20 - Utama Di Deravendra

2202 Kata
“Ngapain Dek?” Callisa tak menjawab,matanya tetap fokus pada layar ponselnya,sedang menonton toturial cara mengenakan pashmina. Bukan jilbab tapi pashmina kecil ituloh. Pokoknya Callisa sedang menonton bagaimana caranya tapi minatnya mengenakan jilbab belum ada,hanya sekedar menonton saja. “Di kacangin,” Dengan malas Callisa menjeda acara menontonnya siang ini beralih menatap kakaknya yang entah kenapa semingguan ini kurang kerjaan lagi. Padahal minggu-minggu kemarin melihat kakaknya saja dalam sehari tidak pernah eh minggu ini berbeda lagi. Sayang sekali ya? Padahal Callisa berharap hari ini dan seterusnya kakaknya tetap sibuk dengan dunianya. “Cari pacar napa kak,gangguin adiknya mulu. Mami tuh minta cucu dari kak Ray bukan minta kak Ray mondar mandir periksa keadaanku dirumah,kek bocah tau.” Dumelnya,berdiri dari duduk malasnya lalu meninggalkan ruang santai menuju ruang makan. Berniat makan tapi berdecak kesal saat kakaknya tetap mengikutinya. “Apasih! Kok kesini,” kesalnya,menatap Ray dengan tatapan permusuhan. Raymond tertawa pelan,menjawil hidung adiknya lalu duduk disamping Callisa. Sebenarnya hari ini ia ada pekerjaan banyak sekali tapi khawatir Callisa akan kesepian jika tak ada yang menemani. Takutnya Mami-nya datang kemari membujuk Callisa ke paris. Ray tidak akan pernah membiarkan adik tersayangnya meninggalkannya. Senyuman Callisa adalah penyemangat tersendiri untuk Raymond,semua yang berhubungan dengan Callisa adalah prioritas utamanya. Sedang pekerjaan adalah nomor sekian,sembari Callisa kembali sibuk dengan tontonanya Ray menatapnya dengan senyum mengembang. Dia adalah utama dalam keluarga Deravendra. “Jangan-jangan Kak Ray suka sama aku ya? Makanya engga mau punya pacar dan lamar perempuan? Ih jangan kak,aku engga mau tanggung jawab lagian kita saudara kandung. Haram hukumnya menikah dengan saudara kandung tau,aku sudah belajar agama dengan Kak Cahya.” Ray tertawa mendengarnya,baginya Callisa masih umur 8 tahun. Anak yang selalu datang padanya dengan wajah cemberut lalu merengek ditemani bermain setiap kali Ray pulang sekolah,memaksanya bermain barbie hingga sore hari atau Callisa akan mengurung dirinya didalam kamar karena keinginannya tak dituruti sama sekali. “Eh kak,ini modelnya bagus engga ya?” ia melihat layar ponsel Callisa, “Hm mungkin tidak cocok dengan bentuk wajah kamu. yang jadi model kan bentuk wajahnya oval dan pipinya chubby. Sedang kamu? agak memanjang gitu di bagian dagu,beda kan? Coba cari sesuai dengan bentuk wajah kamu baru benar,” terlihat Callisa menganggukkan kepalanya beberapa kali,memeluk Ray singkat lalu kembali fokus pada ponselnya. “Memangnya sudah siap pake jilbabnya?” dengan cepat Callisa menggeleng, “Terus? Kenapa nonton gituan?” “Kata Kak Cahya,aku harus bisa nonton ginian sesekali biar minat makin ada. Cuman aku masih ragu kak,masih sayang sama rambutku yang cantic dan terawat ini.” Ray memperhatikan bagaimana antusiasnya adiknya menceritakan tentang ketertarikannya dalam islam,sebenarnya ada juga yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini. Dan saudaranya yang lain juga merasakan hal yang sama dengan Ray,sulitkah? “Kakak keluar dulu,kamu kalau mau keluar jangan lupa kasi kabar,” memeluk adiknya dengan sayang barulah meninggalkan Callisa di ruang makan sendirian. Ada banyak pekerjaan yang harus Ray urus,ini saja hanya mencuri waktu demi memantau Callisa atau setidaknya berbincang dengannya sebentar. Saat langkah kaki kakaknya tak terdengar lagi Callisa menyimpan ponselnya,menempelkan pipinya di meja makan lalu merenung. Apa ada yang kakaknya sembunyikan? Kenapa matanya menyorotkan kekhawatiran yang mendalam? Ais! Callisa benci berpikir keras seperti ini. Masih dengan posisi yang sama,Callisa mengambil ponselnya menatap room pesannya dengan Aydan. pesannya sengaja tidak ia balas saat membahas tentang Siti Aisyah dan Nabi Muhammad SAW,Callisa hanya tau sedikit tentang Siti Aisyah tapi kata Kak Cahya itu sudah lebih dari cukup untuk pengetahuan dasar saja. Kenapa belajar agama penting? Lihatlah keradoman Callisa dalam mencari pertanyaan di internet,bukannya mencari tau tentang surah selanjutnya yang akan di hapal,Callisa malah menanyakan apakah penting atau tidak. Banyak sekali ya? Ada banyak jawaban yang muncul tapi Callisa malas membacanya,hanya sekilas setelahnya keluar. Negara pertama yang memunculkan islam? Ada banyak jawaban yang bermunculan,Callisa menutup matanya bukan membacanya. Pikirannya makin tidak bisa tenang mengingat ekspresi yang kakaknya perlihatkan tadi. Jadi manusia begini ya? Suka sekali memikirkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya,mungkin ini sebabnya membuat rencana mereka tertunda dan akhirnya tidak nyata sama sekali. Membuka matanya kembali,Callisa berdecak kesal melihat jawaban atau artikel yang bermuculan. Padahal yang ia tanyakan negara mana namun yang muncul berhubungan dengan Indonesia semua,dimana muncullah pokoknya Indonesia semua. Callisa meninggalkan ponselnya dimeja makan tapi mengambilnya dengan cepat saat berbunyi,sayangnya berharap itu memang sangat tidak baik sekali. Berharapnya Aydan yang mengirimkan pesan tapi yang datang malah pesan kakak iparnya yang menanyakan apakah Callisa sudah makan atau belum,memangnya Callisa anak kecil yang harus diingatkan makan? Mba Deva Dek,sudah makan belum? Kalau belum kerumah Mba aja ya,Mba habis masak makanan kesukaan kamu. “Bilang aja minta aku kesana,bukan malah basa-basi menanyakan udah makan atau belum.” Dumelnya kesal,memasang wajah nelangsa. Berharap Aydan kirim pesan lagi boleh engga sih? padahal Callisa berharap Aydan kirim pesan menanyakan mengapa Callisa tidak membalas pesannya,menayakan apakah Callisa memang mendambakan lelaki seperti Nabi Muhammad SAW? Apa dosen menyebalkan itu tak penasaran sama sekali mengenai tipe lelaki Callisa? “Tapikan untuk apa Pak Aydan menanyakannya kalau dia aja sudah tau semua tipeku ada di dia,” aduh Princess Callisa makin merana kalau begini,puyeng memikirkan jodoh yang tak kunjung melamar. Jodoh sudah ada namun jodohnya itu loh,lamar dong Pak Dosen. “Makin kesini kok aku makin paham kenapa Allah maunya manusia percaya sama Dia aja? Atau berharapnya sama Dia aja? Ya soalnya rasanya memang semerana ini. Bayangin kalau aku merana terus aku mengabaikan semua kepentinganku? Yang harusnya mandi malah mager,yang harusnya makan malah males. Yang harusnya balas pesan kakaknya malah diabaikan,berharap dengan manusia melalaikan diri sendiri bukan? Duh,sadar banget aku ya.” Callisa menggelengkan kepalanya saking tidak percayanya,ponselnya yang kembali berbunyi membuat Callisa dengan cepat menatap layar. Lagi dan lagi,berharap memang hanya sekedar harapan semata dan resiko punya kakak banyak ya begini,apa-apa harus di pantau. Kak Reika Jangan mager mandinya,Bibi kasi tau kakak kalau jam segini kamu belum mandi. “Bi! Kenapa harus kasi tau si posesif sih? masa mandi harus di pantau juga?” kesal Callisa dengan suara agak di besarkan sedikit,Bibi yang sejak tadi sibuk di balik dapur hanya menunduk dengan senyumannya. Sekali lagi,Callisa hanya membacanya dan tak membalasnya sama sekali. Ada pesan lagi yang masuk,membuat mata Callisa dengan semangat menatap bar pesan. Suara decakan kesalnya terdengar lagi,”Kenapa mereka mendadak kayak pengangguran sih? bibi jangan lapor-lapor dong kan engga seru. Tadi ingetin makan,terus ingetin mandi,ini apaan coba? Sekarang ingetin untuk jangan marah-marah? Bibi mending pulang kerumah Mami aja deh.” Dengan kesal Callisa berdiri dan menyeret kakinya menuju kamarnya. “Non,anda belum makan.” “Bodoamat Bi,bodoamat. Aku kesal sama Bibi,kerjaannya lapor-lapor mulu mana semua kakakku posesif semua. Liat mereka kirim pesan lagi minta aku makanlah,mandilah,jangan marah-marahlah,yang semangatlah. Aku kayak punya banyak pacar candangan kalau begini sedang pacar utama tetap acuh,malang sekali nasibmu Callisa.” Sembari naik kekamarnya,Callisa terus menggerutu marah,semua orang membuatnya marah. Masuk kedalam kamar,Callisa melempar ponselnya ke ranjang lalu menuju kamar mandi. Walaupun menanggapi pesan kakaknya dengan dumelan tapi Callisa tetap menurutinya. Sehabis mandi dan dandan malas,Callisa berlari kecil turun kebawah mendapati Mba Deva yang sedang menggendong Exas,putra pertamanya. “Mba pikir kamu tidur,” “Mana bisa,aku duduk santai di ruang makan aja semua pesan dari kalian terus masuk tanpa henti.” Ditempatnya,Deva tertawa pelan. “Kan kami semua sayang sama kamu,Callisa. Mba masih inget loh sebelum Mas Akaf lamar Mba,Mba harus bisa akrab sama kamu dulu dan buat kamu nyaman sama Mba,syarat utamanya kalau memang Mba pengen banget nikah sama Mas Akaf ya dapat restu kamu.” Callisa memutar bola matanya malas,semua kakaknya memang sangat berlebihan. “Tapi dari waktu ke waktu akhirnya Mba paham,yuk kerumah untuk makan.” Callisa mengikuti Mba Deva dari belakang,sesekali menunduk menatap ponselnya siapa tau ada pesan dari yang lainnya. Saat ini Aydan belum tau liburan dimana,inipun masih dalam mode libur semester. 3 bulan kan? Sedang hari yang berlalu baru sekitaran 15 hari. Boleh kangen Pak Aydan engga sih? Callisa sudah terbiasa ngapelin Aydan tiap hari. Ini pertama kalinya tidak melihat Aydan selama ini. Kan semester lalu belum kenal,baru kenal sehabis liburan Panjang para mahasiswa yang sedang memperjuangkanm gelar itu. Aydan Athallah,dimana kamu? jangan sampai kamu menikah diam-diam dengan seseorang. “Dek,memikirkan apa disana? Kan disana panas,apa tidak papa?” Callisa mengerjapkan matanya,baru sadar ia berdiri ditengah jalan dibawah terik matahari. Dengan cepat Callisa berlari kearah rumah kakaknya yang memang sangat dekat dengan rumahnya,Exas yang ada di gendongan Deva tertawa melihat Callisa berlari. “Duh ponakan gantengku nertawain aku lagi,lucu ya? Suka banget liat Tantenya merana.” Deva hanya tersenyum melihat interaksi keduanya,masuk kedalam rumah lebih dulu barulah Callisa menyusul. Tentu keduanya langsung menuju meja makan,disana sudah banyak makanan yang tersedia membuat mood Callisa kembali dengan cepat. Lupakan soal Aydan sejenak,mari mengisi perut agar ada tenaga dalam memikirkan dimana Aydan liburan. *** “Malaikat yang bertugas memberikan rezeki pada semua makhluk bumi adalah malaikat Mikail,” Callisa menunduk menatap catatannya,ini bukan perintah Kak Cahya akan tetapi atas keinginan Callisa sendiri. Ia ingin mengetahui banyak hal tentang makhluk-makhluk Allah. Sambil menghapal Callisa juga mondar mandir dari timur ke barat dengan adanya buku pink di tangannya,dimana Callisa sekarang? Sedang berada di halaman belakang. Harusnya sih keluar belanja baju dan sepatu tapi sudahlah,ada baiknya Callisa menghapal agar ilmunya makin bertambah. “Princess-nya Mami! Kamu dimana?” Callisa hanya menatap pintu kaca lalu kembali melanjutkan hapalannya pagi ini,malas menjawab panggilan Maminya yang kadang tidak bermanfaat. Jangan katakan Callisa tidak punya rasa hormat pada orangtua,karena Mamiya itu… Sudahlah,Callisa malas membahasnya. “Terus malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala pada hari kiamat,” Callisa mengulangnya beberapa kali,membalikkan badannya saat langkah kaki menuju tempatnya. “Sayangnya Mami,cantikku.” Tak mau membuat mood Maminya menurun,Callisa membentangkan tangannya lalu berpelukan erat dengan Mami tersayangnya. “Mami habis nyalon?” tanyanya saat pelukannya terlepas. “Iya,mau ngajak kamu tapi Rei ngelarang Mami ajak kamu. dih,kamu dendam banget sih sama Mami sampe-sampe semua anak-anak Mami berpihaknya sama kamu bukan sama emaknya? Ngaku kamu?” Callisa mengibaskan tangannya di udara,drama! Maminya adalah Ratu drama. “Ray sama Akaf juga bakal ngamuk kalau tau Mami disini. Princessku sayang,duh kamu kloningnya Mami banget sihm,gemes deh.” Percayalah,mode Maminya yang ini akan hilang saat berhadapan dengan banyak kolega bisnis. Akan berubah menjadi tegas,ini cuman mood bagus aja. “Mami kenapa kesini?” tanyanya dengan malas,memaksa tersenyum. “Yang acara arisan kemarin-kemarin itu loh,banyak teman Mami yang kagum banget sama kamu katanya Mami beruntung banget punya anak kayak kamu,duh! Princess Mami,engga sia-sia Mami kasi kamu nama itu,beneran jadi Princess kayak di kartun.” Sekali lagi Callisa memaksa senyumannya, “Mami punya kriteria mantu cowok endak?” Engki,Mami Callisa mengerutkan keningnya bingung. “Cowok kamu miskin banget ya?” “Mami ih! Aku nanya kok malah nanya balik.” “Engga tau,Mami kasi penilaian kalau sudah ketemu.” Iya juga ya,Maminya tipikal orang malas mikir. Tidak seperti Papi-nya yang sangat mengandalkan kasta,walaupun ada para kakaknya tapikan semua anak yang mau menikah membutuhkan restu dari yang Namanya keluarga terutama sosok orangtua,eh memangnya Aydan mau melamar dan menikahimu Callisa? Merana sekali. “Princess,Ganteng engga?” bisik Engki pada putrinya. “Aku mana mau sama dia kalau endak ganteng,teman ngajarnya Kak Rasya loh. Eh Mami tidak kangen dengan Exa? Cucu Mami yang gantengnya maksimal itu?” “Eh iya,Mami kesana dulu sayangku. Mami takut ketahuan kakak-kakakmu,” Saling berpelukan dengan ibu tersayangnya,barulah melambaikan tangannya mengiringi kepergian sang Mami. Callisa memilih duduk di ayunan,menatap kosong kearah tanamana yang sengaja Callisa beli saat rumah ini dibeli. “Apakah menyenangkan bisa menikah dengan orang yang dicintai?” bisik Callisa pada dirinya sendiri. Menghela napas pelan,ia kembali melanjutkan hapalannya. “MaIaikat Munkar bertugas menanyai manusia yang melakukan keburukan di alam kubur dan malaikat Nakir bertugas menanyai manusia yang melakukan kebaikan di alam kubur,” sembari terus menghapal,Callisa sesekali menatap pintu kaca yang terbuka lebar. Berharap memang perasaan yang tidak pernah terlepas dari diri manusia,mau seberusaha apapun Callisa mengenyakan perasaan itu tapi tetap ada. Sejak tadi Callisa berharap ada pesan dari Aydan atau setidaknya ada yang memberinya kabar dimana Aydan sekarang. Banyak yang berpikir menyukai dalam diam itu menyenangkan tapi tidak semudah itu melakukannya,butuh pengorbanan besar dalam mempertahankannya. 15 hari,Callisa menunggu kabar dimana Aydan selama 15 hari lamanya. Bagaimana jika Aydan menikah dengan perempuan lain? bagaimana jika saat pulang nanti Aydan malah membawa perempuan lain bersamanya lalu membuat harapan Callisa jatuh sejatuh-jatuhnya. Dunia harapan memang aneh,namun Callisa tidak mau berhenti melakukannya. “Dek,Mami ada dirumah Mba Deva. Tadi Mami kesini tidak?” mengalihkan tatapannya dari bukunya,Callisa menatap kakak pertamanya,dan Reika baru saja pulang liburan beberapa hari yang lalu. “Tidak kak,sejak tadi aku disini malahan baru tau kalau Mami ada disana.” Dan untuk pertama kalinya,Callisa memainkan drama diantara banyaknya hal yang ia pikirkan. “Baiklah,lanjutkan belajarnya.” Tersenyum menanggapinya,barulah kakaknya meninggalkannya. Callisa menyandarkan kepalanya pada pegangan ayunan,tanpa sadar menangis dalam diam. “Kenapa mencintai harus sesulit ini,Ya Allah.” Lirihnya. Dan dari kejauhan,tanpa Callisa sadari masih ada kakaknya yang menatapnya dengan tatapan khawatir. Bukan hanya Reika tapi ada Raymond juga sedang Akaf belum datang. Keduanya saling berpandangan lalu menghela napas secara bersamaan. “Kayaknya memang sudah sepantasnya kak,lagian Aydan sudah menemui kita bertiga meminta Callisa dan menunjukkan perasaannya pada Callisa. Kita hanya perlu memberikan jawaban atas iya atau tidak,apakah Aydan kita izinkan menemui Papi ataukah menolaknya,” ujar Ray. “Kakak mengatakan ya.” Raymond tersenyum mendengar jawaban Reika,bagi mereka bertiga kebahagiaan Callisa adalah yang paling utama. Maka mereka akan mengizinkan Aydan menemui Papinya untuk melamar Callisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN