itu memilih baju yang pas. Callisa meredakan tawanya dengan susah payah,tak mau menganggu kakaknya terlalu berlebihan. Ada baiknya Callisa meneruskan hapalannya. Ya,sampai sekarang Callisa masih menghapal sejak tadi membuka Al-Qur’an digital. Menghapal di suasana speerti ini akan membuatnya cepat hapal,ditemani angina sepoy-sepoy. “Dek,” “Hmm.” Sahutnya. “Menurutmu dia bagaimana?” Callisa kembali menatap kakaknya,wajah kebingungan Ray sangat jelas terlihat. Berarti Ray dan perempuan entah siapa Namanya itu belum jauh,masih ke tahap sama-sama kebetulan. Pertemuan dadakan mungkin atau ada terjadi diantara mereka. “Aku suka,dia lucu. Cara bicaranya hampir sama dengan aku tapi mungkin dia lebih diatas deh. Pake lo-gue,khas anak bebas.” Jujurnya,tak lupa tersenyum. Inilah Callisa,mau sedekat apapun semua kakaknya pada perempuan maka penilaian Callisa adalah poin pentingnya. Mau sesuka apapun mereka pada perempuan itu atau mau sejauah apapun ketertarikannya pada perempuan itu,jika Callisa tidak suka maka mereka memilih mundur. Diatas cinta mereka yaitu Ray,Rei dan Rakaf. Masih ada Callisa yang mereka utamakan,Callisa adalah utamanya. Jika Callisa menyukaimu maka kamu akan diperjuangkan,itulah prinsip tiga bersaudara itu.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN