BUK!
Satu pukulan berhasil mendarat di pelipis Gilang hingga membuat pemuda itu tersungkur. Darren memukul Gilang hingga pemuda itu kewalahan dan tidak bisa berdiri lagi membuat Sean harus menahan Darren agar tak memukuli Gilang lagi.
“STOP!” teriak Sean menahan tubuh Darren yang sudah dipenuhi emosi. Rasa kesal Darren tak bisa terbendung lagi karena Gilang asal menembak tanpa mencerna dengan jelas apa yang sedang terjadi dan membuat mereka kekurangan kesempatan menebak.
Gilang menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya, ia tidak melawan Darren untuk kali ini karena ia paham bahwa ia salah dan membuat mereka kehilangan kesempatan untuk menebak siapa kanibal dan hantunya.
“Lo itu ya kalau mikir jangan pakai dengkul! Udah gue bilang berkali-kali kalau dia bukan target kita! Sekarang kalau udah 1 kesempatan kita hilang siapa yang mau tanggung jawab?” tanya Darren dengan wajah yang sudah muak dengan ini semua.
“Sorry, gue Cuma ingin antisipasi aja. Gue hanya mengikuti kata hati kalau dia adalah orang aneh yang bisa saja kanibal atau hantu,” kata Gilang yang merasa sangat bersalah atas tindakan lancangnya yang merugikan ketiga temannya itu.
Darren memberikan kode pada Sean agar mengambil s*****a itu dari Gilang supaya pemuda itu tidak ikut campur dengan ini lagi dan mengambil kesempatan yang benar-benar harus diputuskan dengan hati-hati.
“Sorry gue ambil ya senjatanya, lo gak perlu s*****a kalau tidak dalam keadaan darurat,” kata Sean sambil meraih s*****a Gilang. Gilang mengangguk, ia pasrah dengan hukuman yang harus diterimanya karena tak bisa bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Setelah itu mereka pun cepat-cepat keluar dari rumah tersebut agar tak ada yang tahu bahwa mereka telah membunuh seseorang. Sementara Alefukka yang sudah menyelesaikan kuliahnya pun memilih untuk berkeliling mencari ketiga temannya itu yang ia kira masih berada di kantin menunggunya.
Namun, saat Alefukka ke kantin ia tak menemukan satu pun dari temannya yang berada di area kantin yang ia temui hanyalah seseorang yang menjadi satu-satunya yang masih berada di kantin. Ia melihat orang itu sedang memakan sesuatu di lantai kantin.
Alefukka menatapnya tak percaya bahwa ia menemukan kanibal itu, ia mengeluarkan senjatanya hendak membidik orang tersebut. Namun, saat Alefukka melihat itu adalah seorang nenek penjaga kantin yang sudah seperti neneknya sendiri sudah akrab dengan Alefukka membuat pemuda itu bimbang antara menembaknya dan membiarkannya tetap hidup.
Akan tetapi kegalauan hatinya terhapus ketika ia mendekati nenek tersebut yang tampak sedang memakan nasi dan lauk yang banyak di atas daun pisang yang ia letakkan di lantai membuat Alefukka bernapas lega sambil menyimpan senjatanya lagi disaku.
“Loh sudah keluar toh, Le? Cepat sekali,” kata nenek yang biasa dipanggil mbok oleh Alefukka. Alefukka mengangguk cepat betapa leganya bahwa di dunia game masih ada yang berwajah tetap sama seperti mbok Inem yang selalu menunjukkan senyuman ramahnya.
“Iya, Mbok. Kan kuliah gak kayak sekolah yang lama. Mbok dapet itu nasi dari mana? Kok makannya di lantai gitu padahal ada banyak meja di sini kenapa gak ditempati aja dulu?’ tanya Alefukka yang merasa bahwa Mbok Inem sedang aneh.
Mbok Inem tampak tertawa sambil menawari Alefukka untuk makan bersamanya dilantai.
“Ih si Ale ini. Enakan juga ngelonjor gini kalau makan, Mbok gak bisa makan di meja terlalu kaku, ayo Le makan dulu,” kata Mbok Inem dengan ramah. Alefukka melihat bahwa banyak sekali sambal yang diuwek-uwek Mbok Inem membuat Alefukka teringat oleh darah yang akhir-akhir ini berada di depan matanya.
“Nggak deh Mbok, Ale pergi dulu ya mau ke rumah teman. Assalamualaikum,” ucap Alefukka kemudian pergi dari hadapan Mbok Inem. Mbok Inem pun hanya bisa menggeleng dan melanjutkan makanannya yang sangat lezat itu.
Alefukka sebenarnya sedikit bingung ke mana pergi ketiga temannya itu malah ia juga tak membawa ponsel atau handytalk.
“Eh sebentar, kayaknya gue punya handytalk di tas, semoga aja ada,” kata Alefukka merogoh tasnya melihat handytalk yang sudah lama ia biarkan ditasnya mengendap begitu saja. Alefukka pun memilih untuk menyalakan handytalk tersebut dan merasa beruntung karena langsung terhubung dengan ketiga temannya itu.
“Halo. Woi kalian di mana? Gue masih di area kampus, apa kalian di kampus juga?” tanya Alefukka yang senang ketika ia dapat terhubung lagi dengan ketiga temannya.
“Kita lagi di kost Sean lo ke sini aja,” ucap Darren yang memegang kendali handytalk tersebut. Akhirnya Alefukka pun berangkat menuju kostan Sean tempat berkumpulnya ketiga teman yang sedari tadi ia cari di area kantin.
Setelah beberapa menit berjalan akhirnya Alefukka melihat ketiga orang yang ia kenali berada di depan kostan seperti biasa.
“Lo gak nyari target kita?” tanya Alefukka yang merasa heran melihat ketiga temannya malah bersantai di depan kostan Sean seperti tidak terjadi apa-apa. Sean menggeleng pelan sementara Darren masih merasa dongkol dengan Gilang dan tak menjawab sedikit pun.
“Kesempatan kita tinggal 364 kali untuk menebak kanibal dan hantunya,” kata Darren dengan wajah kesal membuat Alefukka merasa heran karena aslinya mereka mempunyai 365 kesempatan untuk mencari siapa yang menjadi hantu dan kanibalnya.
“364? Kita kan punyanya 365 kesempatan kok lo bilang malah Cuma 364 kali?” tanya Alefukka yang tidak mengetahui apapun soal hilangnya 1 kesempatan dari sekian banyak kesempatan itu.
Darren melirik ke arah Gilang seolah memberitahu siapa pelaku penghilang kesempatan itu, seolah tahu siapa yang dimaksud Darren, Alefukka pun mengangguk-angguk paham.
“Udah gapapa, kita masih punya banyak kesempatan. Next time jangan ada lagi yang salah nebak karena tertipu dengan penampilan orang aja, kita emang bener-bener harus jeli karena mereka semua tampak sama dan tak menunjukkan apapun yang membuat kita curiga,” kata Alefukka yang merasa bahwa permainan ini sulit karena memakai otak dan kejelian tingkat tinggi.
Para pemain kanibal adventure memang diwajibkan untuk memiliki sifat yang suka menyelidiki suatu hal dan tak segan-segan untuk menjadi detektif dadakan dipermainan ini.
Rasanya memang sulit, akan tetapi beberapa diantara mereka berempat malah bersyukur dengan gantinya permainan artinya mereka tak begitu repot menangkap zombie atau apapun itu yang berhubungan dengan zombie.
“Ya udah kita harus segera istirahat. Nginep aja di kostan gue,” kata Sean yang menyarankan mereka untuk tidur di kostannya yang terasa sepi itu.
Rasanya aneh juga karena mereka tak merasakan perbedaan di dalam dunia game atau pun dunia nyata saking benar-benar sama persis dengan dunia nyata hingga mereka lupa bahwa mereka sedang berada di dunia game.