Bang Sul : Sabtu jalan yuk Dek
Tiah : Abang ngajakin Aku jalan naik mobil polisi? Ogah
Bang Sul : Et dah. Serius ni Abang. Malah bahas emot.
Tiah :Emot mengalihkan duniaku
jalan ke mane? Kalau jalan kaki males. Capek
Bang Sul : Nonton. Bukannya Abang yang mengalihkan duniamu? Tsaah
Tiah : *butuh kantong muntah. Nonton apaan?
Bang Sul : Topeng monyet
Tiah : Elu monyetnya
Bang Sul : Biasanya monyet jodohnya sejenis itu juga.
Tiah :--"
Bang Sul : Jadi Kita mau nonton apa?
Tiah : Selain horor, Aku sih yess
Bang Sul : Okeh kalau gitu Kita nonton horor
Yah begitulah sekiranya isi chat kami yang amat sangat berfaedah. Dia mau ngajakin jalan apa ngajakin rusuh sebenarnya? Yah gak aneh juga sih emang tiap chat kayak gini. haha. Gue sih oke-oke aja diajakin jalan selagi dia yang bayar gue iklas lahir batin termasuk nonton horor, lagian kalau gue ngerasa ketakutan gue tinggal mukulin dia doang, dah beres. *canda sayang.
Gue yang ngerasa udah cantik duduk dengan anggun di teras rumah nunggu makhluk bala-bala yang sudah ngaret hampir sejam buat ngejemput gue terus cus nonton.
"Lama," sembur gue begitu motor bang Sul beserta orangnya berhenti di depan rumah lebih tepatnya di depan gue yang sudah berdiri sangar sembari berkacak pinggang ala-ala emak-emak yang marah kalau anaknya pulang ngaret gegara keluyuran.
Bang Sul membuka helmnya sembari memberikan cengiran yang di mata gue yang masih kelewat normal ini terlihat menjengkelkan.
"Sorry," ucapnya. Kemudian turun dari tunggangannya, berjalan menuju gue yang masih manyun kesal bingits boo. Ni orang suka terlalu yak, suka sekate-kate seharusnya dia sampai rumah gue jam satu bukan dari rumah jam satu. Et dah dia mah kayaknya gak ngaretnya cuma pas ngambil gaji doang.
"Langsung berangkat Kita. Entar keburu dimulai filmnya." Tuh kan apa gue bilang, emang ni orang suka sekate-kate. menurut lo siapa yang jemputnya ngaret.
Dengan masih mempertahankan wajah manyun gue berjalan menuju tas yang sudah teronggok di atas kursi diikuti bang Sul yang pastinya mau minta izin dulu buat bawa anak gadis emak bapak yang tidak lain dan tidak bukan adalah gue.
Gue masih diam tanpa kata saat mulai naik keboncengan motornya. Entahlah hati gue berkata untuk nampol muka watadosnya itu tapi pikiran gue berkata jangan, entar yang ada kami nyungsep ke sungai batanghari.
"Udah jangan manyun mulu, Abangkan sudah minta maaf," ucapnya sembari melirik ke arah spion.
Gue masih manyun sebel seharusnyakan ya gue sebagai cewek yang ditunggu, kayak di tipi-tipi noh kalau mau jalan cowoknya yang nunggu ceweknya dandan, lah gue? Yang ada gue nungguin dia dandan eh nungguin dia jemput bangsul emang gak salahkan gue ngasih panggilan. Tapi kata orang nama adalah doa, apa jangan-jangan gara-gara gue dia jadi bangsul beneran?
"Dek, woy jangan ngelamun ntar kesurupan nyusahin." Tuhkan gimana gak darah tinggi dibuatnya, bukannya nenangin malah bikin niat gue bertambah kuat buat mencekiknya dari belakang.
"Kok diem? Beneran kesurupan ya?" katanya kembali melirik spion kirinya.
"Ngomong sekali lagi, aku kesurupan beneran biar bisa nyekik Abang." Gue melotot ke arah spion bisa gue rasanya tubuhnya sedikit bergetar karpet gue diketawain.
***
Gue berjalan bersisian dengan makhluk yang katanya pacar gue ini, makhluk yang membuat gue harus menyetok stok kesabaran lebih banyak.
"Tunggu di sini ya biar Abang yang ngantri," katanya, terdengar so sweet kan? Entah mengapa gue malah merasa ada itikad terselubung darinya.
Dengan cengiran bak orang kurang waras dia berjalan menuju antrian yang mengular di depan sana maklum akhir pekan, manusia-manusia yang selama ini mendekam akibat kerjaan pada nongol semua mencari hiburan.
Tak lama Bang Sul kembali berjalan menuju gue sembari membawa dua gelas yang gue yakin berisi cola miliknya dan milo pesanan gue plus lengan kanannya mengapit wadah popcorn berukuran sedang.
"Yuk," ajaknya begitu tubuhnya berhenti tepat di hadapan gue.
Gue berdiri sembari mengambil wadah popcorn dari apitan lengannya kemudian mengikutinya berjalan menuju ruang gelap dengan suara menggelegar itu.
"Kita mau nonton apa Bang?" Tanya gue menanyakan pertanyaan yang seharusnya sejak tadi gue tanyakan.
Dia tersenyum aneh sebelum kemudian menoleh ke arah gue, "Lihat aja sendiri," katanya makin mencurigakan.
Gue menatap ke arah layar berukuran raksasa di depan sana yang masih menampilkan iklan sembari tangan gue naik turun mengambil dan memasukkan popcorn ke mulut.
***
Dengan langkah lemas gue berjalan menuju pintu bertuliskan kata exit rasanya tulang kaki dan tulang-tulang lainnya di tubuh gue ikut gemetar ketakutan.
"Gak apa-apa?" tanya manusia yang amat sangat ingin gue gebukin, bersyukurlah engkau selamat karena gue lagi lemes alias gak punya banyak tenaga.
Gue mendelik kesal dengan tatapan datar kemudian melangkah meninggalkan makhluk menyebalkan yang masih senyam-senyum mentertawakan ketakutan gue selama menonton film yang gue yakini gak akan pernah mau gue tonton lagi sekalipun itu film terakhir di muka bumi ini.
Gue masih diam berjalan lurus hampir tertatih, sumpah ini jantung gue masih bedegak-bedeguk saking takutnya. Karpret emang, gue kira dia becanda mau ngajakin nonton horor gak tahunya? Dasar manusia gak peka dengan seenak jidatnya dia cuma mentertawakan ketakutan gue, gue bahkan gak ingat dan gak mau tahu apa judul film tadi walau kebanyakan tadi gue merem tapi tetep aja telinga gue mendengar semua suara nan horor itu.
"Kalau gak kuat seharusnya gak usah nonton tadi, sok-sokan sih," katanya sembari menahan tawa. Gue mendelik menatapnya horor namun lidah gue serasa menolak ajakan pikiran gue untuk mengeluarkan sumpah serapah kepada manusia yang rasanya pulang nanti mau gue racunin.
Sebenarnya gue sudah mau keluar tadi sayangnya aja ni manusia yang tidak memiliki prikepacaran ini menahan tangan gue dengan dalih 'buang-buang uang ah beli tiket tapi filmnya gak ditonton' heloow gue gak minta nonton ntu film atau 'Jangan nanti orang lain keganggu filmnya lagi seru' kan gue jadinya ingin berkata kasar walau akhirnya gue pasrah aja menonton ralat mendengar film yang dari telinga gue denger aja sudah menyeramkan.
"Dek," Seru bang Sul yang sedari tadi memanggil mencoba membujuk gue. Gila emang gue kira dia bakal ngajak gue nonton film romantis atau apa gitu film lain yang normal dan gak bikin gue spot jantung.
"Ehem." Dehem manusia karpet yang sekarang sudah berjalan tepat di samping gue. Sumpah demi apa mulut gue keluh cuma buat di tarik senyum jadilah gue cuma diam tanpa ekspresi sembari terus berjalan.
"Dek," serunya.
"Dek," serunya lagi dan gue masih merasa bodo amat.
"Dek, stop," katanya kali ini tanganny ikut maju menarik lengan gue hingga tubuh gue agak ketarik ke belakang.
Gue menatapnya horor masih tak mau buka suara.
"Kok jalannya ke situ sih," tunjukkan ke arah pintu lebar dengan tulisan exit.
Gue mengerutkan kening, niat gue emang mau ke parkiran terus cau pulang, sumpah badan gue lemes banget. Bukannya lebay tapi yah gimana namanya juga takut, gue aja sampai jejeritan di dalam tadi gimana gak habis tenaga gue.
"Makan dulu yuk," ajaknya sembari memamerkan gigi putihnya.
Gue menarik napas dalam, "Pulang," ucap gue satu kata setelah sejak tadi mager banget ini mulut mau ngeluarin suara.
Bang Sul mengerutkan keningnya senyum eh cengiran maha kampretnya seketika menghilang mendengar satu kata yang keluar dari bibir seksi gue, *cuih
"Kok pulang sih, kan kita belum makan," katanya lagi dengan nada yang lebih lembut.
"Kalau Abang mau makan, makan aja aku pulang sendiri aja," kata gue lagi tanpa menunggu jawabannya kembali berjalan menuju pintu keluar.
"Iya, iya Abang yang antar pulang, tapi kenapa?" tanyanya berasa gak ada dosa kali ya ni orang sama gue?
"Capek mau tidur," ucap gue pelan hingga gue mendengar desahan berat darinya.
"Ya udah yuk." Bang Sul menarik tangan gue kemudian menautkan dengan jemarinya, hadeh ni orang sa ae sih lu. Walau dalam hati gue tetap mendumel dia gak mujuk gue.
"Isi bensin dulu ya," ucapnya setelah sekian menit membisu di atas motor tanpa balasan dari gue motornya sudah berbelok menuju pom bensin.
gue meneguk ludah sendiri saat melihat antrian motor mengular menunggu giliran mengisi bensin. Gue menarik ujung jaket bang Sul sampai dia menoleh ke arah gue yang sudah turun dari motor.
"Kenapa?" tanyanya bingung biasanya gue ogah turun secara kan ni motor gak perlu buka jok buat isi bensin.
gue mengangkat tangan kanan menunjuk ke arah penjual boneka pinggir jalan. Bang Sul mengikuti arah yang gue tunjuk kemudian menoleh lagi ke arah gue.
"Mau ke sana?" tanyanya dan langsung gue angguki, entahlah gue masih malas membuka suara. Tanpa menunggu lagi gue langkahkan kaki menuju penjual boneka tersebut.
Entah berapa lama gue cuma lihat-lihat doang, secara memang gue gak ada niatan beli lagi kismin coy.
"Mau beli yang mana?" tanya manusia yang entah sejak kapan berdiri di samping gue. Gue menoleh ke arah Bang Sul kemudian menggeleng.
"Gak ada," kata gue singkat.
"Yang mana?" tanyanya lagi.
Gue menggeleng lagi, "Yuk pulang," ajak gue membuat dia lagi-lagi mengerutkan dahi untuk yang kesekian kalinya.
"Dek," panggilnya membuat gue mendesah pelan efek nonton horor tadi masih terasa sodara-sodara.
"Tadi mau cari boneka Tayo, tapi udah abis," ucap gue asal, biar cepet aja gitu.
"Tayo itu bukannya bis ya?" katanya membuat gue hampir ketawa, tahu juga dia siapa itu Tayo rupanya.
"Yang itu bukan?" tunjuknya ke arah boneka bus berwarna hijau, seketika gue menggeleng.
"Bukan, itu temennya Tayo. Tayo warna biru." Bang Sul menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Tak berapa lama motor yang gue naiki sampai di depan rumah gue.
"Nih." Bang Sul menyodorkan kantong berisi roti bakar yang tadi dibelinya ke arah gue.
Tangan gue terulur mengambil kantong tersebut.
"Mau langsung pulang?"
"Hmmm." gumamnya.
"Salam buat Emak sama Papa ya, maaf Abang gak mampir." Gue mengangguk.
"Hati - hati di jalan jangan ngebut," pesan gue, habisnya gue tahu betul gimana ni orang kencengnya bawa motor kalau gak lagi bonceng gue, secara kalau dia ngebut kalau gue lagi diboncengannya sudah pasti pinggangnya radang gue cubitin.
***
Tok Tok Tok
Suara ketukan jelas terdengar dari arah pintu rumah gue, dengan langkah malas gue berjalan keluar kamar menuju arah ketukan.
Gue mengedipkan mata beberpakali saat membuka pintu dan hal yang pertama gue lihat adalah benda petak gebung berwarna biru berukuran sebesar bantal menutupi wajah seseorang.
"Hay Mbak cantik, marahnya udahan belum," ucap seseorang yang gue tahu betul siapa di balik boneka itu walau dia bicara dengan suara di buat seperti anak kecil.
Gue gak bisa nahan senyum sumpah. "Maaf Kamu siapa ya?"
Bang Sul menurunkan boneka Tayo yang sejak tadi diangkatnya di depan kepala menutupi wajahnya menampakkan wajahnya yang terlihat manyun.
"Udah dong Dek marahnya. Abang minta maaf beneran deh Abang gak tahu kalau Adek beneran takut," katanya terdengar tulus ditambah tampangnya yang terlihat menggemaskan, ais kan jadi baper gini.
"Maafin ya Mbak cantik," katanya lagi dengan suara seperti anak-anak kemudian menyodorkan boneka tersebut ke arah gue membuat gue gak bisa menahan senyum lebar di bibir gue.
Gue mengangguk dan langsung mengambil boneka berwarna biru itu ke dalam pelukan gue.
"Gitu dong kan kalau senyum jadi makin cantik calon istriku." Sumpah ni ya jantung gue jempalitan mendengar ucapannya, hey ini dia beneran mau gue yang jadi calon istrinya? gue emang pacarnya sih. hahaa.
"Abang beli bonekanya di mana?" tanya gue maklum baru kali ini gue ngelihat boneka Tayo seukuran bantal orang dewasa kayakgini, lebih lagi pasti harganya cukup mencekik dompet.
Bang Sul menatap langit-langit teras rumah gue, lagi mikir kali ya. "Di toko boneka dekat angso duo, soalnya di toko boneka lain pada gak ada, di Mall juga katanya belum ada stok."
Jujur gue cukup terperangah mendengar ucapannya jangan bilang dia keliling cuma buat nyari benda ini, sumpah tadi di pom gue cuma ngomong ngasal gak pake mikir.
"Abang udah makan?" Bang Sul menoleh ke arah gue kemudian memegang perutnya.
"Belum deh kayaknya." Bang Sul nyengir kuda, gila dosa banget bikin anak orang ke sana - kemari cuma buat nyari boneka walau bukan gue yang nyuruh yah tetep aja kan buat gue.
"Masuk dulu yuk makan," ajak gue namun dia menggeleng.
"Enggak deh udah kemalaman, gak enak."
"Udah ayo masuk makan dulu sebelum pulang." Sebelum dia mulai berkata lagi gue sudah terlebih dahulu berdiri dan menyeretnya masuk, kasian anak orang nyariin boneka buat gue sampe gak makan, hihi mendadak gue merasa berharga.