Beberapa bulan kemudian
“Untuk pekan depan,saya akan mengadakan ujian tulisan dan lisan secara berkala,akan diacak atau tidak sesuai dengan absen. Saya akan membahas mengenai materi dari awal semester sampai pertengahan semester ini,saya sampaikan sekarang agar tidak alasan. Hari ini sampai disini dan sampai bertemu pekan depan,” dengan wajah datarnya,Aydan menutup pertemuannya hari ini. Mulai meninggalkan Kawasan kelas diiringi keluhan dari para mahasiswa.
Hari ini Aydan masih mempunyai satu kelas lagi,namun karena ada rapat dadakan untuk semua dosen maka Aydan akan memberikan sekedar tugas sebagai pengisi kelas minggu ini. Setiap kelas yang Aydan ambil di semester baru ini hanya sekali sepekan,sedang semester lalu ada dua kali sepekan.
“Pak Aydan,maaf menganggu waktunya Pak.” Ada beberapa mahasiswa yang menghampiri membuat Aydan menghentikan langkahnya memperhatikan mereka.
“Masalah tugas yang bapak kirim di grup kelas. Untuk temanya bisa mengambil kejadian di luar kampus?”
“Bisa,ada lagi?”
“Kalau rumusan masalahnya,tidak ada acuan tertentu kan Pak? Soalnya kami pernah mendengar bahwa kakak tingkat lalu saat diberikan tugas oleh bapak ada acuan rumusan masalahnya.”
“Tidak ada,ini bukan tugas penentuan nilai akan tetapi pengisi kehadiran untuk pekan ini. Jadi barangsiapa yang tidak mengumpulkan minggu ini maka saya nyatakan absen. Ada lagi?”
Beberapa mahasiswa itu saling melirik satu sama lain lalu menggeleng kompak,”Sudah paham Pak. Terimakasih atas waktunya,Pak Aydan.”
Hanya membalasnya dengan anggukan barulah Aydan melanjutkan jalannya lagi,memegang beberapa buku di tangannya. Ada beberapa sapaan yang berdatangan dan respon Aydan? sama seperti yang biasa Callisa katakan. Identic dengan wajah datar namun tetap tampan diliat dan sangat mempesona.
“Pak Aydan akan ikut rapat juga?” satu pertanyaan menyambutnya saat memasuki ruangan dosen. Sebenarnya ada bangunan khusus ruangan tersendiri untuk dosen,tapi ada satu ruangan luas dimana semua dosen disatukan jadinya jika malas menuju ruangan pribadinya maka mereka akan kemari. Berkumpul Bersama membahas beberapa materi atau kelakuan mahasiswa.
“Rencananya akan ikut juga,anda?” jawabnya sopan,Callisa juga pernah menegur cara bicara Aydan yang terlalu kaku namun Aydan enggan memperdulikannya. Untuk apa memperdulikan sekitar? Aydan hanya perlu menjadi dirinya sendiri tanpa perlu memikirkan bagaimana respon orang-orang.
“Tadi habis ijin,bahasan rapat tidak terlalu utama. Hanya membahas mengenai demo yang melibatkan kampus juga beberapa mahasiswa yang ternyata tertangkap aparat. Anda palingan akan diminta berpendapat setelahnya akan diurus atasan. Sebenarnya tidak perlu melibatkan kita sih,eh saya sepertinya terlalu berlebihan membahasnya,”
Aydan hanya menanggapinya dengan senyuman tipis,duduk di tempatnya. Hari ini rapatnya diadakan sekitaran jam sepuluan dan baru setengah sepuluh,Aydan akan memeriksa email siapa tau ada satu atau dua mahasiswa rajin yang mengumpulkan tugasnya padahal baru Aydan berikan sekitar 45 menitan yang lalu. Tapi sepertinya mustahil.
Karena faktanya tak ada yang masuk sama sekali,hanya email random dari beberapa aplikasi yang Aydan daftarkan jalur email. Aydan mematikan laptopnya dan tak sengaja bertemu pandang dengan rekan dosennya,Rasya. Bu Rasya tersenyum padanya yang langsung Aydan balas dengan senyuman tipis juga. sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang ingin Aydan tanyakan namun rasanya itu tidak perlu.
“Ikut rapat Pak Aydan?” dan Aydan tidak menyangka,Rasya akan menyapanya dengan pertanyaan basa-basi.
“Iya Bu,saat masih mengajar saya terus menerus dihubungi agar mengosongkan jadwal.” Jawabnya tanpa menatap Rasya sama sekali,Aydan pura-pura sibuk dengan menatap berlembar-lembar kertas di mejanya.
“Beberapa mahasiswa memang demo dengan baik,tidak mencoreng nama Kampus. Tapi kan ada yang diluar jalur juga,mereka bukannya menuntut tema yang mereka angkat eh malah mengacau. Yang kena imbasnya kampus kita,tadi saya sempat dengar ketua BEM tidak tau menahu soal mahasiswa yang tertangkap katanya tidak terdaftar.” Penjelasan yang sayangnya bukan itu yang ingin Aydan dengarkan,ia berharap ada kabar dari seseorang yang berbulan-bulan ini tak lagi Aydan lihat.
“Mungkin mahasiswa yang memang sejak awal tujuannya begitu,mau merusak citra kampus.” Tanggapnya,Rasya tertawa pelan di tempatnya. Ada benarnya juga,
“Tapi kayaknya saya tidak akan ikut,ada acara keluarga dirumah. Keponakan saya ulangtahun mengharuskan kami berkumpul segera.”
Kenapa Aydan merasa Rasya sedang memancingnya untuk menanyakan perihal Callisa?
“Saya titip salam untuk semuanya,semoga berjalan lancar.”
Berbulan-bulan lalu,Aydan sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi membahas soal Callisa,walaupun demikian. Setiap kali sampai dikampus,mata Aydan tetap mengedar mencari seseorang atau berharap ada sapaan ceria yang menyapanya dengan hangat.
“Pak Aydan,bajunya cocok banget pagi ini Pak.”
“Eh Bentar Pak,itu bukunya jatuh loh.”
“Hay Pak Aydan ganteng. Saya kesini bukan untuk liat bapak tapi ngunjungin kakak ipar,”
Ada banyak orang yang bilang,kamu akan merasa sangat kehilangan saat dia tak lagi menemuimu atau datang padamu. Mungkin Aydan sudah di fase itu,ia tanpa sadar selalu mencari Callisa diantara mahasiswa yang berdatangan di gerbang kampus,atau setiap suara yang ia dengar selalu saja Aydan menunggu ada suara Callisa diantaranya.
“Pak Aydan kayaknya banyak pikiran,sejak tadi saya panggil tidak direspon.” Lamunan Aydan buyar dengan cepat,
“Ponsel anda sejak tadi berbunyi,Pak.” Lanjut Rasya lagi.
“Maaf Bu,akhir-akhir ini jadwal saya lumayan padat.”
Dengan cepat Aydan mengangkat ponselnya lalu pamit keluar,mengangkat telepon yang berasal dari adik bungsunya.Yaksa memang sering-sering menghubunginya semenjak mendengar kabar Aydan batal melamar seseorang,untungnya kabar ini hanya sampai di telinga lingkup keluarga intinya tidak sampai ke kerabat lainnya. Keluarga dari pihak lain tidak ada yang tau sama sekali,untung neneknya mau diajak kerjasama.
“Abang masih di kampus? Rencananya hari ini aku mau ke Jakarta untuk menginap.”
“Masih,mungkin pulangnya agak sorean karena ada rapat bareng dosen lain. kunci rumah masih di tempat biasa,kesini sama siapa? Jika memungkinkan pakai pesawat saja jangan berkendara,” sarannya,bandung bukan tempat dekat untuk berkendara apalagi kalau Yaksa datang sendirian.
“Rencananya mau menginap seminggu soalnya santri lagi libur,kita sekalian bisa ngunjungin makan Umi dan Abi. Kak Qeisya dan suaminya katanya bakal datang juga.”
Aydan tau,kedua adiknya sedang merasa prihatin dengannya namun tak mau menunjukkannya terlalu berlebihan. Aydan hanya membalasnya dengan gumaman,tak lama sambungan telepon terputus. Bukannya masuk kembali keruangan dosen,Aydan malah terpaku menatap Lorong kampus diisi dengan mahasiswa yang sibuk berlalu Lalang.
Diantara mereka semua pernah ada Callisa yang berjalan Bersama keponakannya,anak Bu Rasya.
“Astagfirullah…” gumamnya,membuka kacamatanya sejenak untuk memijat pangkal hidungnya. Selama beberapa bulan ini,pikiran Aydan memang sedang tidak baik-baik saja.
Selama sekitar sepuluh menit,Aydan hanya berdiri disana tanpa melakukan apapun. Hanya memandang sekitar dengan pikiran berkecamuk. Kehidupannya semenjak mengenal Princess Callisa sudah sangat berbeda,yang sebelumnya jarang memikirkan orang lain kini dipenuhi dengan nama Callisa.
“Memangnya wajib banget ya Pak ngasi tugas tiap kelas selesai?” itu adalah pertanyaan Callisa saat keduanya tak sengaja bertemu di Lorong kampus. Di tangan Callisa saat itu sekilas Aydan lihat memegang sekotak eskrim coklat.
Aydan saat itu baru saja selesai kelas,”Tidak juga,” balasanya saat itu.
“Terus kenapa saya perhatiin bapak selalu ngasi tugas ke mereka? Saya selaku pernah di posisi mereka kasihan tau,pak.”
“Itu bukan urusan saya.”
Semenjak Aydan memutuskan komunikasinya dengan Callisa,ia baru menyadari ternyata sangat banyak momen yang terjadi diantara mereka. Ia menganggap hanya sekedar bertemu setelahnya berpisah tanpa ada yang special sama sekali,berbeda ya? Sangat berbeda saat orangnya menghilang entah kenapa. Tapi apa yang harus Aydan rasakan? Yang menjauh pertama kali adalah Aydan,yang membuat semua ini terjadi adalah Aydan. lalu? Masa iya Aydan harus merasa seperti korban?
Memang ya,momen yang dianggap angin lalu akan sangat disayangkan nantinya.
“Baju saya kurang menarik ya,Pak? Padahal semenjak saya masuk kampus sampai sini semua orang natap saya kagum. Lah Pak Aydan? natap saya aja engga mau. Apa make-up saya kurang cantic? Bajunya kurang oke? Tapi baju ini kan baru beli kemarin terus keluaran terbaru pula.”
Ini tidak Callisa katakan tepat di hadapan Aydan,tapi semacam gerutuan namun masih mampu Aydan dengarkan dengan sangat jelas. Mungkin saat itu Callisa menganggap Aydan tidak mendengarnya,sudahlah. Helaan napas Aydan terdengar lagi,kenapa rasanya Aydan seperti remaja yang patah hati? Sedang galau berat karena kekasihnya menghilang tanpa kabar?
“Berat banget ya,Pak?”
Untuk kedua kalinya,Aydan tersentak kaget karena Rasya.
“Untuk sebuah hubungan yang belum sempat dimulai memang sangat membekas ya? Kalian bahkan belum merencanakan apapun atau menampakkan betapa inginnya kalian akan hubungan itu. Adik saya juga sama Pak,namun tidak mau dikasihani makanya selama beberapa bulan ini kami tidak pernah mengungkitnya lagi. Saya berharap Pak Aydan tetap seperti biasanya,” Rasya mengatakannya tanpa menatap Aydan,fokus pada ponselnya seolah sedang membalas pesan seseorang.
“Yang Namanya berakhir tidak ada yang baik-baik saja setelahnya,Bu. Mau hubungan itu diselesaikan dengan jabat tangan sekalipun akan memberikan kesan tersendiri untuk masing-masing pihak. Mau mengatakan ikhlas atau merelakan,melupakan? Ada ruangnya. Saya mengakui bahwa kami belum memulai apapun,namun saya baru sadar ada banyak waktu yang saya habiskan dengannya walaupun dominan dia yang memulainya,” memasukkan tangannya disaku celananya,Aydan tersenyum tipis.
“Walaupun nantinya kami akan mendapatkan kabahagiaan masing-masing namun saya akan menganggap Bersama Dia adalah sebuah kenangan paling terbaik di sepanjang hidup saya. Mungkin sangat terlambat mengatakannya,tapi dia adalah perempuan yang berhasil membuat saya tergerak akan hubungan menuju pernikahan,”
Rasya mendongak menatap Aydan,dua pihak ini? Kenapa takdir mereka harus begini?
“Apa anda merasa akan ada keajaiban lain?”
Pertanyaan itu,Aydan sudah berulang kali menanyakan itu dalam dirinya namun tak menemukan jawaban apapun.
“Saya bahkan sudah menganggap,saya dengannya adalah hubungan paling mustahil namun hati saya tidak pernah menampik bahwa dia adalah keinginan terbesar saya hingga saat ini,saya permisi masuk kedalam Bu Rasya. Takutnya ada yang berspekulasi tidak-tidak,” Aydan menunduk hormat barulah masuk kedalam ruangan dosen. Rapat akan dimulai sebentar lagi.
Rasya memandang punggung rekan dosennya selama beberapa detik barulah mengalihkannya kearah lain,seberat itu ya? Apa katanya tadi?
Saya bahkan sudah menganggap,saya dengannya adalah hubungan paling mustahil namun hati saya tidak pernah menampik bahwa dia adalah keinginan terbesar saya hingga saat ini.
Dengan kaku,Rasya menatap kembali room chatnya dengan adik iparnya,Callisa. Bukan membahas perihal Aydan atau apapun yang bersangkutan dengan Aydan. namun membahas mengenai perkembangan Callisa semenjak berada di luaran sana.
Kakak kasi kado apa? Aku takut kasi kado yang salah soalnya Exa kan udah pinter tolak sesuatu.
Rasya membalasnya dengan cepat,
Memangnya kamu akan pulang? Kan acaranya hari ini,memang sempat?
Ting,
Engga,yakali pulang. Urusanku disini belum selesai sama sekali,
Sambil terus membalas pesan Callisa,Rasya berjalan menuju mobilnya yang ada di parkiran. Namun langkahnya terhenti saat ada pertanyaan dari belakang sana. Untuk sejenak,ia belum menjawabnya lalu membalikkan badannya dengan tatapan jahilnya.
“Dia baik-baik sajakan?” pertanyaan itu yang Aydan tanyakan padanya.
Maju selangkah,.”Sangat baik karena kami berusaha memahaminya,namun saya tau dia sama persis dengan apa yang bapak alami sekarang ini.” Jika tadinya Aydan yang meninggalkannya maka sekarang Rasya yang pergi,tak berpamitan.
Aydan menatap kepergian rekan kerjanya,jadi Callisa juga sama sepertinya? Enggan memikkirkannya terlalu lama. Aydan berjalan menuju ruang rapat yang ada di Gedung sebelah,berjalan beriringan Bersama dosen lainnya. Hari ini semua Mahasiswa bebas kelas akan tetapi banyak tugas yang diberikan membuat beberapa dari mereka mengeluh. Katanya,lebih baik ada kelas daripada ditumpukkan tugas yang sangat banyak.
Sesampainya didalam ruangan,Aydan sengaja duduk di deretan paling belakang. Menatap ponselnya yang sudah jarang masuk pesan masuk karena dulunya hanya Callisa yang sering mengirimkan pesan padanya. Ia menghela napas pelan lalu beristigfar beberapa kali,pikirannya sudah sangat Lelah dengan semuanya.
Ting.
Bu Rasya Putri Adinda (Fakultas Manajemen)
Callisa sempat menanyakan tentang anda juga,namun belum sempat saya menjawabnya Callisa sudah membahas hal lain. rasanya aneh saat anda malah menyebut nama Callisa dengan kata Dia.
Helaan napas Aydan terdengar lagi,ia hanya membaca pesan itu dan tak membalasnya karena memang Rasya hanya sekedar memberitahunya tanpa menginginkan balasan apapun. Rapat yang dimulai sejak sepuluh menit yang lalu tak Aydan dengarkan dengan jelas,matanya hanya menatap ponsel terus menerus. Sudahlah,membahas perihal cinta memang tidak ada habisnya.
“Kalau tidak bisa fokus,sebaiknya anda pulang saja Pak Aydan. lagian rapat ini tidak terlalu penting,jika anda membutuhkan istirahat mending tinggalkan saja,Pak.” Aydan sangat tau itu adalah bentuk keprihatinan namun terlalu berlebihan saat ada orang lain yang mendengarnya.
“Saya mana mungkin mengatakan saya tidak papa bukan,Pak?” balasnya tak kalah sarkas membuat keduanya tertawa kompak. Memang sangat aneh namun inilah dunia orang kaku,suka sekali bercanda namun kadang ada bunyi krik krik.
“Mahasiswa jaman sekarang memang ada yang memperdulikan sekitar namun ada juga yang suka memberontak. Walaupun ada beberapa yang salah tangkap tapikan memang ada yang beneran itu sasarannya,kita bisa apa Pak sebagai dosen? Kalau anak sekolah menengah dan pertama mungkin masih bisa di didik tapikan ini jenjang kuliah? Sudah sangat dewasa untuk di beritahu mana yang benar dan mana yang salah,” percayalah,Aydan tak begitu dengar apa yang dosen fakultas sebelah itu katakan.
“Palingan teguran aja,” lanjut dosen itu lagi,namun Aydan lupa dia berasal dari fakultas mana. Di kampus ini ada banyak fakultas. Saat ini saja Aydan lupa ia sendiri mengajar di fakultas mana.
“Menurut Pak Aydan gimana?” masih belum menyerah ternyata,Aydan membalasnya dengan gelengan pertanda tak tau.
Pikirannya benar-benar berantakan,sudah jarang sekali berpikir jernih.
“Saya cuman bisa bilang,ada waktu yang tepat.”
Dan balasan Aydan hanyalah senyuman,pikirannya memang membutuhkan ketenangan dari yang Namanya Callisa.