Tugas dan kesepakatan

1036 Kata
Mendengar perkataan Gilang membuat Bu Marni terkejut, ia benar-benar tidak tahu bahwa Sean dan yang lainnya hilang karena terhisap ke dunia game. “Apa kamu bilang? Terhisap ke dunia game? Apa kamu tahu Andrew? Apa kalian bertemu Andrew?” tanya Bu Marni dengan wajah memucat. 9 tahun lamanya ia kini mendengar ada mahasiswa yang terhisap ke dalam dunia game lagi. Gilang dan Sean mengangguk cepat, sedangkan Darren dan Alefukka memilih untuk diam mendengarkan saja pembicaraan mereka. “Ayo kita cari Andrew! Kita harus bicarakan ini padanya, karena ini adalah dia yang menciptakan maka dia lah yang harus menghentikan permainan ini.” Bu Marni mengucapkan itu dengan wajah yang sudah memerah, entah mengapa ia benar-benar sebal dengan Andrew yang telah menciptakan malapetaka tersebut. Saat mereka sedang berbincang, Alefukka melihat Andrew yang berada tak jauh dari mereka sedang melihat dari kejauhan tak berani mendekat. Para mahasiswa di sekelilingnya tak tahu bahwa Andrew telah balik karena 9 tahun berlalu sudah banyak lulusan baru dari kampus itu tak ada yang mengenalnya lagi. “Andrew! Itu Andrew!” seru Alefukka membuat Bu Marni dan ketiga temannya langsung melihat ke arah yang Alefukka tunjuk. Mereka pun akhirnya mengejar Andrew untuk menangkap pria itu agar menjelaskan semuanya pada mereka apa sebenarnya motif Andrew menahan mereka di dalam dunia game. Hos..hos “Ke mana dia?” tanya Bu Marni yang tampak kewalahan mengejar Andrew yang larinya begitu cepat dan membuat dirinya kelelahan. “Ibu tunggu di sini aja dulu biar kami yang kejar,” kata Sean memberikan saran, wanita paruh baya itu pun mengangguk sambil beberapa kali menarik napasnya seolah sangat susah untuk menghirup udara. Andrew menjatuhkan tong s****h hingga semua s****h yang terkumpul di tong itu berantakan begitu saja, beberapa mahasiswi berteriak karena aksi kejar-kejaran antara tim extramers dan Andrew. Ada tangan yang menghentikan langkah Andrew. Orang itu menyeret Andrew ke sebuah tempat kosong yang berada di samping kampus. Andrew menghembuskan napasnya lega melihat siapa yang menyeretnya ke tempat tersebut. “Semua orang sedang mengejar lo dan meminta pertanggungjawaban lo. Gue bisa aja nyembunyiin lo dari mereka sampa waktunya habis, tapi gue minta imbalan atas itu semua,” kata Fendi yang mencoba bernegoisasi dengan Andrew. “Apa itu? Sebisa mungkin gue penuhi asalkan lo jangan kasih gue ke mereka,” kata Andrew yang diluar dugaan malah menyanggupi permintaan tersebut. Fendi tertawa licik, bahkan ia tak pernah menduga ada kesempatan bernegoisasi dengan Andrew seperti ini, hanya saja saat melihat Andrew dikejar oleh Bu Marni dan tim extramers sebuah akal licik menghampiri otaknya. “Kasih gue, dan Stefan bebas ke dunia nyata untuk selamanya maka diri lo terlindungi dari mereka, gimana? Permintaan gue ini gak berat, lagi pula gue udah bosen sama game lo yang gak masuk akal,” kata Fendi dengan to the point. Andrew yang mendengar itu tertunduk memikirkan baik-baik. Kalau ia menolak sekarang tentu saja Fendi akan murka dan memberikan Andrew ke khalayak ramai menjadikan dirinya bahan bullyan seperti dulu. Tiba-tiba saja tangan Andrew gemetar mendengar ancaman itu, ia mengingat semua hal buruk yang terjadi saat ia masih kuliah. “Gak! Lo gak boleh nyerahin gue gitu aja ke mereka! Sumpah gue gak bisa ketemu mereka,” kata Andrew dengan tangan yang sudah mulai gemetar hebat. Awalnya Fendi senang karena Andrew merasa takut dengan ancamannya, namun lama-lama ia juga risih melihat Andrew yang amat ketakutan seperti itu. “Mereka gak akan ngebunuh lo, ga usah takut gitu kali santai aja,” kata Fendi yang merasa aneh dengan tingkah Andrew yang terbilang berlebihan. “Gue akan keluarin lo dari dunia game itu setelah ini semua selesai dan kita kembali ke dunia game, tapi tolong jangan kasih gue ke mereka,” kata Andrew dengan tatapan memelas. Entah Fendi harus bersyukur atau merasa aneh dengan sikap Andrew yang seperti itu. Namun, bagaimana pun juga ia harus bersyukur karena dalam hitungan jam saja dia akan kembali hidup menjalani hari-harinya dengan normal tanpa rasa was-was lagi. “Ok, gue tunggu kabar baiknya,” kata Fendi kemudian ia pergi ke arah lain meninggalkan Andrew sendirian di lorong yang amat sepi itu. Sean mengambil napas dalam-dalam setelah melihat sekeliling kampus namun tak ia jumpai batang hidung Andrew. “Kita kehilangan dia! Gimana ini?” tanya Alefukka yang terlihat lelah sekali mencari Andrew yang sudah menghilang secepat kilat. “Kita harus balik ke Bu Marni, sepertinya Bu Marni tahu masa lalu Andrew dan kita harus pegang kartu itu untuk mengancam Andrew,” desis Darren pelan. Mereka bertiga mengangguk kemudian memutuskan untuk kembali ke Bu Marni yang berada di ruang dosen. Tok..tok..tok Suara pintu membuat Bu Marni mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam ruangan ber-AC itu. Sean dan teman-temannya tampak mengibaskan kaos-kaos mereka yang sudah basah oleh keringat. “Apa kalian menemukan Andrew?” tanya Bu Marni dengan wajah penuh harap. Namun, Sean menggeleng pelan menandakan bahwa mereka gagal menangkap biang kerok dari semua permasalahan ini. Bu Marni menghela napasnya pelan, padahal ada banyak hal yang ingin ia bicarakan pada Andrew, namun tampaknya Andrew tak akan pernah menemuinya lagi. Bu Marni memberikan kode untuk tim Extramers agar duduk di sofa yang berada tepat di seberang mejanya kemudian ia mengeluarkan sebuah map berwarna biru dan memberikannya pada Sean yang dipercaya di tim extramers. “Ini adalah seluk-beluk hilangnya Andrew dan perkara apa saja yang membuat ia lari ke dunia game. Kalian harus mempelajarinya dan mengambil kesimpulan serta memutuskan langkah apa yang harus kalian ambil, selama bertahun-tahun kampus ini selalu mengevaluasi perbuatan kami, cara ajar kami terhadap mahasiswa di sini,” kata Bu Marni dengan wajah sedih. Walaupun Sean dan ketiga temannya belum membaca isi map tersebut, namun mereka yakin bahwa ada kesalahan kampus sehingga Andrew menjadi seperti itu. Ada asap ada api begitu pula dengan kejadian ini pasti ada penyebabnya mengapa Andrew memutuskan seperti itu. “Kami akan berusaha sebaik mungkin, kami berjanji akan kembali secepatnya,” kata Sean sambil memegang map itu erat-erat seolah tak akan melepaskan masalah itu begitu saja. “Ibu percaya sama kamu, kamu pasti bisa mengembalikan ini semua dengan baik. Untuk nilai, kalian tak perlu takut karena akan ada keringanan dari kami. Kalau kalian mengungkap kasus ini, maka semuanya akan ibu luluskan dengan Cuma-Cuma, namun tentu saja dengan test yang tak sebanyak mahasiswa lainny,” kata Bu Marni yang seolah-olah memberikan tugas walaupun mereka sedang tak kuliah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN