41 - Bercerita Bersama Mereka

2156 Kata
“Jadi kamu sudah pake jilbab,sehari setelah berada disana?” dengan cepat Callisa mengangguk menjawab pertanyaan dari Rasya. “Kok engga bilang? Kita beberapa kali video call juga kayaknya.” Herannya, Callisa hanya tertawa,memakan sarapan yang 3 menit lalu Rasya siapkan untuknya,jangan tanyakan dimana para kakaknya karena sejak tadi masih ada Ray disamping kanannya dan Reika disamping kirinya. Selurus dengannya ada Rakaf juga selalu tersenyum menatap sang adik. Sungguh,mereka semua berlebihan dalam menanggapi kedatangan Callisa kali ini,mana mereka semua membatalkan keberangkatannya ke kantor katanya mau menghabiskan waktunya Bersama Callisa. “Ayolah,aku maunya kalian berangkat kerja semua. Lagian habis ini aku Cuman mau beberes barang dan istirahat habis perjalanan Panjang. Masih setengah 9,sana gih berangkat kerja,” usirnya,menoleh menatap ketiga kakaknya yang langsung dibalas gelengan. Berdecak sebal,”Kalian kok malah nyebelin sih? kerja sana,aku bakal ngambek kalau kalian engga berangkat kerja. Oh iya,jangan kasi tau Mami dulu kalau Callisa udah pulang soalnya belum mau dengerin protesannya mengenai penampilan aku yang sekarang,” Callisa mengajukan sendok makannya kearah kakaknya satu persatu pertanda ancaman. Kembali makan tanpa merasa risih sama sekali,coba saja orang lain yang berada di posisinya mungkin sudah gugup ditatap terus menerus. Ya Callisa gituloh,sudah terbiasa jadi pusat perhatian ini mah. Mau ditatap seribu orang pas lagi makan juga tidak akan berpengaruh pada mood makannya. “Libur sehari engga papalah dek,aku pengen liatin kamu terus tau engga.” Sahut Ray,sampai sekarang ia masih menganggap kedatangan Callisa juga penampilannya adalah mimpi baginya. “Hari ini kakak akan meliburkan diri dulu,besok akan kembali bekerja.” Reika yang paling tua juga ikutan membuat Callisa rasanya ingin menggetok kepala mereka dengan sendok,kalau begini Callisa tidak akan dibiarkan masuk kamar. Akan diawasi terus, Jadi satu-satunya anak perempuan diantara 4 bersaudara itu engga ada bagus-bagusnya,palingan bagusnya akan dimanja teruslah lebihnya ya gini. Di posesifin,ambil minum aja diamblin dengan sigap sekali. Callisa sampai tidak habis pikir dengan mereka,palingan yang paling waras diantara ketiga kakaknya hanyalah Rakaf. Dia masih bisa mengalihkan pandangannya mengurus Exas. Oh iya,Callisa sudah menceritakan semua kegiatannya selama disana pokoknya sangat detail tidak ada yang tersisa. Respon kakaknya? Ya engga ada,mereka cuman natap Callisa terus bak seorang kekasih yang kangen banget sama pacarnya terus dah setahun engga ketemu. Emang engga waras kan? Memang engga waras,haha. “Mba salut banget sama pembina kamu yang bernama Amelia itu,dia mampu mengubah kamu secepat ini malahan ke tahap pake jilbab.” Perhatian Callisa teralihkan kearah Deva yang sejak tadi sibuk menyuapi Exas,sedang dipangku suaminya. “Galaknya kak Amelia mah engga perlu ditanya lagi,Mba. Dulu waktu minggu-minggu pertama aku disana,hampir perjam di awasin. Waktu shalat aja ditemenin ke masjidnya,jilbabnya dipilihin,baca Al-Qur’an engga diijinkan berenti kalau belum sesuai target. Terus apalagi ya? Ahaa! Tahzin! Salah satu metode pembelajaran dimana aku engga pindah-pindah dari awal masuk sampe pulang,haha.” ia menunduk lalu tertawa bahagia,seru juga setiap mengingat wajah garangnya Amelia. “Terus ya Mba,aku pernah telat masuk asrama karena pembelajaran yang kak Afanza kasi agak banyak. Aku diomelin berasa dimarahin sama emak-emak 7 anak dimana anak-anaknya engga mau diatur,” Callisa tertawa lagi,menyuapkan sesendok nasi lagi kedalam mulutnya ditemani ayam kecap hasil masakan Rasya. “Pernah sekali aku males pake jilbab,itu masih awal-awalan banget sih Mba. Wiuhh! Kak Amelia sampe merah mukanya dan nunjuk-nunjuk aku katanya bandel banget. Tapi cara bicaranya dan caranya menyampaikan masih tergolong sopan makanya kami yang ada disana engga pernah sekalipun tersinggung dengan omelannya,haha.” menghabiskan makananya dengan cepat,barulah Callisa berniat berdiri membawa piringnya ke tempat cuci piring. “Biar kakak aja yang bawa,” matanya mengerjap kaku,bahkan saat Reika sudah sampe di tempat cuci piring dan kembali ketempatnya,Callisa masih mematung di tempatnya. Kok rada aneh ya? Callisa terbiasa apa-apa sendiri selama 6 bulanan sekalinya dimanjakan malah engga suka. “Callisa?” panggilan Ray membuatnya mengangguk kaku,tersenyum dengan asal lalu fokus menatap Exas yang sudah lama tak ia lihat. Makin besar saja keponakannya satu itu,mana mukanya makin kesini makin mirip dengan Rakaf. Gedenya pasti idaman perempuan banget,pikir Callisa. Dalam hati Callisa menggerutu pelan,kalau begini semua kakaknya pasti tidak akan membiarkannya sendiri. Padahal sehari saja,Callisa pengen sendiri. Dahlah,Namanya juga anak bungsu jadi terima ajalah ya. *** “Pagi Pak Aydan.” “Pagi Pak,” “Duh Pak Aydan kok makin hari makin cool ya?” “Andai Pak Aydan bisa digapai,” Bisik-bisik para mahasiswa juga sapaannya tak begitu Aydan pedulikan,malahan terus berjalan dengan adanya tab ditangannya. Rencananya hanya mau mengambil map yang tertinggal di ruangannya setelahnya keluar lagi bertemu teman lama yang katanya mau membahas hal penting. “Permisi Pak Aydan,maaf menganggu waktunya sebentar,” Langkah Aydan terhenti,menunggu orang itu bicara padanya. “Kemarin saya sudah menyimpan tugas saya ke meja bapak,dan sudah dua hari belum ada kepastian apakah perlu di revisi atau tidak.” Mahasiswa itu mengatakannya dengan kepala tertunduk,aura Aydan itu serasa mau membentak. “Saya sudah umumkan akan ada keterlambatan karena kemarin saya ada acara keluarga,akan di usahakan sebelum besok siang akan saya kasi respon,masih ada?” “Ada senior yang bertan-“ “Minta mereka bertemu saya langsung kalau memang butuh waktu dengan saya bukan melalui orang lain,orang yang membutuhkan harusnya bertemu langsung dengan orang yang dibutuhkannya bukan lewat perantara karena saya rasa itu Namanya tidak sopan. Kalau tidak ada lagi saya pergi,” sambil mengatakannya,kepalanya tertunduk memperhatikan jamnya yang terus berdetak. “Itu saja Pak,terimakasih.” Hanya membalasnya dengan anggukan barulah beralih dari sana,enggan terlambat karena kata itu bukan mencerminkan Aydan sekali. Mahasiswa yang ditinggalkan Aydan tadi sampe-sampe mengipasi wajahanya saking gugupnya berbicara dengan Aydan. Di parkiran,Aydan segera masuk kedalam mobilnya lalu melajukannya. Baru jalan 3 menit teleponnya berdering dan ada nama adiknya disana,Qeisya. “Assalamualaikum,Abang!” sapaan ceria itu membuat Aydan tersenyum tipis. “Waalaikumussalam,ada apa hm? Jangan bilang kamu ngidam lagi terus mau ke Jakarta?” tanyanya to the point. “Abang mah gitu,aku mana bisa keluar kan kehamilanku sudah masuk umur 9 bulan. Kalau benar-benar berani minta ya Mas Qabir balasannya bakal marah.” Untuk kedua kalinya Aydan tersenyum lagi,Qeisya manja sepertinya sedang berjalan. “Terus kenapa?” pertanyaannya kembali terulang denganb mata terus fokus menatap jalanan. “Emang engga boleh nelepon abang sendiri? Qeisya cuman bosen engga tau ngapain mana mas suami melarang ini itu katanya nanti kacapean. Mas suamiku berlebihan tapi aku juga engga bisa nanti malah dosa tidak menurut sama suami,” mobilnya terhenti tepat saat lampu merah,coba saja Aydan lebih cepat maka takkan terjebak lampu merah. “Bosen ya? Kenapa engga olahraga persiapan lahiran aja? Kemarin sebelum pisah di acara keluarga kamu kan bilangnya pengen melakukan itu,suami kamu juga ngedukung banget. Mungkin bisa dimulai dari sekarang?” “Astagfirullah abang,itu sudah aku lakukan sejak lama kali bukan mulai bulan ini. Abang mah,makanya cepat nikah terus istrinya hamil biar tau urusan perempuan bukan ngurus tugas mahasiswa terus sama kasi materi terus. Kasihan jodoh abang tau,digantunginnya lama banget lagi,” Aydan meringis pelan mendengarnya,entah kenapa Aydan sangat berharap istrinya nanti tidak cerewet tapi memangnya ada perempuan tidak demikian? Mau kalem di luar rumah sekalipun tapikan tetap terbuka dengan suaminya,iyakan? Aydan dengan cepat melajukan mobilnya saat berubah jadi lampu hijau. “Aku tuh pengen banget punya kakak ipar,nenek kan kemarin bilangnya udah menerima terlepas dari status Callisa. Memangnya kenapa kalau Callisa anak dari tersangka Ummi dan Abi? Aku bukannya mengesampingkannya abang,cuman kan semua itu terjadi tanpa sepengetahuan Callisa,dia aja baru tau kan? Kasihan tau abang,bukan kalian yang buat kesalahan masa kalian yang kena imbasnya? Aku tuh gemes sama kalian,pengen liat kalian di pelaminan.” Baru kali ini Aydan diceramahin abis-abisan oleh adiknya. Tapi engga papalah yang penting adiknya senang. “Belum pernah kepikiran sampai ke sana,Qeisya. Kan kasus itu mau dibuka lagi sama anaknya tersangka palsu,apa jadinya saat semuanya terungkap? Masa ada berita yang menayangkan dengan judul menantu menjadikan mertuanya tersangka?” “Kenapa juga harus di pikirkan sampai kesana? Abang itu tipikal orang malas memikirkan sekitar masa terganggu dengan hal itu? Yaudah deh Callisa di skip kalau memang Abang engga mau melamar atau memperjuangkan dia lagi. Kita pindah ke beberapa perempuan yang nenek ajuin,abang siap ngelamar mereka? Udah bisa move on dari Callisa? Bisa?” Semenit berlalu taka da jawaban yang Aydan berikan,karena memang pada nyatanya Aydan belum mampu melamar perempuan lain. hatinya masih sangat berharap Callisa-lah yang akan menerima pinangannya suatu hari nanti. “Kan Kan,belum bisa kan? Ya mangkanya dong,di perjuangkan. Kudengar dari nenek kemarin yang berjuang adalah Callisa bukan? Yaudahlah,sekarang giliran abang yang meyakinkan Callisa kalau kalian boleh Bersama. Masa mau bujang terus sampe tua? Akunya yang engga ikhlas abang!” Aydan tertawa kecil,adik kecilnya sudah besar malahan sebentar lagi lahiran kini menasehatinya soal pernikahan juga. “Kok malah ketawa sih? aku serius loh abang,malah bakal seneng banget punya kakak ipar kayak dia. Duh bayangin gimana cantic atau gantengnya anak kalian nan-“ “Qeisya!” tegurnya,jangan sampai Aydan ikut-ikutan membayangkan apa yang barusan adiknya katakana,jangan sampai. “Hahaha,aku serius abang! Hayolah. Sayang banget ngelepasin perempuan seluar biasa Callisa itu,yang perlu abang tingkatkan palingan bimbinga,perempuan tipikal nurut selama laki-laki sopan dan menghargainya kok.” Aydan jadi berpikir Panjang,masalahnya dimana Callisa sekarang? Hampir 6 bulan tidak ada kabar sama sekali. “Suami kamu ada?” tanyanya mengalihkan pembahasan. “Aih malah pengalihan,mas suami lagi keluar sebentar beliin aku cemilan soalnya stock yang kemarin abis. Abang lagi dijalan ya? Kedengeran suara klaksonnya kirain lagi di kampus siap nambah beban mahasiswa dengan tugas,” kalau ditebak,Adiknya pasti sedang berbaring lesehan di sofanya. “Lagi mau keluar ketemu teman lama pas kuliah mungkin mau minta bantuan acara pengajian akbar gitu sebelum masuk bulan Ramadhan,semacam bekal gitu. Kayaknya kebanyakan orang selalu mempersalahkan tugas ya? Itukan bukan sepenuhnya salah dosen juga,” pikirnya,benar bukan? Bukan sepenuhnya salah dosen. Lagiankan tugas untuk melengkapi nilai agar baik,untuk mereka juga bukan untuk dosen. Aneh-aneh saja anak jaman sekarang. “Dahlah,malas mikirin hal gituan. Abang beneran belum mau menikah?” sepertinya adiknya memang dalam mode serius. “Qeisya,semua orang yang belum menikah pastinya mau melangsungkan pernikahan namun tidak segampang yang kalian pikirkan. Kami harus mempertimbangkan banyak hal karena sudut pandang kami tentang pernikahan tidak semudah yang orang-orang awam pikirkan,aku tidak pernah menolak bukan? Tidak membencinya juga karena tidak punya riwayat buruk dikeluarga kita. Udah ya,aku pasti menikah,pasti,” dengan tenang Aydan memberikan pengertian,takutnya ini malah menganggu pikiran adiknya padahal sedang menunggu hari lahiran. “Aku cuman mau ada seseorang yang bisa abang tempatin pulang dan engga kesepian lagi. Abang engga tau bagaimana banyaknya pertanyaan yang bersarang di kepalaku tentang abang karena abang Cuman sendirian di kota. Iya aku tau kok,abang udah gede pake banget malah tapi Namanya khawatir ya begini.” Aydan sangat tidak tau pemabahasannya akan seberat ini. Tapi memangnya siapa yang tidak khawatir saat usia sudah memasuki umur 30,dan berdomisili Indonesia,belum kunjung menikah? “Qeisya tanya baik-baik,abang masih berharap ada hubungan dengan Callisa bukan?” Aydan tak menjawabnya. “Abang! Abang masih berharap ada sesuatu diantara kalian bukan?” Masih belun menjawabnya. “Andaikan ummi-abi masih ada,mereka mungkin akan melamarkan Callisa untuk abang soalnya gemes banget liat anaknya plin plan dan engga tegas. Memangnya abang engga kepikiran kalau suatu hari nanti malah menemukan Callisa Bersama lakilaki lain? apalagi dengan status suami?” Aydan menepikan mobilnya ke pinggiran jalan secara tiba-tiba membuat beberapa pengendara membunyikan klaksonnya. “Abang? Duh caraku berlebihan kayaknya. Abang sih engga mau maju-maju,engga tegas banget jadi laki-laki.” Suara adiknya tak begitu Aydan pedulikan. Perkataan adiknya terus terbayang dalam otaknya, Abang engga kepikiran kalau suatu hari nanti malah menemukan Callisa Bersama lakilaki lain? apalagi dengan status suami? “Abang? Abang Aydan ih jangan buat aku khawatir,itu suara klakson tadi ribut banget. Abang engga kecelakaan kan? Atau ngerem mendadak? Ya mangkanya atuh,lamar Callisa-nya jangan mikir-mikir terus dan terbayang terus,engga ada kemajuan Namanya.” Aydan menghela napas pelan,tindakannya tadi sangat membahayakan diri sendiri. “Aku engga papa,” beritahunya,kembali melajukan mobilnya. “Coba aja abang ini tokoh n****+ dan banyak yang baca,pasti banyak pembaca yang kesel banget sama abang soalnya engga gentle jadi cowok.” “Kamu istirahat ya,aku matiin sambungan teleponnya soalnya sebentar lagi sampai di tempat tujuan. Abang bukannya tidak mau,hanya saja masalah kami tidak se-sepele yang kamu duga,Dek. abang dan Callisa perlu mempertimbangkan banyak hal dan siap menerima apapun andaikan kami memilih Bersama. Masalahnya engga sesederhana pergi melamar dan menikah,engga. Abang matikan ya? Assalamualaikum.” Tanpa menunggu jawaban salam adiknya,Aydan menekan tombol merah di benda pipih itu. Tidak papa para pembaca mengatai Aydan plin plan dan suka mengulur waktu dalam menemukan solusi antara dirinya dan Callisa. Hanya saja kalau terburu-buru malah akan berakibat tak baik di kemudian hari,masih banyak hal. Ya,masih banyak yang akan terjadi. Aydan akui ia memang terjebak dalam perasaannya apalagi pengharapan hatinya,namun untuk maju juga engga semudah yang orang-orang kira. Engga gentle? Engga papa,Aydan tidak akan memperdulikan apa yang mereka katakana ataukah andaikan Aydan adalajh tokoh n****+,terserah pembaca pikirkan tentangnya. Intinya,hubungannya untuk maju Bersama Callisa tidak sesederhana yang orang-orang pikirkan. Karena hubungan yang dilandasi perasaan mungkin akan berhasil namun hubungan yang dilandasi pertimbangan yang matang sudah dipastikan berhasil tanpa adanya kata mungkin lagi. Aydan adalah dosen,mana mungkin salah memberikan sudut pandang bukan? Karena ia adalah Aydan Athallah,laki-laki yang penuh dengan pertimbangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN