Hari Selasa (Di hari yang sama)
“Kenapa tiba-tiba membahas soal menantu? Ummi kayaknya tidak punya kriteria apa-apa soal perempuan idaman yang akan jadi istrimu nanti. Masih kecil sudah bahas soal menantu idaman atau Aydan sudah punya perempuan incaran ya?”
“Belum Ummi,hanya ingin bertanya saja.”
Lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau membuat Aydan segera melajukan mobilnya menuju alamat yang Reika berikan padanya saat bertemu kedua kalinya kemarin. Bukan Aydan yang menjadwalkan pertemuan tapi Reika sendirilah dan hanya membahas mengenai ijin melamar Callisa. Ini bukan acara lamaran resmi,sekedar mengutarakan niat dulu selebihnya Aydan akan mengajak nenek-kakeknya untuk bertemu orangtua Callisa.
Hari ini Aydan hanya tidur satu setengah jam setelah itu sibuk berkutat dengan sarapan pagi juga mempersiapkan diri. Kenangan Bersama Ummi-nya belasan tahun lalu kembali Aydan ingat.
“Soal perempuan idaman ya? Ummi sih Sukanya perempuan ceria,hangat dan suka mencairkan suasana. Sebagai ibu kamu,Ummi tau kamu pasti kaku pas ketemu perempuan dan jarang bercanda juga. kalau dapatnya perempuan seperti tadi pasti pernikahannya berwarna,saling melengkapi.”
“Kalau soal pengetahuan?”
“Pengetahuan? Ummi tidak punya kriteria atau patokan toh Ummi sendiri hanya lulusan SMK,paham agama setelah menikah dengan Abi kamu. itupun Abi kamu capek kayaknya ngajarin Ummi sampai di titik ini.”
“Bukannya sejak kecil Ummi tinggal di pesantren?”
Jalanan Jakarta di jam 9 pagi ternyata tidak cukup aman,lihatlah sekarang. Aydan bahkan terjebak macet yang cukup Panjang juga sahutan klakson saling bersahutan di kelilingnya padahal baru saja beberapa menit lalu Aydan terjebak lampu merah.
Bukan kota Namanya jika tidak mengenal yang Namanya kemacetan yang Panjang.
“Sayang,Kakek tidak pernah menuntut Ummi untuk belajar meskipun kakek pemimpin pesantren sekalipun. Ummi dikasi pilihan,mau sekolah umum atau sekolah pesantren. Ummi pilihnya umum dan begitu terus sampai SMK hingga setelah lulus baru fokus itupun jarang tau banyak hal. Ummi kadang kena omel tau,jilbabnya kurang Panjang! Itu rambutnya keliatan! Atau nenek akan bilang begini,anak gadis jangan suka molor.”
Aydan tersenyum tipis dari balik kacamatanya,.bayangan wajah umminya yang mempraktekkan wajah garang Nining seakan bisa Aydan lihat sekarang. Umminya adalah perempuan yang bisa segalanya untuk Aydan,menjadi seorang teman,sahabat,pencerita,pendengar dan paling utama seorang ibu. Aydan lebih dekat dengan Umminya daripada Abinya.
“Terus ketemu sama Abinya dimana?”
“Hayoo Aydan mulai penasaran dengan kisah orangtuanya ya? Insyaallah nanti Umminya ceritakan. Kayaknya sudah waktunya adik kamu makan siang,Ummi masuk dulu. Aydan jangan berlebihan hapalannya,jangan dipaksakan. Allah mau kita paham dengan qalam-qalamnya bukan asal paham saja.”
Sekitar 30 menitan lebih,Aydan baru bisa melewati kemacetan Panjang itu ditemani gemaan-gemaan suara Umminya di pikirannya. Melewati perumahan-perumahan mewah hingga menemukan rumah dengan ukuran sangat besar serta halaman yang sangat luas. Pagarnya saja menjulang tinggi serta memiliki penjaga di sisi kanan dan kirinya. Dari balik kemudi Aydan sangat tau bagaimana kayanya orangtua perempuan yang akan dimintanya menjadi istrinya itu.
“Permisi,” salah satu penjaga mendekat kearah mobil Aydan.
“Assalamualaikum,saya Aydan Athallah ingin bertemu dengan Pak Dervendra,apakah beliau ada di rumah?” terbiasa bertemu dengan kalangan orang berada apalagi pekerjaannya sebagai dosen membuat Aydan berbicara tanpa keraguan sama sekali.
“Waalaikumussalam,ada. Namun Tuan sedang ada tamu,anda bisa menunggu sebentar di luar nanti. Silahkan masuk,”
Meskipun merasa ada yang aneh,Aydan tetap mengendarai mobilnya memasuki Kawasan rumah utama Deravendra. Bukannya jika bertemu kerumah orang berada banyak pertanyaannya dan harus diketahui tujuan dan identitas si pengunjung ya? Lalu kenapa Aydan langsung di izinkan masuk kedalam?
Lebih baik Aydan mengabaikannya,bukannya bagus langsung masuk jadi tidak akan membuang-buang waktunya? Aydan bahkan di tuntun oleh penjaga untuk memarkirkan mobilnya di tempat yang seharusnya. Setelahnya Aydan tak lupa mengucapkan terimakasih padanya karena telah membantunya.
Dalam beberapa menit,Aydan hanya berdiri di sana memperhatikan sekeliling rumah Callisa yang sangat berbeda ukurannya dengan rumah Aydan. halaman rumah Callisa saja sudah memuat rumah Aydan apalagi mensionnya yang sangat besar ini?
“Anda sepertinya baru pertama kali kesini,”
Aydan menoleh kesamping,ada penjaga ternyata.
“Ya,saya baru pertama kali kesini.” Jawabnya ramah.
“Anda sepertinya beruntung karena bisa langsung bertemu dengan Tuan,biasanya yang datang bertamu akan kembali beberapa hari lagi karena Tuan jarang dirumah,sering keluar. Bagusnya Anda datang sekarang karena beberapa minggu kedepan Tuan akan kembali Ke Paris.” Aydan baru tau kalau penjaga ternyata cerewet juga,yang biasa ia liat adalah penjaga hanya diam bak patung dan jarang tersenyum.
Mungkin orangtua Callisa sengaja memilih penjaga yang banyak bicara.
“Mau bertemu keduanya atau hanya Tuan saja?” karena Aydan tak merespon ucapannya,penjaga itu kembali berbicara.
“Bisa keduanya bisa juga hanya Pak Deravendra saja.” sebenarnya Aydan begitu enggan membalasnya tapi takutnya dikira tak sopan atau apalah itu.
“Anda pasti kaget karena semua penjaga menyapa anda bahkan ada yang tersenyum ya? Haha,yang memilih kami masuk kesini adalah Nona muda,Princess Callisa. Katanya beliau tak mau menemukan penjaga yang seperti patung apalagi tidak mengajaknya bicara. Selain Nona muda,ada juga Tuan Muda dua,Rakaf. Beliau ini orangnya ramah banget,suka banget saya sama dia.”
Mendengar hal itu Aydan meralat kesimpulannya,ternyata yang memilih penjaga disini adalah Callisa. Memang identic dengan pemilihnya sendiri,tidak suka diabaikan apalagi orang di sampingnya hanya diam terus menerus.
“Kesini mau bahas bisnis baru ya? Wah Tuan pasti mau mencoba bisnis baru. Padahal bisn-“
“Saya kesana dulu.” Potong Aydan cepat,menunjuk teras mension dimana ada meja melingkar juga sofa santai yang tertata rapi. Menunduk hormat lalu meninggalkan penjaga itu sendirian,ia merasa agak risih diajak bicara oleh orang asing.
Aydan melihat yang ada di pergelangan tangannya,ternyata sudah pukul 10 lewat 20 menitan. Dibalik kacamatanya Aydan memperhatikan sekitar dimana semua pelayan sibuk dengan urusannya,ada yang menata tanaman,ada juga yang sekedar kesana kemari entah melakukan apa.
Sembari menunggu,Aydan mengeluarkan mushaf kecil yang ada di kantong kemejanya. Mulai membaca Al-Quran agar waktunya tidak terbuang sia-sia.
wa ṡamuudallażiina jaabuṣ-ṣakhra bil-waad
wa fir’auna żil-autaad
allażiina ṭagau fil-bilaad
Aydan membaca surah Al-fajr ayat 9 dan seterusnya itu dengan suara sangat pelan takutnya malah menganggu yang lainnya,sesekali melirik ke sekitar takutnya ia tidak melihat tamu Pak Deravendra pergi. Karena seringnya saat membaca Al-Quran Aydan lupa akan sekitar bahkan pernah ada orang yang menyapanya tak Aydan sadari saking kusyuhnya.
“Dengar-dengar dia pengen lamar Nona muda? Beneran?”
“Beritanya yang benar atuh,jangan asal bicara.”
“Benaran tau,tadi dengar sendiri pembicaraan Tuan muda dua dan Tuan muda tiga.”
Pelayan-pelayan yang sejak tadi melirik Aydan mulai bergosip di belakang sana,namun Aydan tak mendengarnya sama sekali. Tetap fokus pada bacaannya. Mereka bahkan mengagumi kegantengan Aydan dan mengatakan memang sangat serasi dengan seorang Princess Callisa.
fa ammal-insaanu iżaa mabtalaahu rabbuhuu fa akramahuu wa na”amahuu fa yaquulu rabbii akraman
“Anda kira saya akan melupakan perlakuan anda pada Abi belasan tahun lalu? Meskipun saya masih sangat kecil untuk paham namun sekarang saya sudah sebesar ini. Abi saya bahkan berkorban demi nama keluarga tersayang anda ini. Demi saya?”
Bacaan Aydan selanjutnya tak lagi ia baca,ia menatap Kearah pintu dimana suara perempuan baru saja terdengar. Apa yang terjadii didalam saya?
“Saya memang dekat dengan menantu anda bahkan putri kesayangan anda Pak Deravendra yang terhormat. Namun saya tidak akan pernah lupa pengorbanan apa yang abi saya lakukan,dia yang menggantikan anda dipenjara,dia yang menanggung hukuman dengan alasan demi masa depan saya?”
Merasa suasana disini makin dingin dan merasa bukan haknya untuk mendengar,Aydan menutup mushaf kecilnya lalu berdiri. Namun perkataan perempuan itu malah menghentikan langkahnya.
“Karena kecerobohan anda belasan tahun yang lalu,anda menabrak sepasang suami istri yang sedang lari pagi. Muhammad Al-Farzi dan Nur Andita Putri? Anda ingat nama itu Pak Deravendra? Mana mungkin anda hidup dengan nyaman di luar negeri sedang abi saya-lah yang harus mendekam di balik jeruji seumur hidupnya.”
Muhammad Al-Farzi dan Nur Andita Putri? Aydan mana mungkin tidak tau kedua nama itu.
“Apa yang anda inginkan sebenarnya? Saya sudah menjamin kehid-“
“Hahah,saya tidak membutuhkan semua uang jaminan yang berasal dari anda,Pak Deravendra. Yang saya inginkan Abi saya terbebas dari hukuman itu dan tinggal Bersama saya. Anda-lah yang menabraknya bukan abi saya. Saya akan dengan senang hati mengembalikan semua uang itu asalkan abi saya keluar dari penjara. Jangan karena selama ini saya diam bukan berarti saya menikmati uang diatas penderitaan Abi saya.”
Dengan memandang kosong kedepan,Aydan terus berjalan meninggalkan tempat itu. Niatnya yang ingin melamar Callisa menghilang dengan fakta yang baru saja ia dengarkan. Dua nama itu adalah nama kedua orangtua Aydan. korban tabrak lari belasan tahun yang lalu,Aydan kira masalahnya sudah selesai tapi?
“Kenapa baru sekarang saya datang mengungkitnya? Karena baru sekarang saya mempunyai keberanian dan bukti atas semua kecurangan anda.”
Aydan masuk kedalam mobilnya tanpa ingin membalas sapaan beberapa penjaga yang menanyakan mengapa Aydan pergi tanpa bertemu Deravendra sama sekali. Mengendarai mobilnya dalam diam,pikirannya masih di penuhi tentang perkataan semua perempuan tadi yang entah siapa.
Karena kecerobohan anda belasan tahun yang lalu,anda menabrak sepasang suami istri yang sedang lari pagi. Muhammad Al-Farzi dan Nur Andita Putri? Anda ingat nama itu Pak Deravendra?
Baru beberapa menit berkendara,Aydan menepikan mobilnya di pinggir jalan. Matanya menatap kosong kedepan mencoba memilah suasana dan informasi yang baru didengarnya beberapa menit yang lalu. Rencana apa ini? Apa maksudnya ayahnya Callisa yang menabrak orangtua Aydan? jelas-jelas seminggu setelah orangtuanya dimakamkan,pelakunya juga sudah ditangkap bahkan di penjara seumur hidupnya.
“Astagfirullah… Rencana apa dibalik duka yang sedang Engkau berikan padaku,Ya Allah.” Bisiknya pada diri sendiri,Aydan menyandarkan kepalanya di stir mobil.
“Langkah apa yang harus aku ambil setelah tau? Bisa saja perempuan tadi hanya asal bicara untuk menjatuhkan martabat Pak Deravendra bukan? Tapi kenapa dia mengatakan sudah menjamin?” ia menegakkan kembali badannya,berusaha tetap fokus agar bisa berkendara dengan selamat sampai rumahnya.
“Kami sudah menuntaskan kasus ini dengan baik Pak Fahri,pelakunya akan disidang sepekan kedepan dengan tuntunan penjara seumur hidup. Anda cukup menghadiri semua sidangnya,”
“Semua keputusan sudah ditetapkan,Pak Abdullah Khaliq yaitu tersangka yang mengakui kesalahannya tersebut telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidupnya.”
Suara-suara perbincangan pengacara dan pihak kepolisian di masa lalu kembali menghantui pikiran Aydan,walaupun mereka semua membicarakannya pada Kakek Aydan namun di samping Fahri ada Aydan yang mendengarnya. Anak 15 tahun bukan anak-anak lagi,sudah tergolong remaja yang mengerti keadaan.
Ting.
Dengan kaku,Aydan mengeluarkan ponselnya.
Princess Callisa.
Pak Aydan,apa acaranya berjalan dengan lancar? Saya deg-degan nunggunya. Bapak jangan takut sama Papi saya,orangnya kadang sebelas dua belas dengan sikap kak Ray kok. Heheh.
“Apa yang harus aku katakan padamu Callisa? Mengatakan bahwa Ayahmu memalsukan kasus orangtuaku? Atau kamu akan membelanya dengan mengatakan bisa saja perempuan itu hanya asal bicara bukan? Saya saja masih tidak ingin percaya,Callisa. Saya tidak ingin mempercayai alasan yang bisa mengurungkan niat kita untuk Bersama.” Dalam waktu yang lama,Aydan hanya menatap pesan itu tanpa membalasnya sama sekali.
Bapak masih bicara sama Papiku ya?
Pesan Callisa kembali masuk,Aydan menghela napasnya dengan suara besar. Membuka kacamatanya sejenak untuk memijat pengkal hidungnya yang terasa Lelah,Aydan terbiasa mengambil keputusan tegas tapi kenapa yang berurusan dengan Callisa malah membingungkannya?
Pak,kakak saya juga kepo mau tau soal keputusannya. Berat ya Pak? Saya sebenarnya ma uke mansion cuman dilarang sama kakak ipar katanya nanti menganggu padahalkan pengen liat Pak Aydan juga,kangen liat muka ganteng bapak tau. Hehe. Bercanda Pak,eh tidak. Saya beneran kangen kok,cuman alasan utamanya pengen menemani bapak berjuang di depan Papi saya.
Duh,pesan saya kepanjangan banget ya Pak? Maaf,saya terlalu senang soalnya. Engga sabar jadi mempelai perempuan di pelaminan,di sisi Pak Aydan tentunya. Hahah.
“Terkadang saya heran dengan takdir kita,Callisa. Tujuan kita dipertemukan memangnya apa? Untuk saling mencintai namun berpisah setelahnya? Untuk saling Bersama selamanya? Atau mengungkap pelaku sebenarnya dari orangtua saya?” dari semua pesan yang masuk,Aydan tak membalasnya sama sekali.
“Jika memang alasannya adalah yang terakhir,lalu kenapa harus kata mencintai? Aku tidak pernah meragukan rencana yang Kamu berikan pada kami,namun terkadang aku Lelah dengan ujiannya yang terlalu menyesakkan.” Dengan masih menggenggam ponselnya,Aydan terus berbicara ditemani suara-suara mobil yang lewat.
Haruskah Aydan mengabaikan fakta itu lalu tetap melamar Callisa? Callisa sama sekali tidak tau menahu bukan? Pelakunya adalah ayahnya bukan Callisa. Dibelakang nama Callisa juga tak di sematkan Deravendra jadi bukan demi kebahagiaan seorang Callisa. Tapi bagaimana bisa? Aydan menjadi menantu orang yang menyebabkan orangtuanya meninggal?
Memakluminya karena hari itu memang waktunya orangtuanya meninggal? Begitu? Aydan tidak sesabar itu memaklumi faktanya.
Dengan tangan gemetar,Aydan membalas pesan Callisa dengan pesan yang sangat Panjang. Setelah mengirimkannya,Aydan mematikan sambungan datanya lalu mengemudikan mobilnya meninggalkan Kawasan itu.
Assalamualaikum,
Kemarin kamu membahas mengenai alasan kemungkinan jika kita tidak bisa Bersama bukan? Hari ini aku menemukannya,Callisa. Sesuai keinginanmu,kita tidak bisa Bersama bukan karena alasan agama tapi ada satu keadaan dimana itu mengharuskan kita tak bisa melanjutkan niat ini.
Jangan pernah menyalahkan pertemuan-pertemuan apalagi perbincangan kita kemarin,selalu ada hikmah dibalik harapan yang berbalik melukai. Saya juga merasakan apa yang kamu rasaka,Callisa. Saya kecewa dengan keadaan itu hingga mengharuskan kita tidak bisa Bersama.
Saya tidak melarangmu kecewa,karena sekarang saya pun merasakannya. Jika nantinya kamu telah menemukan keadaan itu maka jangan mencari saya,saya telah mengikhlaskan karena bukan kamu pemerannya.
Maaf.
Wassalamualaikum.
“Maafkan saya,Callisa. Dan saya juga telah menerima maafmu,”