Hari ini kampus begitu ramai dengan kedatangan ibu-ibu yang tampak familiar dimata para dosen dan mahasiswa yang berada di kampus tersebut.
“Bu, tolong mohon bersabar karena kami pihak kampus juga sedang mencari keberadaan para mahasiswa yang hilang secara tiba-tiba itu, kami akan melakukan yang terbaik jadi ibu-ibu di sini tidak perlu khawatir,” kata Bu Marni selaku Kaprodi teknologi game yang berada di kampus tersebut. Beberapa dosen juga tampak berkumpul melihat apa yang terjadi di ruangan dosen tersebut.
“Ini sudah hampir 3 hari anak saya hilang dan tak bisa dihubungi, tapi pihak kampus Cuma bisa bilang sabar-sabar! Saya gak mau tahu ya kalau sampai seminggu ke depan tidak ada kabar lagi, saya akan laporankan kampus ini ke diknas!” seru seorang wanita paruh baya yang sudah familiar dimata para masyarakat sementara ketujuh orang tua lainnya hanya diam saja karena tak berani mengoceh separah wanita itu.
“Sekali lagi maafkan kamu Bu Anjani, kami akan mencari Sean dan teman-temannya secepatnya,” kata Bu Marni yang merasa tak enak dengan hilangnya beberapa mahasiswa di kampus ini.
Anjani mengabaikan ucapan Bu Marni karena merasa bahwa kaprodi itu tak becus dalam mengawasi mahasiswanya. Anjani juga berniat membesarkan masalah ini kalau sampai minggu depan masih mendapatkan kata sabar dari Bu Marni.
Ketujuh orang tua lainnya ikut pergi dari ruangan dosen tersebut, mereka beruntung karena ada Anjani yang berani speak up. Jika Sean tak hilang maka mereka tak ada yang berani speak up dan pihak kampus juga akan menutupi hilangnya ketujuh mahasiswa itu.
“Entah saya merasa bersyukur karena Sean hilang, kalau tidak mungkin masalah ini tak ada yang speak up,” ucap Tutut—orang tua dari Fendi yang ikut berdemo dengan Anjani.
“Ya, sebenarnya kasihan juga, namun kalau tak ada Anjani kasus ini mungkin akan ditutup.
Dari ketujuh ibu-ibu yang datang ada yang bersyukur karena Sean ikut hilang jadi bisa dispeak up kasus tersebut, namun yang lainnya merasa tak tega juga karena bagaimana pun mereka tak ingin melihat siapapun hilang.
Sementara itu di dunia game, Gilang merasa lemas karena belum menyentuh makanan sama sekali sedangkan mereka harus tetap berada menunggu Alefukka dan Andrew keluar dari tempat persembunyian mereka.
“Gue laper,” kata Gilang pelan sambil memegangi perutnya yang sudah merasa seperti digerogoti zombie.
“Lebih penting mana nyawa atau perut lo?” tanya Darren yang mulai sewot karena keluhan Gilang, padahal mereka sama-sama lapar, namun tampaknya Gilang yang paling sering mengeluh.
“Antara zombie dan perut gue sama-sama bisa bikin nyawa melayang cuy! Kalau kita gak makan juga bakal mati,” kata Gilang yang masih bersikeras dengan perutnya yang sudah kelaparan.
Darren menyumpal mulut Gilang dengan bola pingpong yang ada dikantungnya, Sean juga bingung Darren memungut bola pingpong itu di mana. Tampaknya karena sudah kerasan di dunia game, Darren jadi suka memungut barang-barang bekas atau yang ia temui di jalanan.
Ketika mereka sedang ribut dengan perut yang kelaparan, Sean melihat Andrew dan Alefukka yang tampak tertawa akrab seperti sudah mengenal lama.
“Bener kata gue kan, Alefukka gak mungkin bisa akting akrab dengan orang lain kalau dia tidak menyukainya. Kemungkinan dia sudah disusupi,” desis Sean dengan wajah yang penuh amarah.
Darren dan Gilang yang sedang asik debat pun langsung terdiam ketika mendengar Sean mengatakan itu.
“Kita harus tangkap mereka berdua! Kita gak bisa biarin dia ngerebut sahabat kita gitu aja,” kata Gilang dengan wajah yang memerah.
Darren menatap Gilang dengan tatapan datar, ia tahu Gilang hanya bersemangat dimulut saja padahal nanti ia yang akan banyak mengeluh.
“Gue menghargai semangat lo, Lang. Tapi akan lebih gue hargai kalau lo diem dan gak banyak gembar-gembor,” ucap Darren yang ingin sekali mengubur Gilang hidup-hidup.
Ucapan Darren bagaikan suara merdu ditelinga Gilang, ia tak akan membantah apa yang dikatakan Darren malah ia semakin bersemangat untuk mengeluh.
Sean pun memberikan kode agar Darren dan Gilang mengikuti Alefukka dan Andrew yang tak jauh dari mereka.
Dengan sangat perlahan mereka mengikuti Alefukka yang masih tampak tak sadar bahwa ada yang mengikutinya.
Sean sebenarnya sudah kesal dengan apa yang dilakukan Andrew terhadap Alefukka, namun bagaimana pun ia harus bersabar karena mengandalkan emosi saja tak akan membuat mereka menemukan jalan keluarnya.
“Menurut gue Alefukka itu sedang akting karena mungkin dia gak tahu kita di mana jadi dia lebih baik mengikuti Andrew saja dari pada dia sendiri,” kata Gilang dengan pelan.
Darren mengangguk membenarkan, ia sama berpikiran seperti itu. Namun, Sean menggeleng cepat, ia kenal betul bahwa Alefukka tak suka berakting seperti itu.
“Gak mungkin Alefukka Cuma akting, gue kenal dia dari kecil kalau dia orang yang to the point dan gak mungkin juga dia ketawa-ketawa sama orang jahat,” kata Sean yang tak setuju dengan ucapan Gilang dan Darren.
Diantara mereka, Seanlah yang paling tahu bagaimana sifat asli Alefukka dari pada Darren dan Gilang yang baru saja bersahabat dengannya.
“Kita akan lihat saja siapa yang bener, tapi gue pribadi lebih berharap kalau dia hanya pura-pura. Akan lebih bahaya kalau dia emang beneran komplotan, suer gue gak tega kalau harus jadi lawan sahabat sendiri,” kata Gilang yang merasa tak sanggup melawan Alefukka jika memang benar yang akan menjadi lawannya.
“Ya, gue harap juga begitu. Gue gak tahu harus lawan gimana kalau sampai Alefukka yang beneran kayak gitu,” kata Sean yang merasa tidak sanggup melawan sahabat kecilnya sendiri.
Alefukka dan Sean sudah seperti saudara kandung, mereka tidak akan bisa saling melawan seperti itu.
Setelah mereka mengikuti Alefukka, terlihat kedua pria itu memasuki mobil kemudian meninggalkan area tersebut membuat Sean kesal.
“s**l! Dia pergi, Lang cepetan bawa kita ke mobil,” kata Sean yang mulai panik takut bahwa mereka kehilangan jejak Alefukka.
Mereka pun akhirnya mengikuti mobil yang dibawa oleh Andrew.
“Kita harus tangkep aja si Andrew, udah gak bisa dibaikin emang itu orang,” kata Darren yang sudah mulai emosi dengan kelakuan Andrew yang semena-mena.
“Dia gak hidup sendiri di sini, Ren. Kita harus hati-hati dengan Fendi dan Stefan yang tak diketahui keberadaannya, sementara yang bisa kita lakuin Cuma ikutin aja Alefukka dan Andrew,” kata Sean yang merasa bahwa Andrew sengaja memisahkan diri dari Fendi dan Stefan agar mereka tak disangka bekerja sama.
Sedangkan Darren dan Gilang yang mendengarkan ucapan Sean hanya bisa memikirkan itu dengan baik-baik karena game ini benar-benar tak bisa membuat mereka berpikir jernih.